Langsung ke konten utama

Too Good to be True 2

Buah naga-ku sudah habis bersih, hanya air putihku yang tersisa setengah gelas.

***

Beberapa bulan setelahnya, senin di akhir bulan januari. Mestinya turun salju saat itu, untuk setidaknya membuat wajahku lembap dan sehat.
Aku duduk kelelahan di koridor, bermandikan panas matahari pagi menjelang siang. Jangan tanya bagaimana penampilanku, mandi bunga saja tidak cukup membantu, apalagi aku kala itu yang baru saja selesai melaksanakan tugasku.

Datanglah pemuda tadi, yang tak lagi mengenakan pakaian biru mudanya, berjalan ke arahku -maksudku berjalan ke arah pintu di belakangku-.
Bisa-bisanya dia hadir tanpa perasaan bersalah di jam siang itu. Seharusnya dia datang pagi-pagi, saat aku baru sampai dan masih ada aroma sabun mandi yang melekat di badanku. Pemuda itu selalu saja menemukan aku di saat saat terburukku.

Ku sapa sekenanya, karena aku ramah. Kemudian aku berlalu, karena aku sibuk. Sedihnya.
Aku harus mengerjakan sebuah tugas yang menyita energi di ruangan tanpa ventilasi. Ruangannya di ujung dunia. Jauh. Cukup jauh dari tempat pemuda tadi mungkin menghabiskan waktu.

Setelah hampir satu jam, aku keluar ruangan panas itu dan bergegas kembali ke ruanganku nun jauh disana. Aku mendengar lamat lamat suara masjid, menjelang dzuhur. Sambil melepas kacamata, aku mencari sepatuku yang terhambur di teras.

Bagian terbaik dan terburuknya harus ku hadapi beberapa menit setelah aku mengenakan sepatu.
Pemuda tadi sedang duduk manis di sebuah kursi panjang tak jauh dari tempatku berdiri. Itu bagian terbaiknya. Dia masih belum pulang. Dan...bagian terburuknya adalah, aku baru ingat di wajahku pasti ada bekas kacamata yang barusan ku lepas!

Terpaksa ku sapa, ya karena aku ramah, kan?

"Kenapa masih disini?" tanyaku basa basi
Pemuda tadi berdiri dan menjawab ia sedang menungguku. Maaf? Menungguku!
Kenapa sih semua laki-laki selalu mengatakan hal seperti ini?
Aku berlalu saja, mengabaikan. Karena aku kan bukan Raline Shah :') tidak perlu ada yang menunggu :(

Tanpa ku sadari, ia membersamai. Aku terhenti akhirnya. Dan memastikan apakah ia sungguhan menunggu aku?

"Iya"

Iya, katanya :(

"Kenapa?" tanyaku

Pemuda tadi mengatakan bahwa ia ingin meminta kontak-ku. Ya Tuhan, kenapa Engkau memberikan kejutan yang bahkan tidak terbayangkan sama sekali seperti ini?

Aku pernah membayangkan menjadi kaya, menjadi terkenal, menjadi dokter, tapi, membayangkan hal seperti ini? Sama sekali tidak! Bahkan bermimpi pun tidak pernah. Aku cukup tau diri untuk bercermin, hal hal seperti ini hanya ada di bacaan Wattpad saja. Tidak mungkin nyata.

Tapi kini, hal itu terjadi padaku. Aku merasa masuk dalam dunia per-teenlit-an, dimana aku menjadi karakter utamanya. Si nerd yang kagum pada teman sebangku atau kakak kelas yang punya banyak fans... Oh maaf sepertinya analogi kita agak jauh ya.

Aku bingung harus bersikap selain kikuk dan bertindak bodoh.

Dan tidak perlu waktu lama, satu pesan Whataspp pemuda tadi mendarat dengan sempurna di ponselku dan telah ku screenshot dengan sempurna juga. Ups

Too good to be true, terlalu manis untuk menjadi kenyataan dalam hidupku.

***

Dan memang karena terlalu manis itulah, Tuhan mulai memaksa aku belajar ilmu ikhlas :)
Tidak baik terlalu banyak manis, kan?

Pemuda yang awalnya mungkin salah makan lalu tersesat dalam kegelapan, mulai dibimbing Tuhan menuju cahayaNya. Hehe
Pemuda itu berlalu dalam sebentuk tanda tanya.

Ia pergi, dalam diamnya.
Sebagaimana ia menyimpan teka-teki atas kehadirannya dalam hidupku, kepergiannya pun menyisakan banyak pertanyaan.
Namun aku tak punya hak berbicara dengannya, aku juga tidak tau apakah ada hal yang perlu ku perbaiki agar ia tidak pergi. 
Kepergiannya ku ikhlaskan, kehadirannya ku syukuri.

Harapanku masih tidak berubah, dia tidak perlu menyukaiku, hanya semoga dia tidak membenciku

***

Ada banyak hal yang ku simpan darinya, yang memang ia tidak perlu tau.
Untuk apa?

Seperti yang ku katakan sebelumnya, jarak Indonesia-Amerika masih bisa ditempuh dalam satu hari perjalanan, tapi jarakku dan pemuda ini jauh, tidak akan bisa ditempuh, kecuali oleh keajaiban.
Dia mungkin tidak tau, tidak menyadarinya, namun aku semestinya yang lebih tau.
Warna pakaianku, dan pakaiannya adalah jarak.

***

Andaikan waktu bisa terulang kembali, aku tetap tidak akan mengatakan atau berbuat sesuatu. Karena tidak ada yang perlu diperbaiki, memang beginilah jalannya. Beginilah seharusnya yang terjadi diantara aku dan pemuda biru muda itu.

