Langsung ke konten utama

Believe

Bismillah. Percaya rencana Allah.

Siang ini selepas dzuhur, pakde dilarikan ke rumah sakit karena pingsan. Aku membayangkan mencari beliau di kamar inap, mencari tiap ruang, menelusuri nama nama ruangan dan tersesat seperti biasanya.

Nyatanya, sesampainya di rumah sakit, beliau masih di ruang tindakan di IGD. Lagi lagi di bayanganku, pakdeku cuma sedang dipasangi infus dan gelang pengenal seperti biasa. Tapi tindakan dokter untuk beliau ternyata lebih serius dari dugaanku. Harus pakai kejut jantung. Masya Allah.

Berkali kali ku dengar dari balik tirai, dokter dan perawatnya bergumam. Mungkin sekitar 20 menit, tak kunjung disingkap tirainya. Kami tak bisa melakukan apapun selain memanjatkan doa pada Allah. Aku pun menelpon keluarga besar, meminta mereka menghampiri kemari. Perawatnya sempat memberitahukan pada kami "jantungnya sudah lemah bu, kami sudah coba berkali kali. Doanya aja ya". Bude ku hanya diam kebingungan. Aku pun bingung harus melakukan apa.

Namun tak lama kemudian, perawat mengatakan pada kami kalau pakdeku sudah tidak ada. Masya Allah. RencanaMu ya Allah.

Aku beranikan diri mendekatinya. Kakinya sudah putih pucat. Wajahnya pun memucat. Para perawat rupanya sudah mengikat tali di jemari beliau dan di wajahnya.

Budeku menangis mengusap dada almarhum pakde. Ibuku sibuk menangis di belakang. Aku tak sampai hati memeluk jasad beliau. Aku takut tangisanku tumpah.

Semua terlalu mendadak, Rabbi.

Bingung. Sedih.

Seolah kami tidak diberikan kesempatan untuk berduka. Kami harus segera mempersiapkan pemakamannya. Waktunya tidak banyak.

Kami segera pulang, mempersiapkan rumah untuk menyambut jasad beliau. Mencari daun pandan, kapur barus dan sebagainya. Sungguh tidak sempat duduk menangisi jasad pakdeku. Semua sibuk.

Sampai akhirnya kami punya waktu untuk duduk. Membacakan Yasin. Membacakan surah Ibrahim.

Hujan turun begitu lebat.

Sambil ku baca surah itu, aku tertunduk malu.

Apakah harus diberi ujian dulu baru introspeksi diri?
Apakah harus Allah menegur dulu, baru bisa mengaji berlembar lembar?
Baru teringat pada dosa dosa selama ini.

Rabbi, kami malu.
Kami mohon maaf dan mohon ampun atas kealpaan kami.
Kami salah ya Rabb. Kami keluarga besar ini banyak lalai. Selama ramadhan ini kami terlalu sibuk mengurusi dunia yang tak ada habisnya. Baru kali ini kami duduk bersimpuh memohon belas kasihMu.
Ya Allah. Sungguh kami ini hina.

Benar kata Hasan Al Bashri rahimahullah. Seandainya kami dapat melihat malaikat Izrail. Kami mungkin tak lagi menangisi jenazah di hadapan kami ini. Kami justru menangisi diri ini, yang mungkin tak lama lagi akan dijemput. Sementara amal kami tak cukup.

Hasan al Bashri berkata:
"Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sebentar, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian. Niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut dan mulai menangisi diri kalian sendiri".

Maka sudah sepantasnya lah kami menangis ya Allah. Menangisi diri kami yang bergelimang dosa.

Aku melihat orang orang menyiapkan kain kafan. Tipis dan kasar bahannya. Masya Allah. Sementara semasa kami hidup, sibuk mencari pakaian yang bahannya lembut selembut sutra. Namun kini, satu satunya kain yang membungkus kami hanya kain kasar seperti ini ya Allah.

Ya Allah. Inikah kehinaan dunia yang Kau tampakkan pada kami?
Kenapa sibuk mengumpulkan harta yang tak dibawa mati?
Kenapa sibuk membangun bangunan megah mewah bila akhirnya berselimutkan tanah dingin?

Allah. Sungguh tamparan yang keras bagi kami.

Entah apakah ini harus disyukuri atau tidak. Tapi ini sedikit melegakan kami. Pakde berpulang di bulan baik, insya Allah tanpa sakit. Alhamdulillah badan pakde masih seperti sebelumnya, tanpa perlu ada luka atau memar. Pakde pun tadi berpuasa.

Ya Allah. Kasihanilah kami. Laillahailla anta subhanaka inni kuntu minadzalimin.

Allah...aku percaya takdirMu baik bagi kami.

Allohummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wawassi’ mudkholahu waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barod. Wa naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danas. Wa abdilhu daaron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa zaujan khoiron min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzhu min ‘adzaabin qobri au min ‘adzaabin naar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.