Langsung ke konten utama

Sudahkah Kamu "Selesai" dengan Dirimu Sendiri?

Pertanyaan ini terus terbayang dan belum terjawab. 
"Sudahkah aku selesai dengan diriku sendiri?"

Memutuskan untuk menikah... Menghadapi semua perubahan dan siap ikhlas dengan semua itu, bukan hal yang mudah bagiku. Setidaknya sampai beberapa hari yang lalu. 

Berkenalan >> membuka hati >> memeriksa latar belakang >> beradaptasi dengan keluarga baru >> hidup berdampingan >> keluar dari rumah yang ku tinggali >> mengurus rumah tangga >> punya anak >> kurang istirahat... Dan sederet perubahan drastis yang menyertai fase "menikah".

Apakah aku siap? 

Siap atau tidaknya, kita tidak akan pernah tau. Karena bisa saja kita katakan kita tidak siap, tapi setelah dijalani, ternyata mampu. Atau kita jumawa menjawab siap, namun kalang kabut dan ngedumel tiap prosesnya. 

Tidak ada yang tau. 

Satu hal yang pasti adalah, selesaikan urusan bersama dirimu terlebih dahulu! 

Mungkin kalian bingung. Apasih maksudnya? 

***

"Me time" Waktu untuk diri sendiri. Sudahkah kita meluangkan waktu untuk mengenali diri kita? Apakah sudah selesai? Atau... Masih berlanjut? 
Apakah me time kita adalah sebuah kebutuhan? Atau mulai berlebihan? 

Seperti saat kita menatap cermin. Apakah kita hanya menatap cermin saat kita ingin merapikan rambut atau kita menatap cermin hanya untuk melamun saja?

Apakah me time kita kini menjadi sesuatu yang serakah dan egois? 

Kalau kalian ingin tau... Cukup dengan, bisakah kalian melewatkan tidur siang kalian untuk membelikan ibu kalian makan siang, karena diminta ibu? Atau menolak permintaan itu dan lanjut tidur? 

Bisakah kalian begadang demi merawat ibu yang sakit? Padahal seharian ini kalian tidak beristirahat sama sekali? 

Atau.. Bisakah kalian menghentikan game online kalian demi mengangkat jemuran ketika hari mulai mendung? 

Kalau kalian menjawab iya, artinya kalian telah selesai dengan diri kalian dan siap ke fase kehidupan berikutnya. :) 

Karena... Fase yang saat ini kalian jalani adalah fase tentang diri kalian sendiri. Saat dimana kalian punya banyak pilihan untuk egois atau kalian memilih mengalah. 
Saat dimana kalian bisa tidur siang sepanjang waktu, bangun kapanpun, makan apa saja, foya foya, beraktivitas sesuka kalian, main seharian, tidur larut malam dll. Tidak ada yang akan protes atau mengatur hidup kalian sedemikian rupa. You live your own life. 

Sementara... Setelah menikah, kalian mungkin tidak akan punya kesempatan melakukan sesuka kalian. Katakanlah seperti bangun siang, sedangkan ada pakaian yang harus dicuci, ada sarapan yang harus disiapkan, ada keluarga yang mesti diperhatikan. Apalagi setelah punya anak, jam tidur kacau. Bangun dini hari, tidur pagi. Tidur dua menit, bangun lima jam. Sanggupkah? 

Kalaulah masih terasa berat, sebaiknya jangan menikah. :) 
Kenapa? 
Karena nanti negative vibes kalian justru menghancurkan rumah tangga. 
Kalian yang masih enggan mengalah, kalian yang egois dan tidak ingin rutinitas kalian jadi berubah setelah menikah. Yap. Sebaiknya tidak perlu menikah. 

Karena menikah dan kehidupan yang mengiringinya adalah tentang mengalah dan berbaur. 
Bagaimana kalian mengalah pada jam tidur, mengalah tentang kebiasaan makan, mengalah tentang beberapa prinsip, mengalah untuk tidak berdebat. 

Menikah adalah tentang mengalah. 

Banyak kebiasaan yang pasti berubah. Mulai dari kebiasaan bangun tidur sampai tidur lagi.
Apakah siap dengan perubahan itu? 

Menikah tidak melulu uwu uwu, hal manis yang dijadikan bahan pamer. Menikah adalah komitmen. Menjalani hidup bersama seseorang asing dan beribadah bersama. Menikah adalah... Tentang bisa tidaknya kalian mengatasi perselisihan dan beda pendapat, mencari solusi, bukan sekadar lari dari masalah dan memlilih bercerai.

Menikah berarti berjuang bersama di jalan Allah, sevisi, satu misi, berdakwah. Bukan melulu harus dilakukan dengan syiar agama mengisi ceramah di surau, tapi menjalani kehidupan berumah tangga sesuai tuntunan Nabi, mendidik generasi Islam dengan sunnah dan Al Quran, mencintai pasangan Lillah. Bisakah? 

:) 

Banyak yang berhasil menikah, namun gagal mempertahankan pernikahannya. 

Aku... Tidak mau seperti itu. 

***

Semenjak Maryam hadir dalam hidupku, aku mulai belajar untuk menyiapkan diriku. Bahwa aku harus banyak mengalah. Terutama perkara jam istirahatku. 

Aku cukup sensitif pada jam istirahat... Namun, demi Maryam yang rewel, aku rela bangun. Hehe

Aku akhirnya berpikir, memang beginilah seharusnya. 

Sampai detik ini, aku terus belajar... Mengalah, ikhlas, dan tidak egois dalam menjalani hidup. Walau memang tidak mudah. 

Semoga aku mampu menemukan seseorang yang membuat aku 'mengalah' pada me time ku :) 

***

Ps: ya Allah... Moga sehat ya :(

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.