Ba'da maghrib ini temenku memberikan sebuah hadiah, mukena yang berbahan ringan dan wangi. Padahal beberapa belas menit sebelumnya saat aku lagi shalat maghrib di luar, sempat terbesit saat memperhatikan mukena pinjaman yang ku kenakan, iyaya, nggak pernah punya mukena ringan gini, enak juga. Ternyata tidak lama kemudian, aku mendapatkannya. Ajaib ya dunia ini? Dengan semua perihnya, yang padahal sepaket dengan bahagianya. Sayangnya aku terlalu fokus pada perihnya, sehingga hari demi hari ku lalui dengan tangisan, ratapan, dan keluhan. Aku pun muak dengan semua tangis itu, apalagi teman dekatku yang ku bagi tangisan itu tiap detik. Padahal kemudahannya banyak, Allah tidak kurang-kurang dalam memberi. Tapi kenapa aku sibuk saja mengabaikan nikmatNya. Teman baik? Makanan yang mengenyangkan? Rumah yang layak huni? Kendaraan? Kesehatan? Harta benda yang pantas? Aku sudah memiliki lebih dari cukup. Ya Allah, maafkan aku yang telah melampaui batas. Maafkan aku yang ingkar ini. Maaf ya Ra
"Kalau engkau bukan anak raja, dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis" (Imam Al Ghazali)