Langsung ke konten utama

Kisah Sepiring Nasi dan Sepotong Tempe

Assalamu’alaikum Blogger…

Ini kisah tentang sepiring nasi dan sepotong tempe. Alkisah di sebuah rumah nan sederhana, ada seorang anak sederhana dengan keluarga yang sederhana pula. Anak itu tengah asyik dengan telepon genggamnya yang sederhana. Layarnya berkedap-kedip menampilkan halaman sebuah sosial media yang tengah populer saat ini, Instagram. Beberapa foto yang bertemakan ‘menu sarapan’ diunggah oleh rekan-rekannya. Anak itu sendiri sibuk mengamati foto-foto yang menjamur dengan pandangan takjub. Kutipan di bawah salah satu foto berbunyi “ #morning #breakfast #fastfood @K*C ”

                Satu jam lamanya, akhirnya si anak tadi puas ber-sosial media-ria. Ia pun menuju dapur dan hendak sarapan. Sambil masih menggenggam telepon genggamnya yang menampilkan ‘camera stand by’. Mungkin anak itu juga akan mengabadikan menu makan paginya dan mengunggah di Instagram atau sejenisnya.
Tapi rautnya berubah setelah membuka tudung saji. Ada satu baki penuh nasi yang baru matang dan sepiring tempe goreng. Tidak lupa juga setoples kerupuk udang. Ia tersenyum kecut, sekecut hatinya. Ibunya yang sedang menuang air mineral ke teko memandanginya seraya berkata, “ayo makan, selagi masih hangat”. Sang ibu menghampiri anak tadi sambil membawa teko di tangannya, senyum sang ibu masih mengembang, “kenapa diam saja?”. Anak tadi berbalik menuju kamarnya tanpa menghiraukan ibunya. Ah, apa yang ada di pikiran anak tadi? Apa menu makan paginya tidak enak? Atau kurang bergengsi untuk diabadikan dan diunggah ke sosial media? Atau dia mendadak sakit perut? Atau ia sedang menjalankan puasa sunah senin-kamis?

Nah, Blogger… Peristiwa di atas sering sekali terjadi dan dialami oleh kita. Benar? Tapi bukan saya loh. Karena saya tidak punya sosial media Instagram. Hehe. Cerita di atas cuma fiktif, sederhana, tapi sarat makna. Mari kita mulai mengkritisinya.

Pertanyaan awalnya adalah ‘apa yang menyebabkan si anak tidak jadi mengabadikan menu sarapannya?’. Jawabannya mungkin hanya satu, menu sarapannya hanya sepiring nasi dan sepotong tempe. Padahal, kalau menu sarapannya itu jadi diunggah di sosial media, mungkin kutipan di bawah foto tersebut seharusnya, “Ini sarapan yang dibuat ibu dengan penuh cinta dan bersusah payah”.  Setuju tidak Blogger? Sayangnya anak itu lupa, lupa bahwa makanan yang tersaji tadi memang dibuat sang ibu dengan bersusah payah. Ibu bangun pagi-pagi buta hanya untuk mencuci beras, memasaknya jadi nasi, menggoreng tempe dan tetap stand by di dekat penggorengan hanya untuk memastikan tempenya matang dan tidak gosong. Apa yang ibu harapkan dengan membuatkan keluarganya sarapan? Pujian? Saya rasa tidak. Ibu hanya ingin agar keluarganya bisa makan dan tidak kelaparan begitu bangun dari tidurnya. Tapi anak itu lupa. Ia juga lupa bahwa ibunya bangun tidur tidak hanya untuk membuatkan sarapan, tapi juga untuk mencuci pakaian, menyapu dan masih banyak rutinitas lainnya.
Ngomong-ngomong, apa yang salah dengan sepiring nasi dan sepotong tempe? Di luar sana, ada yang tidak bisa sarapan malah. Contohnya di Afrika, mereka rela mengantri sepotong roti keras selama 6 jam. Bayangkan, itu hanya sepotong, bukan sekarung. Keras pula. Nah, anak tadi tidak perlu mengantri selama itu untuk bisa menikmati makan paginya, kenapa ia tidak bisa bersyukur? Coba saja  sepiring nasi dan sepotong tempenya dilemparkan untuk warga Afrika, pasti mereka berebut untuk mendapatkannya. Mereka senangnya bukan kepalang. Ah, anak tadi agak sedikit lalai tampaknya. Karena sebelum menemukan makan paginya, pikirannya sudah dipenuhi dengan menu-menu yang jauh lebih bergengsi. Padahal apa enaknya roti isi daging dan sayur yang bahkan dijuluki sebagian orang dengan makanan ‘sampah’. Dengar-dengar makanan siap saji itu merupakan salah satu depopulation program yah? Ah lupakan. Kita tidak sedang membahas hal itu.
Selain itu, saya agak sedikit tergelitik untuk meninjau ulang fungsi dari sosial media Instagram atau Path yang tengah jadi bahan pembicaraan saat ini. Fungsinya apa? Kebanyakan orang yang memiliki akun tadi sibuk mengunggah gambar-gambar dengan niat pamer. Ya seperti tadi, menu makan paginya difoto, memang untuk apa? Apa yang melihat foto tadi lantas bisa kenyang? Tidak kan. Ada juga para sosialita yang mengunggah koleksi tas, sepatu atau peralatan make up yang branded semua. Sebenarnya buat apa sih? Tapi itu hanya iseng-iseng saya saja loh Blogger. Saya yakin, akun-akun tadi pasti ada manfaatnya, sayangnya sekarang lebih banyak disalahgunakan saja. Kalau Anda Blogger? Buat mengunggah apa?
Sekarang balik lagi ke cerita kita tadi, pelajaran penting yang ingin saya tekankan dari kisah tadi adalah belajar bersyukur, jangan terlalu sering melihat ke atas, sesekali lihatlah ke bawah untuk sekedar mengingatkan diri kita betapa beruntungnya kita. Bukankah Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak” (QS. Al Kautsar : 1) atau di ayat lain, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim  dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Ibrahim: 34). Padahal di ayat lain disebutkan “Barangsiapa yang bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kepada orang tersebut.” Nah Blogger, sudah saatnya mata kita terbuka untuk menyikapi persoalan semacam ini, bukan?
Inilah kisah sepiring nasi dan sepotong tempe, kisah ini seperti saya katakan sebelumnya, sederhana tapi sarat makna. Semoga bermanfaat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.