Langsung ke konten utama

My Hardest Part (4)

Bismillahirrahmanirrahim...

Baca dulu part sebelumnya ya, part 1, part 2, dan part 3.

Hari-hari berjalan perlahan.
21 Maret itu aku mulai memberanikan diri jalan berdua dengan temanku ke kafe di kota kami. Pagi-pagi kami sudah duduk manis memesan es stroberi dan nasi goreng. Kafe-nya masih sepi. Sejak itu, aku mulai berani membuka diri di keramaian (yang sepi).

Selama sakit aku sama sekali tidak keluar rumah untuk main, pikiranku runyam sekali, aku lebih suka tiduran di samping ibuku. Dan kini aku menatap jalan raya dari balik jendela kafe. Ah. Menyenangkan bisa kembali setelah nyaris kehilangan diriku.

Setelah dari kafe, kami ke miniso, kemudian jalan memutari sebuah kebun hijau. Aku bersyukur untuk banyak hal.

Aku mulai kembali kerja lagi. Walau masih tertatih. Atasanku sangat bijaksana saat itu, beliau memberikan aku ruang dan waktu hingga pemulihanku. Beliau tidak menuntut banyak hal.

Aku menjalani hari yang terik dan hujan yang dingin. Ku nikmati tiap detailnya dengan baik.

Bulan puasa, kantor mengadakan acara berbuka yang biasanya tidak ku ikuti. Tapi kali itu, aku ikuti dengan bersemangat. Pulangnya aku naik motor sendiri sambil kegerimisan. Teman teman baikku menanyakan bagaimana keadaanku saat pulang, aku bersyukur (lagi) dengan perhatian itu.
Tidak lama setelah lebaran, tepatnya di bulan mei, aku mendapat panggilan kuliah PPG.
Aku lega hanya perlu membuat surat berbadan sehat, bukan surat kejiwaan sehat. Hehe. Walau seyogyanya aku memang bisa dikatakan sudah sehat.

Ku jalani PPG dengan kesulitannya, tapi aku sangat bersyukur (lagi dan lagi) panggilan PPG datang di saat yang sangat tepat. Saat aku perlu pengalih perhatian dan kesibukan baru.

Aku sangat ceria dan positif di depan kamera zoom, sampai dua orang teman PPG-ku mengirim kesan kekagumannya padaku. Dengan malu-malu ku ungkapkan keadaanku yang sebenarnya. Tapi dewasa ini mental illness bukanlah sesuatu hal yang tabu, semakin banyak informasi terbuka lebar, orang-orang semakin paham dan maklum. Aku senang tidak salah cerita pada mereka. Mereka yang kemudian menguatkan aku, menjadi tempat berkeluh kesah dan saling berbagi semangat. Hingga selesailah masa PPG-ku.

***

Penyakit mental seperti penyakit lain, seperti flu atau demam. Memang untuk penyakit mental, lebih kasat mata. Dari luar terlihat 'baik', bisa jadi di dalamnya hancur. Siapa saja bisa terjangkit, sekuat apapun keimanannya. Maka kalimat judgemental bisa menjadi pedang tajam yang menyakiti siapapun yang sedang berjuang dengan penyakit ini.
Kalimat seperti kamu kurang bersyukur, kamu kurang beriman, sudah lupakan saja, jangan cengeng, jangan aneh-aneh, coba kamu sering istighfar dan beragam kalimat lainnya, semua ini sangat menyakitkan.

Kalimat itu mungkin memang kebenaran, tapi tidak pada tempatnya. 

Mereka yang sakit mental, sudah menahan sakit dan merasa malu meminta bantuan. Mereka menganggap penyakit kejiwaan ini aib, karena seringkali tanpa sadar penyakit ini pun telah menjadi bahan tertawaan. Kami malu, kami tidak ingin menjadi tertawaan, kami tidak ingin dicap kurang bersyukur atau kurang beriman dan sederet kecemasan lain.

Penyakit ini pelik sekali, berbahaya sekali, dan sangat sangat menyakitkan.

Bahkan setelah berani meminta bantuan profesional dan dinyatakan sakit oleh dokter pun, masa-masa pemulihan adalah tantangan berikutnya. Kamu kok nggak sembuh-sembuh? Kamu harus melawan, kamu harus berani yang padahal pasien adalah satu-satunya orang yang palinnngggggg ingin sembuh. Kenapa belum sembuh? Ya karena tiap kesembuhan membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Tidak sama tiap orang. Pertanyaan itu justru semakin membuat pasien tertekan dan menyalahkan dirinya sendiri.

***

Kenapa ya kita bisa sakit mental?

