Langsung ke konten utama

Semua Orang Punya Cerita

Drama korea yang kalian sepelekan itu, beberapa diantaranya banyak sekali ilmunya.
Ilmu tentang...berkorban.

Di satu kantor kepolisian. Ada seorang detektif junior yang bekerja begitu rajin dan giat. Sangat antusias dan instingnya kuat. Suatu hari tim-nya menangani kasus penculikan dan dia tau siapa tersangka utamanya. Namun karena minimnya bukti, dia tidak bisa meminta surat perintah penggeledahan atau penangkapan. Dia sangat frustasi. Dan dia merasa 'seorang diri', karena sunbae-nya di tim tidak ada yang mendukungnya.

Sampai suatu ketika dia memilih melepaskan jabatannya dan meninggalkan kantor, demi menangkap tersangka tersebut secara ilegal (tanpa surat). Kemudian semua sunbae-nya mengejar dan menenangkannya dengan kesal. Mereka mengatakan "kami tau dia tersangkanya! Kami pun stres karena tidak bisa menangkapnya! Kita kekurangan bukti!!".

Ternyata, tanpa sepengetahuannya, sunbae-nya di tim sudah sering kali dimarahi oleh atasan mereka, akibat tindakan nekat si hoobae. Tapi sunbae-nya tidak pernah mengungkit hal tersebut.

Jadi kalau di Korea itu, tingkatan jabatan dan usia sangat berpengaruh.
Seperti sebuah lingkaran. Junior akan selalu kena amarah seniornya, seniornya pun akan kena amukan atasannya, atasannya juga akan dimarahi CEO-nya. Begitu terus. Jadi kadang, senior tidak selamanya jahat. Mereka tertekan. Namun yang membuat salut, senior tersebut walau dia hobi memarahi juniornya, dia tidak akan rela kalau juniornya dimarahi oleh CEO mereka.

Sesuatu seperti itu.

Dan itu juga kadang terjadi di hidupku. :')

Kasus beberapa bulan yang lalu, yang kurasa jadi pemicu sakitku kambuh.
Kala itu musim ujian. Anak anak harus melengkapi beberapa berkas. Salah satunya foto. Aku tau foto itu tidak murah, tapi dibilang mahal ya tidak juga. Lagipula mereka tetap akan perlu foto untuk melamar pekerjaan atau mendaftar ke perguruan tinggi nanti. Jadi ya tetap harus ada kan fotonya?

Pengumpulan foto menggunakan deadline. Tapi ada banyak sekali anak yang tidak juga segera mengumpulkan foto. Akhirnya aku juga kan yang mendesak mereka. Ah seandainya mereka tau, posisiku juga sangat tak mudah.

Ada satu anak spesial. Ku tanya baik baik, kenapa belum mengumpul foto? Dia bilang tertinggal. Yasudah ku suruh ambil saat itu juga. Karena aku tau dia tidak punya kendaraan, ku pinjami dia kendaraanku. Tapi dia menolak, dia jawab nanti saya pulang ambil foto sama teman saya saja.
Oke. Aku tunggu.

Tapi sampai keesokan harinya masih juga si anak tidak mengumpulkan foto. Sampai tibalah hari ujian. Kartu pesertanya tidak ada foto. Aku sebagai panitianya kena marah atasan. Kenapa tidak bisa mengurus hal sepele seperti ini. Subhanallah. Salah lagi :')

Usut punya usut, anak tadi tidak punya uang untuk cetak foto. Dan dia berbohong mengatakan fotonya tertinggal di rumah. Yang sepertinya kalau kutebak, jangankan cetak foto, aku yakin dia pun belum pernah berfoto. Lalu apa yang mau dicetak?

Tapi walau atasanku memarahiku, atasanku juga siap dimarahi atasannya lagi.

Yang membuat frustasi adalah aku tidak punya amarah yang bisa ku tumpahkan ke anak tersebut. Hidupnya pun sudah seprihatin itu. Walau tetap aku memarahi ketidakjujurannya.

Entah ya, kadang aku terlalu melibatkan emosiku ke dalam pekerjaan ini. Aku bisa menangis saking kesalnya. Menangis itu levelnya seribu kali di atas marahnya aku. Jadi kalau sudah masya Allah kasusnya, aku sudah tidak lagi marah, sebagai gantinya aku menangis.

:')

Bagian mana yang harus ku tangisi? Aku pun kadang bingung. Hanya kadang hidup itu selucu ini.

Pada hidup anak anak, aku seringkali menyelam terlalu dalam. Hingga rasanya aku ikut terjebak di dalamnya.

Anak anak yang broken home, anak anak yang ditelantarkan, anak anak yang bekerja, anak anak yang disakiti orang tuanya, dan sebagainya. Aku benci merasakan penderitaan mereka. Karena aku tidak mampu membantu, hanya sebagai pendengar yang baik saja. Itu pun kadang kurang baik.

Ah ya, cerita anak tadi, yang berbohong soal fotonya. Rupanya dia disini tinggal sendiri, dan dapat uang seratus ribu untuk biaya hidupnya selama sebulan. Seratus ribu itu dapat apa? Kalau seminggu, oke lah seratus ribu. Ini sebulan. Sehemat hematnya manusia, sehari habis sepuluh ribu buat makan. Seratus ribu cukup untuk sepuluh hari. Lah ini? Sedih kan?

Tapi kadang, bukan salah gurunya memarahi anak seperti ini. Guru itu manusia, dia tidak akan tau kalau tidak diberi tau. Seharusnya anak tadi jujur dari awal. Ceritakan kondisinya. Biar secuek apapun gurunya, toh gurunya tidak akan sampai hati meninggalkan anak didiknya seorang diri.

Apa pelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini?
Hmmmm...
Nothing. Aku cuma mau curhat aja. :]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.