Langsung ke konten utama

Paska Ujian Kompre

Bismillah... telah menyelesaikan ujian komprehensif selama tiga puluh menit dengan baik. You are really doing fine! :)

Setelah menerjang badai di akhir desember sampai pertengahan maret, yang ternyata masih menyisakan hujan lebat hingga bulan mei kemarin, aku sungguh basah kuyup dan kedinginan. Tapi aku bertahan, bahkan dengan kekuatanku yang tidak seberapa, aku memberanikan diri ikut PPG. Masya Allah. Kalau diingat-ingat, kuasa Allah sangat besar padaku :')
Perjalanan yang sangat sangat tidak mudah.

Hm...sekian intronya ya. Hihi. 

***

Anyway, sebelum ujian komprehensif hari ini, selasa malamnya temen temen di grup kim A ada beberapa yang bermaaf-maafan. Disitulah aku mulai sedih juga. Karena aku baru pertama kali menjalani pendidikan ini (dan ku rasa semua orang juga menjalani yang pertama dan terakhir kalinya), aku clueless untuk tau setelah ini tahapannya apa, setelah ini bagaimana, dll. Tapi sepertinya setelah ini ya kami akan pe-pe-el dan bakal masuk di kelompok yang lebih kecil dan mungkin tidak lama akan terpisah lagi.

Jadi, ijinkan aku menuliskan sedikit kesan kesanku mengenai sembilan guru hebat yang bersama denganku di kelompok kim A itu.
Walau waktu yang kami habiskan memang tidak sampai tahunan, tapi sangat intens jadi cukup membekas untuk dikenang disini. Hehe.

Yang pertama tentu pak Ghofir. Guru dari Malang, yang masya Allah sepertinya seorang manusia gifted. Hehe.
Satu satunya bapak bapak yang harus dipaksa sabar, legowo, dan banyak ngalah. Tersebab sembilan rekannya adalah ibu ibu yang "ibu ibu".
Diantara semua keterpanaanku pada cara kerjanya, aku benar benar merasa amazed saat melihat modul ajarnya yang, wau ternyata modul ajar bisa estetik gini tampilannya. Tapi di saat yang bersamaan aku juga sebel karena beliau tampil setelahku, setelah aku menampilkan modul ajar dan pernak pernikku yang sangat mengedepankan keminimalisan alias pucet pasi! Jadi sangat jauh sekali perbedaannya. Tapi nggak papa. Aku juga orangnya legowo seperti pak Ghofir. Jadi aku NGGAK PAPA (padahal dalam hati iri).

Yang kedua, bu Febri. Si guru SD di daerah Jakarta. Pintar masya Allah dan agak ambis nan perfectsionis. Hehe. Tapi itu normal. Semua orang pasti ambis dan ingin menampilkan yang sempurna. Aku juga.
Bu Febri ini punya toddler dua dan sambil kuliah PGSD lagi. Masya Allah salut pisan.
Aku nggak bisa membayangkan bagaimana hecticnya beliau menjalani hari. Tapi Allah seMaha Adil itu. Allah titipkan kesibukan itu dan beliau mampu menjalaninya.
Saking pintarnya beliau, aku seringkali ingin menangis tiap lihat hasil kerjanya yang tidak bisa ku tiru. Hasil kerjanya yang selalu dibilang lugu dan polos, padahal berbobot! Hehe
Makasih ya bu sudah menerima uluran tangan imutku, di hari pertama kita zoom ibu ku suruh bikin wa grup. Dan kita mulai sering ngobrol ngalor ngidul setelahnya. Ibu yang tau bagaimana keadaan saya dalam waktu yang sesingkat itu, tapi bisa comfort-in saya, bisa menguatkan saya melewati ini, ibu yang cukup tau bagaimana struggle-nya saya. Huhu. Thanks a lot lah.

