Langsung ke konten utama

Dialog Sama Anak Anak #2

Bismillahirrahmanirrahim...

Lanjutan postingan kemaren.

Setelah aku ngubek ngubek isi Facebook-ku, ternyata nggak semua cerita ada disana. Maka di dialog berikut, ada beberapa yang nggak akan kalian temukan di halaman Facebook-ku. Selamat menikmati aja, moga ada manfaatnya❤

Awal semester ganjil 2018.
"Kamu udah bosen sekolah kah?" Begitu bunyi pesan singkatku kepada salah seorang anak didikku.
Sudah hari ketiga di awal semester ganjil, tapi belum muncul juga anaknya di sekolah. Sebenarnya sebelum libur dia sudah ijin, mau kerja selama 10 hari. Tapi ini udah kelebihan. Masalahnya kalau dia nggak masuk masuk, yang dibunuh kepala sekolah ya aku lah, wali kelasnya.
"Iya bu, nanti hari jumat saya baru masuk sekolah" balasnya.
"Ya, nanti ke kantor ibu dulu temuin ibu" jawabku.
Hari jumatnya, dia akhirnya hadir menemui aku di kantor. Penampilanya agak kusut.
"Ini, Bu" dia menyerahkan uang seratus ribuan untuk bayar komite. Kalau nggak salah, sekitar empat ratus ribu.
"Kenapa lama banget sih kerjanya?" Aku mengeluh.
"Iya bu, agak lama..." dia garuk garuk kepala sambil senyum takut. (Eh gimana sih senyum takut tuh? Tapi anak anak tau aja pasti ekspresinya. Hihi) "...Kan kerjanya jauh bu, jadi dijemput abang dulu ke Sampit, baru kesana. Ini tadi pagi juga baru sampai" sambungnya.
"Hah jam berapa?"
"Jam 2 subuh tadi bu"
Aku langsung empati dong ya. Jam 2 tadi barusan sampai, terus paginya langsung sekolah. Tapi ya aku bisa apa, namanya juga dunia. Beginilah dunia bekerja.
"Terus digaji berapa?"
"Ya ini bu, empat ratus" katanya masih sambil senyum takut.
"Kamu sekarang bawa uang nggak?"
"Nggak bu"
"Gimana ntar makannya?"
"Nggak papa bu, bisa aja"
Bisa apanya sih? Gimana bisa makan nggak bawa uang? Yakali temennya kaya raya dan royal. Tapi lucu jawabannya. Anak anak mah kadang gitu. Pura pura kuat dan tenang. Ya sengeselinnya mereka, kadang mereka punya cerita pilu yang mereka simpan rapat rapat sendiri. Dan sok kuat sendirian. Padahal mereka perlu dikuatkan.

2018
September.
Suatu hari di kelas. Menjelang menit menit pulang sekolah.

Aku lagi dialog santai sama anak anak, menunggu lonceng pulang. Tiba tiba perhatianku tertuju pada seorang anak yang berberes dan mengenakan jaketnya. Sudah siap mau pulang.
Kemudian ku tanya, (sebut saja Budi) "Budi kok udah beres beres?"
Si Budi persis kayak maling ayam yang ketangkap basah.
"Kamu mau kemana?" Selidikku.
"Eh...nggak bu. Hehe" Budi melepas jaketnya.
"Mau pulang ya?"
"Nggak kok, Bu"
"Oh. Nggak mau pulang?"
"Iya...eh" bingung dong si Budi.
"Bener ya nggak mau pulang?"
Si Budi cuma cengengesan salting.

2019
9 Agustus
Jam 10.00.
45 menit lagi pulang.
Aku nulis latihan soal di papan tulis.
"Ini PRnya ya"
"Bu katanya K13 nggak ada PR?" Tanya salah satu anak yang nggak lucu di ujung.
"Bukan K13 kali, tapi fullday school-nya yg disarankan nggak ada PR?" Aku mengoreksi.
"Oh ya itu"
"Mau nggak ada PR kah?"
"Eh nggak papa ja bu. Aduh kalian nih ngeluh terus" kata anak lain marahin temennya.
"Nggak papa aja kalau nggak mau PR" kataku.
Anak anak saling menyikut.
"Kalau nggak mau PR, ya selesaikan aja latihannya hari ini juga."
"Eh iya bu. PR aja"

