Langsung ke konten utama

Jadilah Baik, Pak Bu!

Every teacher have a different teaching style

Kan?

Aku berharap tidak ada lagi guru atau bahkan orang awam yang mengkritisi bagaimana cara guru mengajar.
Mengkritisi dengan cara yang tidak bijak, maksudku.

"Saya tidak setuju dengan cara bapak A mengajar, menurut saya ..." Komentar salah satu guru dengan sombongnya.
"Saya tidak suka dengan ibu B mengajar, ibu B itu beliau biasanya menerapkan metode lama yang sudah tidak sesuai dengan metode saat ini ..." Kritik seorang guru di hadapan rekan rekannya.
Atau bahkan, "Kenapa guru C ini ngajar kok nggak becus, masa beliau ..." Seorang awam berceloteh dikerumuni tetangga tetangganya.

Subhanallah.

Kritik boleh, tapi ditujukan hanya untuk membangun, bukan menjatuhkan. Bedanya tipis sekali, kadang niat seseorang ingin membangun karakter orang lain, tapi setan bisa saja membisikan hal tidak baik sehingga ada kesombongan yang terselip dibalik kritik tersebut. Apalagi kalau mengkritik di khalayak ramai. Mudah sekali tertiup debu kesombongan dan keangkuhan.

Memang paling melelahkan mendengar omongan manusia. Tidak ada habis habisnya. Kita salah dihina, kita benar pun dicari kesalahannya.

Kenapa sih manusia suka sekali mencari kesalahan orang lain? Kenapa tidak mencari pahala saja?
Oh, karena sudah berpahala sepertinya.

Dan kenapa manusia manusia congkak itu tidak ada berhentinya merendahkan orang lain dan merasa begitu hebat?

Setiap guru punya cara terbaiknya dalam mengajar. Seorang guru agama dan guru matematika pasti punya cara yang tidak sama. Lah bagaimana sama? Kalau materi pelajarannya saja jauh berbeda?
Agama yang sarat akan cerita, dan matematika yang isinya rumus maupun hitungan.

Dan aku juga yakin, tiap guru telah melalui trial errornya di kelas. Semisal metode diskusi kurang efektif, maka guru akan menggunakan metode ceramah, kalau akhirnya kurang baik juga, maka guru akan mencari metode berikutnya, mungkin praktikum. Namun bila ketiganya kurang maksimal juga, guru akan mencoba metode lain. Begitu seterusnya sampai mereka menemukan metode yang paling sesuai. Dan mereka sendirilah yang paliiiing tau, mana yang terbaik bagi mereka dan kelas.

Guru A dan guru B, sekalipun mereka mengajar pelajaran yang sama, mereka tetap memiliki metode yang berbeda dalam mengajar. Itu hak istimewa mereka. Dan kalaupun mereka mengajar dengan metode yang sama juga tidak masalah.
Masalahnya adalah... terletak pada netijen yang sibuk mengomentari apapun. Subhanallah. :') ditahan aja coba lisannya pak bu.

Ketimbang mengomentari cara mengajar orang lain, mending introspeksi diri. Apakah diri ini sudah layak menjadi teladan yang digugu dan ditiru? Kalau belum, yasudah, sibukkan diri untuk terus melakukan perbaikan. Kalau sudah, ya terus belajar agar profesional. Kan gitu ya logikanya?

Orang orang yang kurang kerjaan dan merasa sok hebat, memang suka sekali ikut campur dan melampaui batas privasi orang lain. Mereka kira dengan berargumen seperti itu, mereka terlihat hebat? Keren? Sama sekali tidak. Malah terpampang jeleknya secara nyata.

Kadang aku menemukan juga, para orang awam yang tidak tau bagaimana dunia pendidikan saat ini ikut andil merasa paling tau bagaimana sebaiknya seorang guru bersikap. Ya Allah, apakah anda anda yang begitu mahir bicara itu paham, apa yang terjadi di kelas? Apakah anda kira dunia belajar anda dulu dan saat ini masih sama? Apakah anda tau berapa guru yang sudah menjadi korban kekerasan siswanya sendiri? Apakah anda tau isi kepala siswa masa kini? Tidakkah akal anda sebaiknya digunakan untuk berpikir dan mencerna kondisi pendidikan saat ini?

Stop talking nonsense please.

Anda anda yang mencemooh guru guru sebegitu dahsyatnya, sebaiknya coba merenung sejenak. Kenapa guru harus disalahkan apabila siswanya nakal? Sementara guru hanya menghabiskan beberapa jam bersama mereka, dan orang tua seharusnya yang punya lebih banyak waktu. Kenapa kalau siswa tidak naik kelas, guru dianggap gagal? Padahal siswa belajar tidak hanya di sekolah saja, tapi juga belajar di rumah? Dan kenapa, guru harus menjadi korban atas tindakan anarkis siswa, ketika justru guru-lah yang berusaha memperbaiki sikap siswanya yang kelewat batas?

Apakah sudah sebanding tanggung jawab yang anda embankan kepada guru dengan penghasilan yang mereka peroleh? Miris.

Pada akhirnya, aku hanya ingin meminta, jadilah lembut dan perasa.
Ketahuilah lisanmu bisa membunuh seseorang. Berhentilah mencampuri urusan orang lain dan arogan. Hiduplah dengan baik. Jadilah baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.