Ketiga, ada ibu Markisni, si "siswa aktif" dari Aceh.
Sejak awal bergabung di zoom PPG. Jujur aku sangat tertarik sama zoom beliau. Makasih ya bu. Hihi. Karena kocak banget. Menghibur. Ada satu waktu ku lihat beliau senderan hampir tertidur, di waktu yang lain beliau sedang menutup mulutnya dengan kedua tangan yang ternyata sedang makan! Bu, harusnya ibu mah kalau mau makan kepalanya agak dimiringin dikit aja, jadi nggak harus tutup mulut pake tangan bu, soale saya selalu gitu bu! Makanya di peer teaching-nya bu Purwati saya ngaduin Melda yang kagak kerja. Padahal tu saya aslinya lagi sarapan.
Ada juga momen dimana beliau menerapkan virtual background tapi-tapi-tapi wajah beliau hilang, kadang juga bagian bibirnya terkena background sehingga seperti sedang menggunakan lipstik hitam. Ya Allah lucu. Beliau bener bener obat suntuk zoom-ku. Kalau aku lelah, aku pasti mantengin zoom beliau.
Jadi ketika pembagian kelompok kecil kemarin dan aku sekelompok sama bu Markisni, wah senangnya!

Keempat ada ibu Erni guru dari Riau, bu Erni yang sinyalnya selalu ilang apalagi kalau hari sabtu, katanya. Bu Erni walau jarang aktif di grup WA, atau di ruang zoom, tapi kerjaannya nggak kaleng-kaleng. Tetap bagus dan masya Allah. Padahal lagi hamil, tapi semangat menjalani perkuliahan yang menguras waktu dan tenaga. Hal yang selalu aku perhatikan dari zoom-nya bu Erni adalah kehadiran laki-laki yang selalu muncul di awal zoom. Siapa itu bu? Siapa??

Kelima ada bu Noor yang ngajar di Kalimantan Timur daerah WITA. Sama juga kayak bu Erni lagi menunggu kelahiran buah hatinya. Tapi bedanya bu Noor lebih sering nampak di grup WA, lebih sering muncul juga di ruang zoom. Walau zoomnya bu Noor gelap gulita, bu tolong atuh diidupin lampunya. Tapi nggak apa deh zoom ibu gelap, asal nanti rekening ibu terang benderang, apalagi kalau tunjangannya sudah cair. Wau. Terang seperti hati dan jiwaku yang ceria ini. Aamiin

Keenam bu Maria yang sangat disiplin masuk zoom. Abis tiap aku baru buka ruang zoom kuliah pasti ada bu Maria, besoknya ada lagi, besoknya besoknya dan besoknya. Jam berapa sih bu Maria masuk bu?
Karena bu Maria dari NTT, semangat kali mengajarnya bu.
Tapi saya minta maaf ya bu, dulu pernah ibu wa saya waktu masih awal kuliah, tapi saya ketiduran nggak kebales. Miane bu.

Ketujuh ada bu Melda, guru muda dari Riau. Usia kita nggak beda jauh kan, bu? Ibu 92 ya? 
Aku suka denger logat ibu lo kalau lagi presentasi. Kapan kapan bismillah jadi moderator ya bu Melda :3
Bu Melda kalau aku pantengin tiap hari rapi bener penampilannya, sangat beda sama aku yang alakadarnya. Pake kerudung nggak proper, terus nggak pake make up juga, terus pernah dua tiga kali kuliah zoom aku nggak mandi. Hihih. Sangat nggak serapi bu Melda. Soalnya kalau pake kerudung kayak bu Melda mah perlu effort. Aku aja kuliah jam 8 pagi, kadang 7.45nya baru bangun.  

Kedelapan ibu Purwati dari Martapura, karena ada bu Purwati rasanya ada temen yang nggak bakal bingung kalo diajakin ngomong Banjar. Asli kagok banget aku mah kalau ngerumpi sama temen PPG awalnya, soalnya terbiasa disini pake ulun-pian (saya-anda-nya bahasa Banjar), jadi mau manggil anda, kok aneh, manggil pian, takut lawan bicara nggak ngerti. 
Ah sebuah dilema. Terpaksalah nulis sampean, hadu. Dan terbiasa juga kesehariannya mengiyakan sesuatu dengan inggih tapi selama PPG harus membiasakan bilang iya, padahal bilang inggih tu enaaaak banget!