Bahkan berada di titik ini, bisa mendengarkan sedikit cerita hidupnya, bisa mengatakan beberapa hal untuknya, bisa berada dalam satu frame dengannya, adalah sebuah hal tergila yang tidak pernah melintas di pikiranku sebelumnya.

Aku bersyukur pada Tuhan, untuk kenangan ini.
Tidak semua orang memilikinya.

Aku akan menuliskan satu pesan singkat untuk pemuda kita ini, tak apa, tak ada maksud apa apa, hanya ingin mengutarakan saja. Toh dia tidak akan membacanya.

***

Sebelum januari itu, hariku kelabu. Mungkin kamu mengetahuinya dari tulisanku.
Aku sakit, dan bisa kembali beraktifitas menjadi suatu hal yang awalnya ku ragukan. Karena ku kira aku tidak akan pulih.
Jadi aku bersyukur ada di tempat itu dalam kondisi setengah sehatku, yang kemudian aku bertemu denganmu.

Aku sakit, selama berbulan bulan, itulah aku dan kelemahanku.
Aku bahkan tidak lagi berdoa untuk bisa melihat matahari di hari esok, selama aku malam ini bisa tidur nyenyak saja, aku sudah sangat berterimakasih.

Aku berdoa, agar kepergianku baik dan dimudahkan. Ku pikir aku akan segera menemui ajalku.

Hingga akhirnya aku bertemu kamu,
Kamu dan semua hal hal remeh temeh yang kamu lakukan padaku, 
ternyata berhasil membuatku tersenyum.

Begitulah Tuhanku, menghadirkanmu agar aku bisa segera pulih.
Aku tidak mau kamu melihat sisi lemahku, maka aku berusaha tampil baik dan kuat di depanmu.
Aku menyembunyikan semua kurangku, aku ingin kamu melihat diriku yang baik baik saja.

Dan sejak hari aku bertemu denganmu di akhir januari itu, aku berdoa agar aku bisa segera pulih dan bisa hidup esok hari.
Perasaan ini sudah ku tuliskan dalam tulisan berjudul Faith and Hope, tapi kurasa kamu tidak memahami maksudnya ketika itu.

Tidak ada yang ingin ku katakan kepadamu selain terima kasih dan maaf.
Terima kasih telah membuatku kuat, terima kasih telah membuatku bahagia, terima kasih telah mengajarkan kepadaku bahwa bahagia itu sederhana. Sesederhana foto bulan yang kamu bagikan tepat setelah story WA ku. Sesederhana story IG-mu yang kamu bagikan, saat hanya ada aku saja pengikutmu.
Ketahuilah bahwa story IG-mu telah ku hidupkan notifikasinya.
Sungguh kekanak-kanakan sekali bukan?

Terima kasih untuk semua hal baik yang kamu lakukan padaku, juga untuk kamu yang rela shalat maghrib di sekitar rumahku, aku sangat menghargai semuanya.

Aku, akhirnya menyukaimu.
Dan karena itulah, aku menahan diri untuk tidak mengatakan atau melakukan apapun.

Aku tidak ingin kamu terjebak dalam hidupku, yang penuh luka.

Kamu adalah pemuda yang ceria, aku tidak ingin kamu terseret dalam kotak pandoraku.
Karena semakin kamu masuk dalam hidupku, aku takut kamu tidak bisa bahagia lagi.

Dan justru karena aku menyukaimu, aku membuatmu pergi.
Aku tidak ingin kamu melihat sisi gelapku, aku hanyalah seseorang yang punya banyak cacat,
Aku ingin kamu mengenangku sebagai seseorang yang sempurna...seperti tatapanmu padaku sebelumnya

Apakah kamu ingat, hari ketika aku keluar dari ruanganmu, dan kamu menyusul di belakangku?
Seharusnya kamu menghentikanku, tapi kamu terlalu pemalu,
Kamu tetap membiarkanku berjalan di depanmu, di saat kamu kesulitan ingin membuatku berbalik.

Apakah kamu tau, berapa kali aku menahan diriku untuk tidak menunjukkan diriku yang sebenarnya?
Maaf untuk sekat yang ku buat
Aku tidak ingin kamu mengenang apapun dariku,

Banyak tulisan yang ku buat untukmu, aku tau itu tidak akan mengubah apapun.
Tapi ketahuilah, bahwa kamu sangat penting dalam hidupku, dan aku tidak pernah berbohong dalam tulisanku ini.
Aku mungkin tidak jujur tentang perasaanku, yang ku katakan padamu di sabtu pagi itu.
Tapi semua yang ku katakan disini adalah perasaanku yang sebenarnya.

Aku tidak menyesal telah mengatakan kebohongan padamu pagi itu,
aku hanya menyesal karena tidak memiliki kesempatan minum kopi bersamamu.
Apakah akan ada kesempatan itu?
Dan apakah setelah minum kopi itu, semuanya bisa berubah?
Entah

Waktu terus berlalu, aku masih teringat keterkejutanmu saat kita berbincang tentang hari lahirku.
Kemudian bagaimana kita seperti punya kesamaan karena sama-sama belajar tahsin.
Sial. Aku teringat semua ini lagi
Aku yakin kamu sudah lupa semuanya kan?

Dan kini aku yang terseret dalam lingkaran ini.

Sudah pukul 11.13 malam, aku harus pamit.
Tidakkah kamu ingin mengatakan sesuatu padaku?
:)
Tapi nanti aku semakin menyukaimu, :(

Kamu tau kan dimana menemukanku?
Aku belum beranjak, masih di tempat yang sama.

Aku akan beranjak ketika waktunya tiba, tidak perlu khawatir. Aku tau kapan harus menutup cerita ini.

Selamat berakhir pekan, pemuda biru mudaku yang tampan :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.