Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2022

An Imperfect Teacher

Figur panutan yang membebani Ekspektasi yang terlalu tinggi Luka dan kecewa yang dilindungi oleh perisai seadanya Keinginan untuk diterima dengan baik Tindakan menyakitkan yang minta untuk dimengerti Berjalan tanpa dukungan yang layak Mengurai benang yang kusut Meluruskan ranting rapuh Setiap hari setiap waktu, menjalani hari tanpa bekal yang cukup Mereka sekumpulan manusia yang terus belajar Yang dalam diamnya menyimpan kekaguman Yang dalam diamnya pula menyimpan kesedihan Yang menenggak semua kepahitan dengan perasaan takut dan khawatir Yang berjalan tegap dalam keramaian namun tertatih dalam sepi Ialah gurumu *** Bismillahirrahmanirrahim... 25 November seperti biasa, nano-nano rasanya.  Beberapa hari sebelumnya sudah insecure, terlebih menemukan lembaran voting nominasi guru ini itu.  *** Pagi itu upacara peringatan hari guru, kali ini guru gurunya yang menjadi petugas upacara. Lucu dan mendebarkan.  Tapi semua tampil keren dan jumawa. Pantaslah menjadi panutan siswa siswinya.  Tapi

Tanggapan Surat Anak Anak

Bismillahirrahmanirrahim...  Hari rabu pagi, dibuka dengan challenge anak anak menuliskan surat untuk Bapak Ibunya, dan untuk dirinya sendiri.  Setelah membaca keseluruhan surat, ibu bingung juga bagaimana menanggapinya satu persatu karena terlalu banyak surat. Pun ketika ibu harus membahasnya di kelas rasanya agak kurang etis juga, mengingat semua anak memiliki cerita masing-masing.  Maka biarlah surat anak anak, ibu tanggapi disini, agar kalian bisa membaca sendiri :)  *** Semua surat anak anak dituliskan dengan baik, walau dengan bahasa dan kata yang sederhana. Karena surat tersebut ditulis dengan emosi yang tulus maka semua pesannya sudah sampai dengan baik.  Hidup anak anak berat, tapi anak anak sudah hebat karena mampu bertahan.  Ada yang memiliki orang tua lengkap, tapi kurang komunikasi.  Ada yang orang tuanya tidak lengkap, tapi kasih sayang dari salah satunya (atau keduanya) tetap sempurna.  Ada yang tidak memiliki orang tua lagi di sisinya, tapi tetap bisa disayangi oleh yan

Anak Kedua yang Menyimpan Tangis (1)

Hingga di hari senin malam itu, aku bertanya pada diriku sendiri, perihal apa yang ku takutkan.  Aku takut bapak pergi .  Tapi itu kan hal yang memang akan terjadi? Takdir Allah. Dan kalau takdir itu menyapaku, pasti Allah tau aku mampu.  Begitulah kira kira self talk ku malam sebelum aku terlelap.  *** Jam 3 dini hari lagi dan lagi. Bapak muntah. Aku berharap ini mimpi, tapi tidak.  Ibu mengetuk kamarku dengan mengatakan, dek bapak mau ibu bawa aja ke IGD lagi.  Aku bangun dan menarik napas. Bismillah. Nggak apa apa.  Aku langsung bergegas ke luar menyiapkan apa yang bisa ku siapkan.  Jam 7 pagi itu, ibu dan bapak ke IGD lagi. Hujan deras di luar. Rumah kosong.  Aku berberes rumah, karena ku pikir kali ini kami harus rawat inap. Jadi ku bereskan rumah semampuku, sambil terisak.  Jam setengah sembilan aku menggunakan jas hujan berangkat ke IGD. Menyusul.  Aku menunggu di luar, menguatkan diriku pada semua kemungkinan. Tak apa. Aku pasti bisa. Begitulah afirmasi diriku.  Panggilan telep

Anak Kedua yang Menyimpan Tangis

Bulan oktober itu, bapak sakit.  Harus dibawa ke IGD, karena dokter praktik yang didatangi tidak membukakan pintu.  Bulan oktober itu aku sangat kesulitan. *** Sabtu pagi, aku masih sempat bekerja di rumah. Karena jumat depan aku harus membuat video di kelas. Aku bersyukur dimampukan bekerja saat itu.  Kondisi rumahku, ada bapak, ibu, aku, dan si bungsu. Kakakku sudah tinggal bersama suaminya jauh. Sehingga begitulah gelar "anak perempuan pertama" perlahan berada di bahuku.  Bapak sakit sejak kamis, tapi aku berprasangka baik pada Allah. He is going to be okay. Tapi ibu bilang bapak muntah muntah. Oh okay, nggak apa kan? Aku masih memusatkan perhatianku pada pekerjaan.  Ibu datang lagi mengatakan padaku bahwa bapak pergi berobat sendiri. Dan ibu khawatir, takut bapak jatuh di jalan. Aku bilang, yasudah ibu susulin saja.  Kemudian ibuku menyusul.  Tidak ada yang tau isi hati manusia.  Aku sejatinya gemetar dan cemas.  Tapi aku tetap berusaha mengerjakan pekerjaanku.  Ibu pulan

I am Back!

Bismillah... Jam 00.09 Lumayan lama juga nggak nulis disini. Terima kasih pada patah hati, aku sempat hiatus alias vakum dan menutup akses blog.  Tapi malam ini, mungkin nggak apa kalau aku menulis lagi... Di saat aku harusnya sudah tidur. Huhu Hari ini aku berbagi teh botol untuk tukang becak random yang masih berkeliaran malam hari. Aku yang kikuk, tapi beliau dengan rendah hati turun dari becak dan menerima sebotol teh dingin itu dengan dua tangannya. Belum lagi senyum dan rasa syukurnya yang tulus.  Ah. Momen itu selalu berhasil menampar aku dengan telak.  Aku harus belajar belajar dan terus belajar. Belajar sukacita dalam menerima pemberian orang lain, belajar tulus dan bersyukur yang banyak.  Semoga kita bisa terus dimampukan untuk mencari rejeki Allah dengan cara yang halal. Semoga dengan rejeki itu, rasa syukur dan iman kita terus bertambah padaNya.  Membuat kita semakin taat dan bermanfaat💜 aamiin~ Sekian aja lah ya, udah ngantuk banget.  Besok kamis, pakai baju baru!