Kesembilan, last but not least. Ibu Megawati. Bu bukannya ibu lagi ngurusin partai bu? Napa ibu sekarang kuliah bu. Hihi
Ibu Mega saya perhatiin zoom-nya juga jarang pake background, why bu? Karena ibu jarang pake bekgron, akhirnya bayi ibu selalu masuk ruang zoom juga, sepertinya mau ikut kuliah ya bu? Tapi aku sangat salut banget sama guru-guru yang bisa ikut PPG padahal sambil mengurus anak kecil. Pasti sangat nggak mudah ya? Masya Allah

***

Dulu waktu awal PPG dan aku mulai burn out (padahal baru awal), aku nanya kan sama temen yang sudah PPG. "Bu....apaan sih keuntungan PPG selain dapat tunjangan?" Saking aku sangat tidak berambisi mengejar karirku yang cemerlang ini.
Beliau jawab "Dapat banyak teman". Tapi aku masih nggak puas dengan jawaban itu. Sampai akhirnya aku bisa memahami jawaban itu sekarang.
Aku bersyukur bisa masuk kelompok kim A bersama sembilan guru hebat ini. Hehe.

Kim A yang tidak ambis, yang tidak melelahkanku, yang saling support. Terima kasih buat semuanya. Jazakumullah khairan katsiran banget. Walau ada pak ketua kelas kita yang sangat melejit karya-karyanya, tapi saya bersyukur ibu ibu yang lain tidak termotivasi untuk meniru beliau dan lebih suka menjadi versi terbaik dirinya sendiri. Hahahahaha
Terima kasih ya ibu ibu karena kalian semua tidak berminat mengikuti langkah pak Ghofir yang Allahu Akbar itu. Soalnya aku sudah sangat terpontang panting nih mengerjakan semua tagihan dengan deadline yang mepet sampai baru bobok jam 1 dini hari, aku nggak bisa bayangin kalau kita harus menyamakan langkah dengan pak Ghofir. Kalau kata bu Febri, dah tercepot-cepot dia.
Sungguh perjalanan PPG yang membuatku selalu ngebatin neomu neomu himdeureo!

Makasih buat semuanya, kita sudah sangat bekerja keras dan hebat berada di titik ini. Sudah sejauh ini. Kita harus bangga dengan semua pencapaian kita. :) Masih ada sedikit lagi langkah kita untuk mencapai garis finish, tetap semangat, tetap kuat, tetap sehat!

Semua kesulitan selama PPG memang sudah Allah hadirkan sepaket dengan kemudahannya, yaitu kita yang saling suport. Hehe. Semoga PPG ini mengajarkan kita banyak hal yang bermanfaat buat dunia akhirat kita. 

Semoga setelah PPG ini, kita juga tetap menjalin silaturahmi ya, walau sejujurnya aku nggak terlalu berharap. Mengingat jarak kita yang sangat jauh terbentang dan semua kesibukan kita tiap harinya yang selalu menyibukkan. Tapi nggak apalah ya, tetap berkirim pesan saja kalau rindu. Jangan malu, jangan sungkan.
Dan kita juga bisa saling berkirim doa saja, kalau ternyata kita terlalu malu untuk sekadar menyapa.

Makasih juga karena menerima saya dengan semua kerandoman, keberisikan, dan diri saya yang ada apanya ini.

Maaf buat semuanya. Buat semua hal yang tidak berkenan yang menyakiti hati Bapak Ibu semua. 
Saya mah kalau minta maaf nggak bisa nulis di wa aja, nggak cukup, makanya saya tulisin lewat blog saya yaah.

sumber: pak ketua kelas

Kapan kapan kita foto yang cakep ya, yang nyengir manis kayak stiker kucing yang sering saya kirim di wa itu lo. Bisa kan?

***

Semangat ya Bapak Ibu guru hebat! Semoga dedikasinya mencerdaskan anak bangsa, Allah balas dengan pahala yang nggak ada habisnya. Semoga bahagia dan sehat selamanya. Aamiin.

Salam sayang selalu dari saya (yang zoom-nya selalu dari kamar ibuk saya yang gelap tapi cozy).

Komentar

  1. Masya Allah bu Mukti, sempet2nya menulis sepanjang ini,, saya akui ibuk sangat pandai dalam menuliskan "kita" menjadi cerita dalam ppg daljab ini. Saya hanya titip doa, semoga langkah kita yg tertatih utk menyelesaikan tugas diakhir PPG diberikan kemudahan dan kelancaran, hidup kita semua menjadi berkah, dan semakin giat dalam ibadah. Saya sih berharap selamanya menjadi kawan bukan lawan, menjadi saudara yg jauh tapi dekat dihati, yg selalu saling menolong dan berbagi dalam meringankan beban saudara yg lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin untuk semua doa dan harapnya pak.. Makasih atas komentar baiknya pak ketua kelas🥹

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.