Langsung ke konten utama

Bibik Penjual Kue

Bismillah...

Pelajaran hari ini didapat dari bibik yang jualan kue di sekitar rumah.

Pelajaran untuk lebih mensyukuri nikmat. Secapek capeknya kerja jadi guru, capek lagi kerja jadi bibik jual kue.

Kalau lagi sakit atau ada acara keluarga, masih bisa ijin di kantor, dan alhamdulillahnya gaji tetap jalan. Tapi kalau jualan kue, misal hari ini sakit dan nggak mampu jualan, ya nggak dapat uang.

Sepanas panasnya terik matahari di lapangan, cuman bakal aku rasain kalau kebetulan hari itu kelasku di seberang kantor. Dan sedingin dinginnya air hujan, cuman akan bikin kedinginan dan kebasahan sebentar, itu juga kalau misalnya aku harus ke kelas yang jauh dikit.
Lain cerita kalau aku jualan kue, mau panas mau hujan, tetep bakal dijalanin sampai sore. Sampai kuenya abis.

Kadang kalau harus ngajar ke kelas ujung, yang jujur lumayan capek, apalagi kondisi pake sepatu tinggi. Tapi masih bisa diakali dengan ngelepas sepatu dan pake sendal (jarang dilakukan karena melanggar SOP keanggunan) hahaa. Cuman rasa capeknya pasti nggak seberapa dibanding bibik yang jualan kue, yang mesti jalan kaki sejauh jauhnya sambil bawa nampan besar di kepala dan nenteng keranjang di tangan.

Kaki aku pernah agak melepuh dikit karena pakai sepatu kelamaan dan harus jalan kesana kemari. Tapi ternyata ya sangat sepele banget kalau harus dibandingkan dengan lecetnya kaki bibik tadi. Beliau nggak pake sepatu malah, pakenya sendal.

Dan seserak seraknya suaraku plus sakit tenggorokan karena harus ngejelasin materi pelajaran, apalagi kalau kelasnya ruame kayak orang lagi bagi bagi raskin, yang membuat suaraku makin tinggi. Kurasa masih bisa diobatin dengan minum air anget banyak banyak. Sementara si bibik, aku nggak bisa bayangin gimana capeknya ngejajain kue pake teriak teriak segala.

Dan di akhir perbandingan, kalaupun harus membandingkan pendapatan. Mungkin gaji aku dengan semua tenaga yang harus aku keluarkan dan penghasilan bibik dengan semua perjuangannya, pastilah ada perbedaan yang agak besar.

Terus, masihkah harus ngeluh wahai aku yang suka ngeluh? :(

***

Waktu tadi pas aku liat bibik lewat, aku sedih. Sedih juga bayangin semua orang dengan pekerjaan yang luar biasanya. Kayak buruh bangunan, tukang kayu, tukang jahit keliling, tukang sapu, tukang gali gorong gorong, dan another tukang tukang yang pendapatannya nggak seberapa, tapi lelahnya nggak terkira.

Dunia ini penuh lara kan?

Demi uang, demi dapur yang berasap, demi perut perut kenyang, semua orang sanggup menjadi apa saja. Mungkin kalaupun harus ditanya suka apa nggak ngejalaninnya, mereka bakal bilang nggak. Tapi ya mereka nggak punya pilihan, kan?

Kadang saat liat di sosial media, ada kakek kakek udah sepuh banget jualan mainan atau jualan kerupuk, hati aku juga terenyuh. Subhanallah dunia.

Beruntungnya, kita dan mereka semua itu masih punya Allah, sebaik baik tempat bergantung. Aku yakin, mereka tetap kuat ngejalanin terjalnya kehidupan ya berkat keyakinan mereka pada Allah. Bahwa semua akan segera baik baik saja. Kalaupun nggak baik di dunia, insya Allah akan baik di kampung akhirat kelak.

Sungguh hatiku terluka kalau denger ada orang yang nggak bersyukur dengan apa yang mereka jalani. Misal kemarin ada alumni yang ke sekolahan ngambil ijazah, terus ku tanya "berapa penghasilannya?", mereka bilang "cuma sejuta lima ratus bu". Astaghfirullah. Penempatan satu kata 'cuma' yang sangat nggak tepat. Ingin rasanya ku maki maki. Atau yang belakangan lagi viral di sosmed, tagar #gaji8juta. Menjadi viral berkat IG stori seorang lulusan UI yang nggak mau digaji 8 juta, karena terlalu rendah buat dia. Membuat aku yang masih bergaji dibawah UMR jadi mengelus perut.

Masya Allah.
Dunia ini memang penuh sawang sinawang (saling memandang) yang membuat beberapa orang menjadi nggak bersyukur, dan beberapa sisanya menjadi pribadi yang selalu berterima kasih.
Berbahagialah mereka yang selalu berterima kasih atas pemberian Tuhannya dan menikmati dunia ini dengan baik.

Dunia itu kalau mau kita cari cacatnya, banyak. Hidup kita pun kalau mau kita kupas dukanya juga banyak. Tapi mau sampai kapan menjalani hidup seperti itu?

Selama kita sudah berusaha melakukan yang terbaik, semampu kita, maka sisanya serahkan pada Allah. Allah tuh cuma pengen liat perjuangan kita. Apapun yang kemudian kita dapatkan, bawa happy aja. Enjoy. Nikmati. Ok?

Sekian. Semoga bermanfaat dan bisa diambil pelajarannya ya.

Ps: Get well very soon my Kukun❤ syafakallah. Hehe
Kucing yang dua harian ini manja banget, ternyata lagi nggak enak badan. Doain ya~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.