Langsung ke konten utama

Apakah Kamu Takut Mati?

Assalamu'alaikum, Blogger :)
Bagaimana kabarnya hari ini?
Semoga selalu sehat dan dalam lindungan Allah, aamiin :3

Anyway, postingan ini saya tulis melalui aplikasi di smartphone. Jadi kalau ternyata hasil tampilannya kurang keren, yah harap maklum :D baru pertama kali soalnya. Oh ya... Salam buat temen saya yang sudah rekomendasiin aplikasi beginian ya, (nih udah gue coba! Iya elu thanks! Simpel banget broh!) :D

Ok, mari kita ngobrolin sesuatu yang sangat krusial dalam hidup kita. Sesuatu yang sangat dekat dan mungkin kita sering abaikan. Apa itu? Kematian. Terinspirasi dari film dan buku paling keren, karangan Sufyan Fuad Baswedan dengan judul "Andai Si Mati Bisa Bicara", saya akan mengupas sedikit tentang hakikat 'Kematian' (kenapa cuma sedikit? Karna capek ngetiknya ya, silakan baca saja bukunya :3 hehe).

'Kematian' ... Sebuah kata yang tak asing terdengar di telinga kita. Kedatangannya tak pernah diragukan, namun sedikit sekali yang bersiap menyambutnya. Ialah tamu yang datang tanpa permisi dan masuk rumah tanpa basa basi. Ibarat anak panah yang melesat, ia semakin dekat dan dekat, hingga mencapai sasaran pada waktu dan tempat yang tepat (Baswedan, 2013).

Beberapa tahun yang lalu, mungkin sekitar akhir tahun 2011 atau awal tahun 2012, saya membaca buletin dengan judul yang sama milik teman saya. Kebetulan teman saya penggila buletin islami, maka saya iseng membaca beberapa judul. Dari sekian banyak judul, "Andai si Mati Bisa Bicara" inilah yang menjadi titik balik hidup saya. Menempatkan diri saya dalam posisi "si mati", membuat saya menangis tergugu, menyadari bahwa masih banyak sekali yang kurang di hidup saya. Masih sering terlena, hura hura, shalat sekenanya, malas mengkaji ilmu agama, dsb. Saya rasa Allah telah berbaik hati mengetuk pintu hati saya melalui rangkaian tulisan milik Baswedan. Maka dari tulisan itulah, saya memulai perjalanan hidup saya yang baru. Dari sebuah ketakutan akan kematian, lembaran baru pun mulai terbuka. Walau tertatih, insya Allah tetap istiqomah.

Beberapa tahun kemudian, layaknya sebuah handphone yang sudah lama tidak dicharge, dayanya mulai melemah. Mungkin begitu pula kondisi keimanan seseorang. Saya mengalami kemerosotan semangat. Hingga akhirnya saya menonton sedikit film Final Destination (cuma beberapa puluh menit yang menyiksa), saya mulai merasakan hal yang dulu pernah saya rasakan. Ketakukan akan kematian. Ada yang pernah nonton ini? Coba saja, mungkin kalian suka :D. Sebenarnya semua film yang baik pasti menyimpan banyak pesan moral, tergantung si penikmat film mau melihat dari sudut pandang mana. Di mata saya, film Final Destination sudah lebih dari cukup jadi referensi sebuah kematian yang tragis!. Di film juga digambarkan secara gamblang bagaimana kematian itu tidak bisa dihindari, mau lari kemana saja, mau dengan cara apa saja, kalau sudah waktunya ya hadapi. Seperti ditegaskan melalui firman Allah, "Setiap umat memiliki ajal. Jika ajal mereka tiba, mereka tidak bisa minta diakhirkan maupun disegerakan sesaat pun." (QS. Al A'raf : 34) dan "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh ..." (QS. An Nisa' : 78). Artinya, kalau sudah waktunya, kematian akan segera menjemput kita, tanpa bisa dicegah atau ditolak. Tanpa berbasa basi menanyakan mau atau tidak untuk dijemput.

Membicarakan kematian memang mudah. Semudah kita membicarakan rencana malam mingguan mau hang out kemana. Iya mudah.

"Apa kalian takut mati?"
Pertanyaan sederhana ini punya ratusan tanggapan. Tapi yang palingan dominan adalah tanggapan yang menurut kita paling wise dan elegant seperti ini, "Takut sih, tapi ya harus dihadapi. Semua kan pasti mati".
Dari sekian banyak orang yang saya ajak diskusi tentang kematian, sebagian besar jawabannya seperti ini. Hei, apa Anda juga berpikiran demikian? Berarti Anda orang kesekian-sekian yang menjawab demikian! Hehe.
Simpel kan pertanyaannya? Tanggapannya pun sama simpelnya. Tapi coba saja tanyakan lagi dengan diri Anda ketika Anda sedang sendirian. Tanyakan, dan tanggapi baik-baik. Pasti sensasinya berbeda. :p

