Gimana rasanya jadi second choice?
Jadi ban serep?
Tentu ini sangat melukai, nggak nyaman, memuakkan.
Kalau ini dalam hubungan asmara lawan jenis, aku jelas akan cut off.
Tapi bagaimana kalau ini dalam hubungan pertemanan?
:')
Hm..
***
Dari dulu temanku memang tidak banyak.
Aku introvert. Aku tidak terlalu suka bertemu dalam circle yang besar.
Aku suka pertemuan satu dua orang yang intimate, membicarakan hal hal penting seperti self improvement, atau sekadar deep talk.
Fyi, introvert itu bukan ansos ya.
Aku suka berteman. Tapi tidak di keramaian saja.
Dalam pertemanan, aku sangat tulus dan all out.
Aku bisa saja berselancar di market place berjam jam untuk mencari hadiah untuk teman temanku. Random saja. Walau akhirnya masih di keranjang dan uangnya tidak pernah cukup.
Jelas sebagai teman, aku sangat menyadari aku punya banyak kekurangan.
Aku cerewet, berisik, clingy, manja, bossy, tidak mandiri, attention seeker, dan banyak sekali kekurangan lain.
Tapi ku rasa tiap orang punya banyak kekurangan juga kan?
Tapi mungkin kekuranganku begitu banyak dan menjadi cacat bagi diriku, sampai aku ditinggalkan.
Dulu aku pernah kehilangan temanku dan aku belum sempat berterima kasih atau meminta maaf. Dia lebih dulu ke pangkuan Yang Maha Kuasa.
Aku trauma.
Aku belajar banyak dari kejadian itu.
Sebab itulah saat aku sudah cukup dewasa, aku sering tiba tiba menghubungi teman sekolahku, berterima kasih dan minta maaf atas semua sikapku.
Bersyukur ada sosial media, aku dimudahkan menghubungi mereka.
Dan bersyukur juga karena mereka semua selalu welcome dan kami saling saling memaafkan. :)
Semakin kesini pun,
Ketulusan pertemananku seringkali ku utarakan, saking aku takut tidak punya waktu dan kesempatan mengutarakannya.
Aku minta maaf atas sikapku, aku minta maaf untuk bantuan yang aku belum bisa beri, aku minta maaf karena sering mengeluh.
Dan berterima kasih atas kebaikan mereka, materi, waktu, nasehat, bahkan tawa yang dihabiskan bersama.
Namun pasang surut selalu ada.
Apa yang ditakutkan selalu saja terjadi.
Aku mulai kehilangan teman baikku.
Jangan tanya usahaku mengenggam mereka. Sudah ku lakukan berulang kali. Hingga muncullah rasa sungkan dan sadar diri.
Setan seringkali berbisik.
Kenapa hanya aku yang antusias?
Kenapa hanya aku yang effort?
Kenapa aku saja yang sering mengajak jalan? Dan dia selalu menolak mentah mentah?
Kenapa dia bisa berpergian dengan teman temannya?
Kenapa dia tidak pernah menyediakan waktu untukku?
Kenapa aku yang sudah mendengarkan keluh kesahnya malah dijadikan pelampiasan?
Kenapa dia selalu tidak suka ketika aku mendapatkan kenyamanan?
Kenapa dia selalu mengejekku?
Kenapa dia menyakitiku?
Kenapa dia menjadikan segala aibku sebagai bumerang?
Kenapa dia menjadikan aibku sebagai lelucon yang dinikmati banyak orang?
Kenapa, kenapa, dan kenapa?
Aku salah dimana?
Aku kurang apa?
Se-toxic itu kah aku untuk dia?
Dan bisikan lainnya, yang nyatanya terlalu jelas di depan mata terjadi.
Tidak sekali, tapi berulang kali.
Renggang lah sudah pertemananku ini.
Aku dan mereka mulai menapaki jalan masing masing.
***
Ust Hanan bilang, milikilah circle positif. Berinvestasilah disana. Waktumu, tenaga, pikiran, dan kalau punya materi.
Tapi aku telah kehilangan satu persatu circle positif itu.
:)
Walau aku sudah berusaha semampuku.
Bila kurang keras usahaku kamu bilang! maka kamu jelas bukan teman baik bagiku.
Sebab teman baik itu tau keadaan masing masing.
Bahkan tanpa perlu penjelasan.
***
Sekarang sedang di fase "tau diri".
Ayolah diriku. Kita bisa sendiri. Janganlah bergantung pada makhluk. Jangan mengemis untuk sebuah hubungan. Jangan juga playing victim.
Tentu temanku tidak jahat.
Hanya aku yang kurang tau diri.
Tentu mereka...mungkin hanya sedang menjauhi aku.
Mungkin karena aku tidak baik untuk mereka.
Dan bagiku, mungkin ini saatnya untuk lebih kuat? Lebih mandiri? Lebih...introspeksi diri?
Lebih bijak? Lebih dewasa?
Ah banyak juga peernya.
Setelah ini...lelah rasanya.
Beberapa manusia diberi rejeki keluarga yang hangat, teman baik yang banyak, lingkungan yang baik...sebagai tempat mereka pulang.
Dan rejeki mereka itu kini menjadi ujian bagiku.
Keluargaku tidak cukup hangat.
Temanku tidak banyak.
Lingkunganku semakin sempit.
Aku kehilangan tempat pulang.
Ah!
Ada lagi tersisa satu, Tuhanku ternyata.
Satu satunya tempat pulang yang selalu ku nomor akhirkan.
:(
Tuhanku yang...selalu effort untukku...yang justru sering ku abaikan.
Mulai sekarang, aku akan berlatih berdialog denganNya.
Baiklah...
:)
***
Tapi...kalau boleh aku mengatakan,
aku adalah orang yang berusaha bertahan bahkan kalaupun pertemanan itu menjadi toxic.
Aku akan mengingat hal hal baik mereka padaku, dan aku akan tetap bertahan dengan berbekal ingatan itu.
Mereka adalah orang orang yang sangat berperan dalam perjalanan hidupku.
Mereka adalah orang orang yang tetap ada di saat hari hari buruk menyapa.
Melepaskan teman teman baik yang kini tidak satu visi misi lagi bukanlah hal yang mudah.
Teman tidak seperti baju kotor yang bisa diganti.
Aku ingin mengubah suasananya, tapi tidak dengan orangnya.
Maka kalau itu toxic, aku ingin kita membuat penawarnya. Hingga pertemanan ini masih bisa dihuni dan ditempati dengan nyaman.
Aku sangat menghargai pertemanan yang ku buat dengan mereka, seandainya mereka tau.
Ya kalau itu terlalu toxic dan pahit, kita bisa pergi sejenak. Buat jarak. Tinggal dalam diri masing masing.
Dan ketika sudah membaik, kita kembali lagi, membuat kenangan dan tawa yang menyenangkan.
Pertemanan tentu ada kurang dan baiknya.
Sampaikan dan perbaiki kurangnya. Ingat dan kenang terus baiknya.
Anw, sekian tulisan ini...
Maaf yang sudah nyasar kemari dan membaca tulisan ini.
Comments
Post a Comment