(Masalahnya, walau sisa waktu 45 menit, dan soal cuman 10. Proses nyalin soal, buka buka kamus, plus ketawa haha hihi-nya aja udah setengah jam)

20 Agustus
Belajar di kelas X Boga, baru ingat ada peer dan aku belum ngerjain. Fyi, nggak ada buku pegangan guru, yang artinya kalau aku ngasih peer dari buku, aku juga harus nyari jawabannya sendiri. Kemudian aku super gercep ngerjain di depan kelas (meja guru). Karena aku nggak mungkin mengoreksi pekerjaan mereka yang banyak itu, yaudah koreksinya sama sama di kelas. Sambil anak anak maju gantian ngerjain, aku juga nyoret nyoret di kertas.
Berhubung aku nggak punya kertas coretan, aku pakai aja amplop surat ijin siswa di atas meja, sampai penuh tuh amplop.
"Bu, ini ada kertas" kata ketua kelas yang kebetulan duduk di depanku. Ia menyodorkan selembar kertas kosong.
"Buat apa?"
"Buat ibu nyoret nyoret" katanya kalem. Mungkin dia sedari tadi memperhatikan aku yang makai amplop surat kali. Terus dia kasihan. Wkwk
"Oh nggak apa, nggak usah" aku menolak halus. Nggak enak lah makai kertas anak anak.
"Ini dari Niko bu" dia menunjuk teman sebangkunya. Entah memang benar dari Niko, atau dia aja yang sok gengsi mengakui kalau itu memang dari dia.
"Oya, terimakasih Niko" sahutku tidak terlalu antusias. Aku masih fokus memperhatikan beberapa nomor yang belum selesai ku kerjakan.
"Lain bu, dari Riza" Niko menyela "kamu jangan bawa bawa namaku" katanya sambil memarahi si ketua kelas.
"Jadi dari siapa nih?"
"Riza bu" tegas Niko.
Kemudian mereka masih berantem di mejanya. Sampai ku dengar si ketua kelas alias Riza itu bertanya pelan pada Niko "terus kertasnya buat apa?" Ia masih memegang kertas yang mau diberikan padaku tadi.
Aku akhirnya mikir ya, kasian juga kalau nggak diterima. Karena sudah dirobekkan buat aku. Mungkin seharusnya ku terima.
Jadilah aku menghampiri. Sepertinya perlu untuk menerima selembar kertas itu. Demi menghargai kebaikannya. Aku mengulurkan tangan meminta kertas tadi dari ketua kelas. "Trims ya"
"Iya bu"
Hihi

20 Agustus
Masih di kelas yang sama dengan anak yang sama pula.
"Eh kok namaku nggak dipanggil ya?" Tanya Riza pelan kepada Niko.
Ya Allah bener deh, kelakuan dan bisik bisiknya Riza sungguh bikin nggak fokus.
Di tengah pelajaran, aku memeriksa kehadiran siswa dengan memanggil mereka satu satu. Aslinya, itu beneran gimmick. Mengecek presensi dengan memanggil anak anak itu buang buang waktu. Mendingan nanya "Siapa yang nggak hadir today? Apa alasannya?" Beres. Tapi ya, ini rahasia kita aja deh. Aku tuh kalau udah ngecek nama satu satu gitu, berarti ada anak yang aku blacklist karena jadi trouble maker di kelas, sayangnya aku nggak tau namanya. Cara alusnya, aku panggilin aja, ku bilang ini absen. Aslinya mah pengen tau siapa anak yang bikin kesel, terus di daftar absen punyaku, ku kasih tanda merah. Makanya, nggak semua ku panggilin. Yang aku udah tau namanya, ya nggak ku panggil.
Kemudian si ketua kelas tadi bertanya tanyalah pada tetangga sebelahnya, padahal juga tetangganya nggak ku panggil. Banyak juga sih yang nggak dipanggil.
Dan mungkin karena Riza sepengen itu dipanggil, akhirnya menjawab bisik bisiknya dia sama Niko tadi, ku panggil juga tu anak, "iya, Riza?"
Dia langsung hepi, "hadir, Bu!"
Kayaknya si Riza ini titisannya si 'Morning, Bu'. Sama sama suka diperhatiin dan nyari perhatian terang terangan. Nggak apa, yang penting pinter nurut sopan lucu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.