Bulan pertama. Mahasiswa 30 peserta. Zoom jam 8 pagi. Artinya aku akan bangun tidur jam 7 pagi, berjemur sebentar, mandi, makan, kemudian bersiap mengikuti zoom sampai siang. Kerudung instan hitam plus kemeja biru langit. Tentu saja pakai celana ala kadarnya selutut atau celana panjang setelan baby doll. Buka laptop, siapkan charger, siapkan buku dan pulpen. Durasi zoom yang beragam, bisa saja 150 menit atau 200 menit. Tak masalah. Sebab zona favorit zoom-ku adalah di atas kasur, senderan pada bantal, kadang menghilang dari layar karena rebahan. Sesekali mencemili pocky strawberry, kadang makan kacang, atau tempe goreng. Seru sekali! Tapi, saat aku mulai terbiasa santai dan rebahan, saat itu pula-lah kelas mulai dibagi menjadi tiga kelompok kecil. Ah. Tidak bisa tiduran lagi, batinku. Bulan kedua. Mahasiswa 10 peserta. Zoom jam 8 pagi. Artinya aku akan bangun jam 7.45 pagi, mandi super kilat, cari kemeja dan kerudung instan, buka laptop, gabung zoom. Banyak sekali momennya. Lelah tentu
"Kalau engkau bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis" (Imam Al Ghazali)