Skip to main content

Pandemi Covid19 Jilid 1

Bismillahirrahmanirrahim...

Setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya ada kesempatan buat nulis ini.
Sedari awal ada niatan nulis materi ini, tapi seperti belum punya kapasitas mau membahas dari sisi mana dan situasinya masih belum kondusif.

Dan karena isu ini sensitif, let's talk from my point of view aja.

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari 5734, Dari Aisyah RA bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha'un (wabah penyakit), lalu beliau menjelaskannya bahwa sesungguhnya tha'un itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, dan juga sebagai rahmat yang dijadikan Allah Ta'ala kepada kaum mukminin. Maka tidaklah seorang hamba yang tertimpa tha'un, kemudian ia menetap di negerinya dengan sabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa tha'un tidak akan menimpanya kecuali karena telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan mendapatkan seperti pahala mati orang yang mati syahid.

Covid19 atau mungkin yang lebih familiar dengan corona adalah sebuah virus mirip influenza. Satu keluarga dengan virus mers yang pernah menjangkiti bagian Timur Tengah. Gejala penyakit ini batuk, demam, sakit tenggorokan, yang dapat berujung pada kematian.

Resiko penularannya yang mudah, vaksin yang belum ditemukan, serta berakibat pada kematian kemudian menjadi paket lengkap virus ini ditakuti.

Awal mula virus ini ditemukan di daerah Wuhan, Cina, dari sebuah pasar yang terkenal akan makanan dari binatang ekstrim.
Satu persatu warga tumbang, rumah sakit penuh, keluarga terpisah, kota yang mendadak mati, gelombang kepanikan, penyebaran ke negara lain yang cepat, semua seperti hanya suguhan dramatis dari sebuah Film Thriller. Layar kaca penuh dengan berita ini. Kita yang di Indonesia masih bisa menonton sambil makan kacang goreng.

Materi tentang virus corona kemudian ku angkat jadi motion dalam latihan debat bahasa inggris di sekolah. Kami masih bisa beradu argumen di bawah pohon di hari jumat itu. Kami masih leluasa mengakses internet untuk mengetahui berapa banyak korban yang berjatuhan.

Hingga di awal maret, ditemukan dua pasien positif corona di Indonesia Raya ini.
Sekolah masih buka seperti biasa tanpa protokol apapun. Pasar, jalan, tempat wisata seperti tidak terjadi apa apa.

Kita yang terlalu gagap dan lamban. Kita yang terlalu meremehkan dan kurang suka taat pada aturan. Kita yang mengira ini lelucon minggu pagi.

Sampai angka tak lagi bisa berbohong. Satu persatu dinyatakan positif tiap harinya. Meningkat sampai angka seratus. Dalam hati aku berharap angkanya berhenti. Tapi corona terlalu berang menghadapi masyarakat yang angkuh dan sombong. Angka terus bergulir sampai berpuluh kali lipat.

Harapan bahwa ramadhan corona berakhir nyatanya hanya tinggal harapan.
Bagaimana hendak berakhir? Masker saja enggan dikenakan? Kerumunan masih jadi kebiasaan. Libur pandemi justru dijadikan ajang berwisata ke pantai dan puncak.
Seperti menantang takdir. Mengira selamanya dirinya akan baik baik saja.

Corona hanya jadi tertawaan dan candaan.

Tagar #dirumahaja yang digaungkan dimana mana ternyata hanya sebatas tagar. Trending di Twitter atau IG. Tapi kita masih mengetik di dalam sebuah kafe berAC. Haha hihi seru sekali.

Angka mulai menembus ribuan.

Bayangkan! Ribuan! