Skip to main content

Don’t Judge The Book from Its Cover

Assalamu'alaikum, Blogger yang lucuk-lucuk dan sedang kelaparan

Hari ini puasa hari ke...keberapa yah? Hehe. Yah pokoknya karena ini masih bulan puasa, saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa buat kita semua. Semoga puasanya tunai dan diterima Allah. Masih kuat kan? Yang ngga kuat, buruan buka, ini udah adzan dzuhur XD hehee

Don’t judge the book from its cover, jangan menilai buku dari sampulnya. Satu kalimat sarat makna. Sering mendengar peribahasa ini? Peribahasa yang kadang dijumpai di buku tulis dan bertebaran di display picture BBM ini memang terasa familiar. Tapi banyak dari kita yang tidak belajar dari peribahasa satu ini. Well, saya punya beberapa cerita yang relevan dengan tema hari ini. Dan dengan senang hati akan saya bagikan ke kalian semua.

Saya bertemu satu dosen nyentrik di awal perkuliahan. Dosen yang pakai jeans, kaca mata hitam di kelas, dan beberapa kali memilih memakai sepeda bersejarahnya untuk ngampus. Dosen yang membiarkan mahasiswanya dari berbagai prodi berkumpul jadi satu duduk lesehan di kelas dan mengijinkan mahasiswanya makan minum selama kuliah berlangsung. Tapi bukan disitu bagian menariknya. Beliau pernah satu kali berbagi cerita pada kami, bagaimana beliau tidak dihormati oleh mahasiswa-mahasiswanya. Jadi di samping mengajar, beliau ini juga membuka usaha fotokopian di sekitar kampus, dan sering kali terjun langsung melayani mahasiswa. Nah sayangnya sebagian maba (mahasiswa bau, eh baru) belum mengenal dosen yang satu ini, jadi kalau mereka kebetulan main ke fotokopian, mereka sering kali bersikap tidak hormat dan acuh tak acuh pada dosen ini, tak jarang juga bersikap kasar dan sekenanya. Wah siapa sangka tukang jaga fotokopian itu dosen, kan? Kalau mereka pada tau, nyesel deh usah kasarin dosen.

Pernah juga beliau sedang bersih-bersih selokan yang ada di depan rumahnya, dengan kaus dan celana seadanya. Dan kebetulan ada mahasiswa yang mampir, unfortunately mahasiswa ini belum pernah ketemu sama sang dosen. Tebak apa yang berikutnya terjadi? Yah si bapak mah dicuekin di selokan. Mahasiswa tadi main masuk aja ke pekarangan dan ngelongok-longok. Karena rumah sepi, akhirnya mahasiswa tadi balik lagi ke selokan tempat si bapak sibuk nyangkul, dipanggil lah bapak tadi dengan sebutan ala kadarnya (mungkin dia ngira ini tukang kebunnya si dosen). Hmm... silakan tulis sendiri akhir cerita mahasiswa ini. Saya yang jadi pendengarnya kala itu cukup tersenyum iba.

Ada lagi satu dosen lain yang beberapa bulan lalu, baru saja dipanggil oleh sang Khalik. Semasa hidupnya, di samping memberikan kuliah, beliau ini juga menjalankan bisnis travel dan kadang juga sering nyupirin penumpangnya sendiri di kala senggang. Kalau boleh jujur, andai kata saya ngga ketemu beliau di kelas, saya juga ngga akan nyangka beliau ini dosen. Beliau ini jiwa raganya lebih dominan supir travel soalnya, hehe. Tapi siapa mengira kalau supir travel itu rupanya dosen kimia yang pintar kan? Sejak mengenal bapak dosen ini, saya jadi takut kalau diajakin ngomong sama supir travelnya saya, takut salah ngomong, siapa tau supir travel ini ternyata wali kota yang menyamar atau agen FBI? (Mengkhayal berlebihan) 

Saya juga pernah membaca biografi Sultan Hamengkubuwono, ada pengalaman menarik dari sang Sultan. Beliau kala itu melewati pasar tradisional dengan mobilnya (tanpa plat identitas), fyi di mobil, beliau hanya menggunakan celana pendek dan singlet. Ketika lewat, tiba-tiba ada seorang nenek yang baru saja berbelanja. Tanpa ragu nenek yang sudah lelah menjelajah pasar menyetop mobil sang Sultan dan meminta tolong diantarkan pulang, jangan lupa juga dengan keranjang sayur si nenek yang lumayan banyak. Sang Sultan hanya tersenyum dan menuruti perintah nenek. Orang-orang di pasar yang mengenali Sultan hanya bisa menyaksikan pemandangan ini, takut untuk menegur nenek yang khilaf itu. Ketika sampai di rumah nenek, Sultan membantu menurunkan barang belanjaan dan berpamitan pulang. Keesokan harinya, ada yang berbaik hati menegur nenek kita yang dengan tidak sopannya menyetop mobil Sultan Hamengkubuwono, orang yang disegani di Jogja. Mendengar hal itu, si nenek malu luar biasa, sampai-sampai tak berani lagi memandang wajah Sultan.