Banyak sekali faktornya, memang tidak ujug-ujug sakit. Bisa jadi karena ada trauma, rumah yang tidak hangat, konflik berkepanjangan, duka yang mendalam, kelelahan berkepanjangan, menyimpan banyak emosi, shock berlebih, tekanan, lingkungan tidak kondusif, pengaruh sosial media, pengaruh tv dsb. Tiap orang bisa berbeda-beda.
Kejadian kejadian menyakitkan dan semua faktor ini seperti bom waktu. Maka saat semuanya menumpuk dan tidak dikelola dengan baik, sedikit saja tersulut sebuah trigger atau pemicu, maka bom!

***

Setelah membaca kisah ini, aku sangat berharap kalian tidak lagi malu pernah sakit atau sedang sakit mental. Menyakitkan memang, aku adalah orang yang paling tau bagaimana keadaan kalian saat ini. Seberapa sakit dan menderitanya, melalui malam-malam gelap yang dingin, menanti pagi dengan penuh harap. Apalagi kalau melaluinya sendirian.

Aku dan kalian sudah masya Allah hebat bisa bertahan sampai hari ini.

Apakah bisa sembuh? Aku adalah bukti nyatanya. Aku, anaknya ibu Yati dan ibu Lina (yang sudah kuceritakan di part sebelumnya) adalah segelintir survivor mental illness. Maka, apakah kami tidak cukup untuk menguatkan harapmu?
Jangan pernah berhenti berharap, kan kita punya Allah, ada aku juga disini sebagai teman yang bisa kalian baca, atau kalian sapa. Aku tau bahwa kita mampu melewati hardest part dalam hidup kita ini.

Tentu semua hal yang terjadi pasti ada hikmahnya, aku kini menuliskan pengalamanku sebagai penguat bagi kalian yang mungkin sedang mengalaminya, dan mungkin ini sebagian kecil hikmah yang bisa ku ambil dari lukaku. 
Hikmah besar masih ada, masih menanti, entah akan diberikan kapan. Aku akan dengan tidak sabar menunggunya, aku yakin kalian juga tidak sabar menanti hikmah milik kalian kan?

Setiap manusia harus melalui ujian agar bisa naik kelas atau mendapat hadiah.
Allah sudah memberikan ujian ini, mari menunggu hadiah apa ya yang akan Allah beri?
Aku menunggu hadiah itu :) Aku sangat bahagia kalau kalian juga menunggunya. Hadiahnya pasti luar biasa.

Kalau kalian sedang menderita sekali, melalui masa berat ini, kadang hal yang paling sederhana yang perlu kalian lakukan adalah dengan tidak melakukan apa apa.
Tidak perlu memaksakan diri melakukan sesuatu hal hal besar, bahkan hanya dengan makan minum tidur saja, itu tak apa. Lakukan saja terus, tunggu hari esok, tunggu lagi, dan terus tunggu hingga badainya terlewati. Aku pun sempat mengalami fase itu, fase tidak melakukan apa apa.

Setiap kalian tau kapasitas diri kalian, kalau kalian mampu melakukan hal hal positif, silakan. Misal kalian mau jalan kaki ke taman, boleh. Kalian mau bersepeda, lari, olahraga, berjemur, menjahit atau apa saja hobi positif kalian, boleh sekali. Tapi bila terasa berat melakukan itu semua, cukup bertahan hidup saja, itu sudah hebat!

Semoga kalian mengerti maksudku ya? :)

Ada satu lirik lagu yang bagus sekali, I know it hurts sometimes, but you'll get over it. Aku tau kalian pasti bisa melaluinya walau terluka sesekali. Aku pun melaluinya, kalian pasti bisa.

Kali ini aku tidak menuliskan kalimat penghibur dari Al Quran, karena ya jelas banyak sekali yang bisa dijadikan kalimat penenang. Tapi tak apa, kalian bisa perlahan-lahan membacanya sendiri dan menemukannya. Al Quran dan berdzikir itu baik sekali, penyembuh, penenang, mengisi kekosongan jiwa yang rapuh. Kalau sulit membacanya, boleh mendengarkan saja, tidak masalah.

Fatimah putri Nabi pun pernah didera kelelahan mental, hingga Nabi menitipkan bekal terbaik untuknya, yakni kalimat subhanallah, alhamdulillah, allahuakbar. Sebuah kalimat yang menjadi sumber kesucian, rasa syukur, dan kekuatan bagi jiwa jiwa yang sedang lelah.

***

Ah, segini saja ya. Akhirnya aku menuliskan lukaku yang kini telah sembuh.
Aku harap tulisan ini bisa bermanfaat dan membantu.
Lain waktu kita bertemu lagi dalam tulisan yang lain.
Sangat perlu banyak keberanian untuk menguraikannya.

Sembuhlah, berdayalah kembali, ada Allah, pasti semua akan terlewati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.