Langsung ke konten utama

Menelan Kekalahan

Kini aku tau, dampak yang harus ditanggung dari kalimat sederhana yang sering didengungkan, kalimat "yang penting ikut".
Ternyata tidak sederhana kedengarannya.

Berawal dari menggugurkan kewajiban, berakhir pada totalitas tanpa batas atas nama tanggung jawab dan idealisme.

Aku diminta membimbing lomba.
Aku sangat tidak tau apa apa, belum pernah ikut sama sekali.
Dan kalau dipikir pikir, bukan bidangku juga.

Tapi semua guru di muka bumi ini juga mengalami hal serupa.
Sering lintas bidang yang dikuasai.
Lulusan apa, tiba tiba mengajar apa.
Ternyata hal seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari.

Singkat cerita aku mengerahkan seluruh tenaga, waktu, pikiran, bahkan uangku.
Tapi tak apa.
Aku akan melakukan yang terbaik.
Begitu juga anakku, dia harus mendapatkan bimbingan yang terbaik dari aku.
Dia juga bahkan harus mendapat dukungan moral (yang aku sendiri tertatih tatih memupuk diriku) setiap waktu.
Aku mempelajari dengan seksama isi juknis, aku mempelajari semua material yang kami pakai, kami juga mengeksplor ke pantai di siang bolong, trial error selama latihan. Dihabiskan tiga minggu terakhir ini.
Segala kendala selama lomba, aku coba terka, dan beri dia solusi.
Kami sungguh telah melakukan yang terbaik yang kami bisa.

Hari H lomba, aku tau anakku telah berusaha.
Aku tau sangat tidak mudah.
Tapi dia tetap bersemangat.
Aku yang dewasa ini, tak boleh menunjukkan keluhku, aku akan bersemangat untuknya.

Hari H lomba sekaligus pengumuman.
Aku tau, aku tak akan menampik, dari "yang penting ikut", kemudian proses latihan panjang, akan menghasilkan benih ambisi dan keinginan menang.
Untuk membayar semua usaha dan kerja keras yang selama ini kami lakukan.
Untuk menghibur raga yang letih dan harga diri yang membutuhkan validasi.

Aku sadar diri bahwa terlalu tinggi tembok kemenangan yang harus dicapai.
Tapi entah kenapa harap terus menyelinap, menelisik di dalam hati.
Raut wajah seluruh peserta lomba dan pembimbing sama seperti kami. Wajah wajah letih namun berbinar sebab berharap kemenangan.

Aku dan kami semua pun sudah tau.
Lomba selalu menyisakan kemenangan dan kekalahan.
Tapi kami hanya ingin menang. Entah bagaimana caranya.

Aku pun sudah menyiapkan mental itu, aku juga sudah mendoktrin anakku.
"Nak, tak apa kalah, wajar kita kecewa dan merasa sedih. Tapi tak apa"
Aku dalam hati juga siap untuk menyalami dewan juri dan pemenang, walau kami kalah.

Namun, seketika mendengar nama kami gugur dari medan perang.
Rasanya semua doktrin itu hilang tak berbekas.
Rasanya letih di badan terasa sangat berat.
Tubuh dan pikiran dibanjiri rasa yang susah dijelaskan.
Pikiranku entah lari kemana.
Tekad ingin bersalaman hilang pula setelah mendengar juri menawarkan daftar nilai yang telah mereka isi, seolah mengejek wajah kami yang masih tak percaya dan linglung.

Terlepas dari itu, aku menepuk pundak anakku, matanya merah, ia menangis pelan.
"Ibu tau kamu capek, iya, wajar kamu kecewa dan menangis"
Biarlah ia bersedih secukupnya malam ini.

Kami pulang dengan ceria yang dipaksakan.

Ternyata masih sulit berdamai dengan rasa itu.
Menyalami mereka tak lebih penting daripada memastikan anakku baik baik saja.

Dewasa ini, aku belajar lagi.
Setelah puluhan tahun selesai dari pendidikan di sekolah.
Dan tak mengikuti banyak perlombaan setelahnya.
Perasaan aneh ini muncul lagi.

Kekalahan adalah pil pahit yang menyakitkan.
Sayangnya kekalahan seperti tak menyembuhkan luka apapun di badan.

Menelan kekalahan terlalu memuakkan.
Walau tak terelakkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.