Ada masih banyak lagi kenyataan dibalik sebuah penampilan yang kita tidak pernah tau. Tukang jamu langganan yang bajunya jarang ganti, kesana kemari pakai sepeda dengan keranjang penuh cemilan, sandal jepit yang tiap hari dipakai sampai berubah warnanya. Tukang jamu yang seperti itu ternyata sudah pernah menyambangi kota Mekah, untuk menunaikan haji. Nah, kalah kan sama pelanggannya? Hehe

Tukang sayur yang kalau pakai kerudung, kerudungnya ngga karuan bentuknya, belum lagi hobi pakai celana ¾ dan baju lengan pendek bau ikan, ternyata sudah bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus S1. Tukang nasi yang baik hati di Palangka sana, langganan saya di kala malas masak, telah berhasil meluluskan anak dari jurusan kedokteran. Padahal kita tau kan kalau jurusan kedokteran harganya selangit.Tapi si ibu mah tetap down to earth. 

Ada pula dosen saya yang hapenya butut, kesana kemari jalan kaki sambil bawa ransel atau kadang naik sepeda gunung, ternyata sering mondar mandir ke negara-negara tetangga.

Orang-orang seperti ini, yang hidupnya zuhud, apa adanya, rupanya punya banyak cerita menakjubkan dibalik layar. Jadi hati-hatilah dalam menilai dan bersikap. Kita sering kali dibutakan oleh pangkat, status, dan chasing seseorang. Melihat orang berpakaian sekenanya membuat kita tak mau peduli, kadang malah bersikap tidak baik, tapi ketika melihat orang berpakaian rapi, berdasi, sepatunya licin tanpa noda, hormatnya luar biasa.

Dan untuk kita juga, mungkin akan sangat baik kalau bisa mencontoh mereka-mereka yang hidupnya zuhud. Belajar mulai sekarang untuk sederhana dalam berpakaian. Nabi yang dijamin surga saja, tidak banyak gaya, :]

Tapi bukan berarti kita tidak boleh berpakaian yang bagus ya, boleh ko, Allah suka kalau kita berpakaian bagus, tapi sederhanakan disini maksudnya jangan berlebihan. Daripada kebanyakan gaya, mending kita upgrade yang ada dibalik pakaiannya kan? Jiwa, hati, dan pikirannya. Jadi sampulnya bagus, isinya juga bagus.

Postingan ini hanya mengingatkan. Semoga dengan adanya postingan ini, kita bisa belajar banyak hal, belajar lebih hormat, belajar lebih baik dalam bersikap dengan siapa pun juga tanpa memandang seragam seseorang.

Sebenarnya postingan ini termotivasi dari rasa bete yang memuncak. Haruskah saya pakai seragam PDH atau batik PGRI pas lagi jaga warung? Hmm :S

Comments

Popular posts from this blog

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Paska Ujian Kompre

Bismillah... telah menyelesaikan ujian komprehensif selama tiga puluh menit dengan baik. You are really doing fine! :) Setelah menerjang badai di akhir desember sampai pertengahan maret, yang ternyata masih menyisakan hujan lebat hingga bulan mei kemarin, aku sungguh basah kuyup dan kedinginan. Tapi aku bertahan, bahkan dengan kekuatanku yang tidak seberapa, aku memberanikan diri ikut PPG. Masya Allah. Kalau diingat-ingat, kuasa Allah sangat besar padaku :') Perjalanan yang sangat sangat tidak mudah. Hm...sekian intronya ya. Hihi.  *** Anyway, sebelum ujian komprehensif hari ini, selasa malamnya temen temen di grup kim A ada beberapa yang bermaaf-maafan. Disitulah aku mulai sedih juga. Karena aku baru pertama kali menjalani pendidikan ini (dan ku rasa semua orang juga menjalani yang pertama dan terakhir kalinya), aku clueless untuk tau setelah ini tahapannya apa, setelah ini bagaimana, dll. Tapi sepertinya setelah ini ya kami akan pe-pe-el dan bakal masuk di kelompok yang lebih kec

Tulisan oleh Ust. Salim A. Fillah

Tulisan ini keren dan heart warming. "Mainkan Saja Peranmu, Tugasmu Hanya TAAT kan?!" Oleh : Salim A. Fillah Ketika ijazah S1 sudah di tangan, teman temanmu yang lain sudah berpenghasilan, sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan. Mainkan saja peranmu, dan tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih, dan bahwa rezeki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan? Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rezeki-Nya. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?