Langsung ke konten utama

Memaafkan Diri Sendiri

Sesulit sulitnya memaafkan kesalahan orang lain, lebih sulit lagi memaafkan diri sendiri. 

Pernahkah kalian memikirkan betapa kadang kita bersikap kejam pada diri sendiri? 

Pada semua hal yang pernah kita lakukan di masa lalu, 
Semua dosanya, 
Semua khilafnya, 
Semua pilihan hidupnya, 
Tiba tiba semuanya menyeruak dalam ingatan tanpa ampun. 
Yang membuat kita tertunduk sedih dan menyesal. 

Sebab semua perkataan kita, kebodohan, kekanak kanakannya kita,
Kita bersedih. "Kenapa aku dulu seperti itu?" ratap kita dalam hati. 

Seolah setelah meratap itu, kita bisa mengubah kenyataan pahit yang kita alami. 

Padahal... Andai kita bisa bersikap ramah pada diri ini :) 

***

Kita yang nerd, cupu, culun di masa lalu, it's doesn't matter. Apa yang salah? 
Mungkin kita secara tidak sengaja membuka akun Facebook kita lagi, dan semua foto beberapa tahun lalu muncul. Kemudian kita risih dan merasa malu karena foto foto itu terasa aneh saat ini. 
"Kenapa dulu bajuku gitu?"
"Kenapa gaya ku menjijikan seperti itu?"
"Astaga alay banget waktu dulu"

Ya terus kenapa? 

Yasudahlah, toh itu telah terjadi. :) 
Semakin kita mengingkari diri kita di foto tersebut, semakin sesak dada kita. Andai bisa kembali ke masa itu, ingin rasanya mengubah gaya rambut atau gaya berpakaian. Tapi kan mustahil? 

Jadi tidak ada jalan lain selain menerima dan... Memaafkan tingkah kita di masa lalu. 

***

Atau kita membaca semua tulisan status kita, di Facebook, Twitter, maupun Instagram. Tulisan lima tahun yang lalu. 

Daripada merasa jijik, bukankah lebih nyaman merasa 'lucu'? 
Begitulah kita dan semua keluguan kita. 

Kadang ada yang menulis "aku" menjadi "aqu", "aq", "akhu" tak apalah. Hehe
Saat itu gaya tulisan ini begitu nge-trend, semua orang juga melakukan hal yang sama. 
Sekarang saja orang orang mulai menulis sesuai PUEBI di sosmed, dulu kan tidak. Dulu dan sekarang memang jamannya berubah. 

***

Belum lagi kalau mengingat kelakuan ajaib di masa labil dulu. Saat masih baru mengenal suka-cinta, lalu naksir teman sekolah. Ada yang naksir, ada yang sampai menyatakan perasaan. Aku juga dulu seperti itu. 

Beruntungnya, orang yang aku sukai dulu adalah orang yang cukup dewasa pemikirannya, walaupun ia tau aku menyukainya, ia tetap tidak mempermalukan aku. 

Apakah sekarang aku menyesal pernah secara tersirat menyatakan perasaanku? 
Menyesal sih, tapi mau bagaimana lagi? 

Semua sudah terjadi :(

Aku menganggap hal hal yang terjadi padaku dulu sebagai bentuk pendewasaan. 
Tak mengapa, aku memang seperti itu :(

***

Masa lalu tidak bisa diubah, namun masa sekarang dan masa depan masih bisa. 

Kalau dulu labil, lebay, aneh, tapi kan sekarang tidak begitu? 
Hehe
Sekarang kan jadi lebih waras ya? 
Yasudah, tak apa. 

Atau kalau sekarang masih mempertahankan sikap labil, lebay, aneh itu, pelan pelan kan bisa diubah? 
Ya walaupun tidak ada tuntutan untuk mengubah, namun barangkali kita pun sudah merasa tidak nyaman dengan karakter itu. 
Bisa kok dikurangin sedikit sedikit. 

Kalau dulu pernah menyatakan perasaan ke seseorang dan sekarang menyesal, lah apakah bisa ditarik kembali pernyataannya? 
Tak apa, pernyataan tidak akan bisa ditarik, karena ini bukan chat Whatasapp. 
Memang apa salahnya menyatakan perasaan? 

Hanya bila kita merasa menyesal telah melakukan itu, kita bisa belajar untuk lebih menahan diri di kemudian hari atau mengendalikannya kan? 
Tapi pasti tidak nyaman, menyembunyikan perasaan. Hehe

***

Kita ini manusia, tidak sempurna. 
Secara fisik ataupun pola pikir. 

Kalau aku, kadang ingin bersikap masa bodoh saat ada yang menyakitiku, tapi raut wajahku selalu tidak bisa berbohong. Nampak jelas kalau aku merasa tidak nyaman atau marah saat itu. 

Atau saat aku seringkali keceplosan menggunakan bahasa kasar pada orang lain hanya karena emosi sesaat. Sebenarnya aku pun tidak mau melakukannya, tapi aku kadang tidak mampu berdiam diri. 

***

Yasudah. Tak apa.

Maafkan diri ini dengan semua uniknya, tetap berusaha agar terus membaik. :) 

Maafkan, jangan terlalu keras :) 

Allah tau apa yang ada di hati kita, Allah tau kita sudah berusaha. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.