Kalau saya? Iya TAKUT! Saya seringkali membayangkan bagaimana saya mati. Bagaimana Allah mengutus malaikatNya untuk menjemput saya. Apakah ketika saya sedang bermunajat padaNya? Atau jangan-jangan saat saya sedang menjauhiNya? Apakah sakit ketika roh saya dibawa pergi? Apakah malaikatnya nanti berwajah rupawan atau menyeramkan? Apakah ketika saya sedang sendiri? Atau bersama orang-orang yang saya sayangi? Kalau saya mati nanti, siapa yang memakai harta benda saya? Akan kemana semuanya? Disimpan? Disedekahkan? Atau terlantar? Siapa nanti yang memakai kamar saya? Adik? Kakak? Atau dibiarkan saja kosong? Diisi dengan kenangan yang memilukan? Kalau saya mati nanti, bagaimana keadaan keluarga saya? Baik-baik saja? Atau justru sangat berduka? Bagaimana dengan sahabat-sahabat saya? Biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa? Atau merasa kehilangan? Bagaimana dengan sekeliling saya? Oh pasti tidak banyak yang berubah. Saya bukan siapa-siapa disini. Ah, apa yang akan terjadi dengan sosial media saya? Apa banjir ucapan belasungkawa? Tapi untuk apa juga sih, tidak membantu. Atau jangan-jangan satu persatu 'teman' saya mulai unfollow, delete contact, blokir, unfriend? Tapi itupun tidak lagi penting. Masalahnya mungkin saja ada status atau foto yang mubajir, tidak penting, yang justru mengundang kemarahan Allah dan masih bisa diakses dengan leluasa bahkan setelah saya pergi. Ah iya, belum dihapus! Terus bagaimana? Bagaimana nanti orang-orang selepas saya pergi? Membicarakan saya? :( Dan..dan..dan masih banyak sekali kecemasan lainnya. Apa kalian pernah menanyakan hal yang sama? Pernah secemas ini? Kalau pernah, bersyukurlah, semoga kecemasan itu yang membuat kita berubah ke arah yang lebih baik. Kalau belum, maka ini saatnya untuk mulai cemas!

Kembali ke film Final Destination yang cukup membuat ulu hati nyeri. Dari film, kita memang disuguhkan pada kematian yang luar biasa memilukan. Melihat, menyaksikan, bagaimana daging terkoyak, darah berceceran hanya karena dihantam benda-benda menyeramkan. Disini saya semakin menyadari bahwa manusia (yang katanya paling hebat dan berkuasa di muka bumi ini) hanyalah rangka berjalan yang terbalut daging-daging empuk, dan beruntungnya Allah samarkan dengan kulit yang berlainan warnanya. Ah andai saja tidak ditutupi kulit, keadaan manusia akan sangat menyeramkan. Ya, kita ini hakikatnya hanya "daging-daging empuk" yang suatu saat bisa terluka, tergores karena bersentuhan dengan aspal keras atau benda-benda lainnya. Bisa koyak terkena benda tajam. Bisa hancur tak berbekas. Jadi...manusia yang selama ini hilir mudik memamerkan OOTDnya itu cuma daging-daging empuk loh! Daging yang riskan terluka, rentan sekali bersentuhan dengan benda tajam. Bayangkan dalam satu hari, berapa jutaan kemungkinan daging kita ini bisa terluka? Tapi nyatanya, selama satu hari penuh kita baik-baik saja! Padahal kita sudah kesana kemari, kesandung, nabrak meja, mainan pisau (masak maksudnya), mainan api (masak lagi ko) dan segala aktivitas yang berpeluang membuat kita luka. Lihat betapa Allah sudah melindungi kita si daging-daging empuk dari kemungkinan terluka. Masya Allah. Dan kita masih dengan pongahnya menyombongkan diri? Bahkan berani sekali menentang Allah? Menenggelamkan hukum Allah, mengganti dengan hukum abal-abal. Melupakan Allah dan hanya mengingatNya kala sedang jatuh terduduk? Astaghfirullahal'adzim. Segeralah kita memohon ampun pada Allah wahai para daging-daging empuk *eh. We are nothing.

Dan beginilah hakikat kematian itu. Sesuatu yang tidak mengenakan, menakutkan, tapi harus dihadapi sendirian. Mungkin tidak akan begini jadinya bagi mereka yang mempersiapkan kematiannya. Menyiapkan bekal, menyongsong kehidupan yang kekal lagi abadi. Kematian adalah hal yang justru dirindukan. Dan akan menjadi momok bagi mereka yang tidak punya bekal apa-apa. "Dia lah Yang menjadikan kematian dan kehidupan, untuk menguji siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (QS. Al Mulk : 2)

Ketika kita mati nanti. Kita akan terkekeh saja melihat kilasan diri kita di masa lalu. Kita menangis untuk hal-hal remeh temeh, bukan justru menangisi dosa. Kita rela saling menjegal saudara seiman kita hanya karena sebuah 'pangkat' dan 'status sosial'. Rela memakan riba demi hidup yang lebih mapan dan nyaman. Rela berpakaian yang menampakan kulit kita demi ribuan tatapan mata dan pujian yang melenakan. Rela menghabiskan masa muda kita demi kebebasan sesaat bersama narkoba, atas nama gengsi dan pengakuan. Rela menyia-nyiakan usia bersama teman yang salah. Semua tipu daya yang dibisikan setan dan kita ikuti dengan senang hati semasa hidup dulu. Sungguh dulu kita terperdaya.

Dan kini?
Kita masih hidup!
Ayo mari kita sungguh-sungguh menjalani sisa usia kita, sebelum semua kata tercekat di tenggorokan. Sebelum semua terlambat.

Baik. Saya rasa cukup sekian obrolan singkat kita :) semoga tulisan ini dapat membantu pemahaman kita tentang 'kematian'. Aamiin.

Untuk lebih lengkapnya, bisa baca saja buku karangan Baswedan ya (ngga endorse buku ko *kalem*)
Sekian semoga bermanfaat :)

Apakah Kamu Takut Mati?
Jawab ini dalam sunyinya sepertiga malam :')


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.