Langsung ke konten utama

Pilihan Terakhir

Mereka bilang, berdebat dengan orang tua bagai menang jadi arang, kalah jadi abu.

***

Ujian keluarga adalah ujian yang dialami para Nabi.

Nabi Yusuf berhadapan dengan kesebelas saudaranya yang iri hingga berujung mencelakakan dirinya, dengan dibuangnya Nabi Yusuf ke sebuah sumur.

Nabi Yakub menghadapi kenyataan bahwa anak anaknya saling berselisih hingga ia kehilangan anak kesayangannya, Nabi Yusuf...dan terpisah bertahun tahun lamanya. Nabi Yakub pun kehilangan pengelihatannya karena memendam rasa kecewa dan marah.

Nabi Muhammad mendapat rintangan dakwah dari pamannya sendiri, Abu Lahab dan istrinya (yang tidak lain adalah bibinya).

Nabi Nuh yang diuji dengan anaknya yang tidak beriman kepada Allah yakni Kan'an dan juga istrinya sendiri yang ingkar.

Nabi Luth mendapat ujian dari istrinya yang tidak taat dan termasuk dalam golongan kaumnya yang sesat.

Nabi Ibrahim diuji oleh ayahnya si pembuat berhala.

Asiyah (bukan Nabi) harus menghadapi kejamnya Firaun yang adalah suaminya sendiri, hingga di akhir hayatnya.

Siapa yang tidak diuji dengan keluarganya? Bahkan para Nabi dan orang sholeh terdahulu juga diuji.

***

Ujian ujian itu memang mendewasakan, menaikkan derajat, menambah takwa, meningkatkan kualitas hidup.
Meski berat sekali menjalaninya.
Meski berlinangan air mata, sesak di dada, bahkan berkali kali mengeluh dan merintih ingin menyerah.

Ujian kehidupan itu kalau menurutku bagai ujian sekolah, tidak ada pilihan lain selain harus lulus kemudian naik kelas atau tidak lulus lalu remedial. Sebuah kenyataan pahitnya adalah, ujian kehidupan ini mengharuskan kita lulus, jika masih saja belum lulus, maka akan terus mengalami remedial hingga berhasil lulus.

Mungkin itulah sebabnya, aku terus diuji dengan ujian ini karena dari dulu sampai sekarang aku masih belum lulus. 
Ujian ini adalah ujian keluarga :')

***

Nasi goreng yang tidak dirindukan, ayam goreng yang tidak dimakan, HP baru yang tidak diterima, gorengan yang diabaikan, dan semua pemberianku yang tidak dihargai, aku berharap aku tidak sedang mengumpulkan dosa karena semua itu jadi mubazir. Sesungguhnya aku niatkan tulus untuk menyenangkan keluargaku, walau nyatanya tidak diterima dengan baik. Semoga Allah mengampuniku, dan mengampuni keluargaku.

Teriakan, bentakan, amarah, penolakan, semoga luka luka perih ini bisa Allah sembuhkan.

Menang jadi arang, kalah jadi abu, yang artinya mau kamu menang atau kalah, berdebat dengan orang tua tidak pernah benar dari awal.
Perbedaan pendapat, salah paham, lack of communication, luka batin pengasuhan, drama pilih kasih dan drama keluarga memang tidak untuk diperdebatkan.
Sebab memperdebatkannya saja bisa menjadikanmu 'anak durhaka'. Mempertanyakannya juga bisa menjadikanmu dicoret dari kartu keluarga.
Memang se-riskan itu.
Memang se-kok gitu ya Allah itu.

***

Aku sudah melaluinya bertahun-tahun.
Aku sudah mencoba beragam metode pendekatan untuk memutus mata rantai luka keluarga ini.
Aku sudah berdoa memohon keluarga yang hangat, yang sakinah mawaddah warhamah.
Aku sudah berusaha, tapi disinilah aku sedang menulis di laptop di kamarku, setelah beberapa hari membatasi diri dari komunikasi dengan keluargaku sendiri. Setelah satu minggu yang lalu disakiti hingga berdarah-darah hati kecil mungilku.

Kemarin aku akhirnya sampai pada pilihan terakhir dalam ujian ini.
Pilihan terakhirnya adalah legowo, ikhlas, nerima, dan berdamai.

Kalau tidak bisa mengubah sikap keluargaku, pola pikirnya, cara pandangnya, kalau tidak bisa mengubah budaya di keluargaku, maka jalan ninjanya adalah aku yang harus mengubah diriku.
Aku yang harus belajar berdamai, hingga apapun yang terjadi nanti, tidak akan mengganggu batinku lagi.

Aku tidak bisa memaksa mereka untuk bersikap baik (sesuai dengan mauku), maka aku hanya perlu bersikap baik saja pada mereka titik.
Aku yang mestinya belajar lebihhhhh ikhlas, tidak menuntut balas. Kenapa aku begitu pamrih?
Aku belajar untuk tidak mengharapkan apapun termasuk berekspektasi mereka akan mengapresiasiku, aku hanya perlu mengapresiasi dan memeluk diriku sendiri.

Mungkin inilah jalan keluar terbaik bagi ujianku.
Tentu aku ingin keluargaku sebagai support system-ku, yang hangat, yang saling menguatkan, mengapresiasi, saling mendengarkan, yang menyediakan telinga untuk keluhku, yang ada di saat dunia berpaling dariku. Tapi lagi lagi, mungkin memang beginilah ujiannya.

Aku akan melepaskan inginku, membiarkan diriku kini belajar bab legowo dalam ujian keluargaku ini, sambil terus memupuk doa, melangitkan harap agar Allah beri kehangatan dan kedamaian iman Islam bagi aku dan keluargaku.

Sama seperti aku yang memberikan ujian sekolah bagi siswaku, aku tentu tidak akan memberikan kunci jawabannya atau justru menghapuskan ujian itu, tapi aku akan terus menyemangati mereka, mendukung mereka. Ujiannya hadir bukan untuk diangkat dan ditiadakan, tapi bahunya saja yang perlu lebih dikuatkan. Agar apapun ujiannya, mampu dijalani dengan baik.

***

Aku berharap siapapun yang membaca ini bisa terus bersemangat menyelesaikan ujian kehidupannya, aku tau tidak mudah, aku tau berat dan gelap. Tidak apa semua pasti akan terlewati, aku ada disini menyemangatimu, membersamaimu menyelesaikan tiap ujianmu.
:)

Kuat ya, terutama yang sedang diuji dengan keluarganya.

Salam hangat dari aku, si anak tengah yang kerap menitikkan air mata dan menangis tergugu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Takdir

Ada yang mengejarku selama ini, aku menghindar. Entah apa yang salah, mungkin aku membenci caranya mendekatiku. Setiap perhatiannya memuakkan. Aku juga kebingungan dengan diriku ini. Ternyata memaksakan diri jatuh cinta memang tidak mudah. Mungkin begitulah aku di matamu? Seketika itu aku bercermin. Melihat pantulan diriku yang begitu hebat masih mengejarmu. Mungkin kamu sangat terganggu dan kebingungan menghindariku. Dasar aku, kamu, dan takdir ini.
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.