Langsung ke konten utama

Tentang Sebuah Ceklis Biru

Salah satu fitur WA yang mungkin dimanfaatkan beberapa orang yang punya banyak penggemar, atau yang lebih menyukai sepi, adalah mematikan ceklis birunya.

Seratus persen tidak salah, hak dia, WA punya dia, suka suka dia.
Dan aku? Hanya menuliskan risauku saja disini.

Kalian tau...
Dalam dunia kerja, akan selalu ada pasang surut. Akan selalu ada momen dibutuhkan-membutuhkan. Akan selalu ada kesempatan menolong dan ditolong.
Selalu begitu, adil. Berputar. Tidak pernah stuck di satu tempat.

Kalian akan merasakan ketika dibutuhkan, pun merasakan membutuhkan.

Apa yang bisa kalian simpulkan dari siklus ini?

Satu saja.
Maka selalu jadi baik.

Kalian tidak akan tau kapan dibutukan orang lain, atau suatu saat nanti justru membutuhkan mereka.

Jadilah baik semampumu :)

💔💔💔

Sayangnya, banyak yang terlena. Merasa di atas awan, di puncak yang tak bisa dijangkau.
Merasa dibutuhkan, diperlukan, merasa menjadi yang paling dicari. Lantas lupa diri.

Mengubah status WA-nya menjadi "NO CALL, CHAT ONLY"
Ditulis huruf besar, atau pakai bahasa Indonesia yang agak jelas "Melayani hanya pada jam kerja, dari jam 00.00 sampai jam 24.00", misal...

Tak apa, manusia yang memerlukan mereka memang sering lupa.
Lupa bahwa manusia lain juga punya kesibukkan.
Kepentingannya sendiri akhirnya sering mengaburkan adab. Jadi kapanpun perlu, menelpon, kapanpun mendesak, menghubungi tanpa mempertimbangkan jam kerja, dan hal hal mengesalkan lainnya.
Apakah yang ia hubungi sedang tidur, sedang beribadah, sedang mengiris bawang, sedang memanen padi, bodo amat. Aku perlu, aku telpon!
Akhirnya dengan pola pikir begitu, wajar jika ada yang mengubah status WA nya seperti tadi. Sekedar pengingat bagi manusia lainnya.

💔💔💔

Salah satu bentuk perlindungan diri agar tidak dirongrong balasan sesegera mungkin, yaitu mematikan ceklis biru.
Karena manusia, kalau sudah melihat chatnya dibaca tapi tak kunjung dibalas, mereka biasanya lebih brutal. Hehe
"Kok tidak dibalas?"
"Jadi bagaimana?"
"Kenapa dibaca saja?"
"Ditanya malah diam saja! Dibalas dong"

Wajar akhirnya ia memanfaatakn fitur tsb. Silakan saja matikan ceklis birunya. Toh semua manusia berhak punya hidup yang damai.

Tapi, ada tapinya.
Mematikan ceklis biru tidak menjadikan kalian abai, mestinya.
Kebanyakan manusia, mematikan ceklis biru karena menunda. Nanti dibalas, tidak sekarang. Kan begitu?

Kemudian ada beberapa manusia yang mengira fasilitas ceklis abu abu ini, menjadi pembenaran untuk tidak merespon/membalas sama sekali. "Toh dia tidak tau sudah dibaca apa belum" kilahnya.

Padahal di ujung sana, ada manusia lain yang dengan sabarnya menunggu balasan. Ingin mengirim chat lagi, namun enggan. Takut mengganggu.
Tapi di kepalanya berkecamuk banyak pertanyaan, "sudah dibaca belum ya?", "apa chatnya tenggelam?", "apa terlewat?", "apa susah terkirim atau pending balasannya?", "jadi bagaimana kelanjutannya?", "apa kuhubungi lagi?"

Malang sekali.

💔💔💔

Aku, bukan manusia yang mematikan ceklis biru.
Aku memang manusia yang kadang mengabaikan chat siswaku yang tidak memenuhi syarat untuk ku balas.
Aku selalu berusaha membalas semampuku (urusan pekerjaan).
Namun memang ketidaksempurnaan selalu tersemat padaku.

💔💔💔

Aku sungguh tidak peduli manusia lainnya yang tidak sepemikiran denganku, aku hanya muak.

Aku benci mereka yang sulit diajak kerja sama hanya karena merasa diperlukan.
Padahal semua sifatnya fana.

Aku benci mereka yang tidak peka, hingga membuat manusia lain mengemis bantuan padanya.
Apakah itu menyenangkan?
Apakah sebangga itu melihat kamu begitu dicari?

Aku benci mereka yang tidak becus menyempurnakan tanggung jawabnya.
Padahal itu bagian dari pekerjaannya, malah mereka sibuk sekali mengurusi yang lain (yang bukan kewajibannya), sehingga manusia lainnya ia buat menunggu.
Mereka yang perlu, mereka yang menunggu.
Kalauu tidak mau menunggu, silakan berlalu!

Aku benci mereka yang bodoh memisahkan urusan pribadi dan profesionalitas bekerja.
Larut dalam kehidupannya sendiri, hingga membuat manusia lainnya putus asa. Padahal bila ia mau memenuhi kewajibannya, ia sedang membantu menyambung hidup manusia lainnya.

Aku benci mereka yang meninggikan suaranya, hanya agar terlihat lebih pintar, lebih mampu, lebih punya wewenang, lebih punya kuasa atas nasib manusia lainnya.
Dan merendahkan serendah rendahnya manusia di hadapannya.

Aku benci mereka yang mengatasnamakan dirinya manusia, namun tidak manusiawi.
Mempersulit yang mudah.
Memperumit yang sederhana.
Meminta disembah.
Mengulur yang bisa dipersingkat.

Apakah dia mengira hidup ini berputar di sekitarnya saja?
Bahkan kalaulah bapak tambal ban enggan menambal ban motornya yang bocor, dia saja sudah kewalahan.
Mana bisa dia menambal sendiri?

Bahkan kalau ibu penjual nasi padang tidak sudi membungkus nasinya pakai kertas minyak, apakah dia bisa membawa nasinya dengan modal genggaman tangan?

Bahkan dan bahkan kalaulah Allah mengabulkan banyak doa orang orang yang ia persulit selama ini, bisakah ia menghindar dari buah kedzalimannya?

💔💔💔

Kamu tau apa skenario paling buruk dari mereka yang semenamena karena merasa punya kuasa atas manusia lainnya?

Ketika mereka ada di ujung bumi paling bawah, tidak ada yang bersedia membantu, karena banyak yang terlanjur sakit hati dibuatnya.

Atau, ketika mereka perlu pertolongan... nyatanya manusia (yang selama ini mereka permainkan nasibnya) yang bergegas menolong mereka.

Malumu, tidak akan terbendung!
Sampai mati mereka menanggung malu karena sudah menjadi jahat.

💔💔💔

Bukan ceklis biru yang beralih jadi abu abu yang salah.
Manusianya yang menyalahgunakan-lah yang menjadikannya salah.

💔💔💔

Semoga bisa terus memperbaiki diri, apalagi menyangkut kepentingan manusia lainnya, yang diamanahkan di pundaknya.
Kita hanya perpanjangan tangan dari pertolongan Allah. Maka sempurnakanlah semampunya.

Dipermudah, jangan dipersulit.

PS: aku juga belajar agar bisa memudahkan urusan manusia lain, sebisaku.
Tulisan ini pengingat, karena kita sering alpa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.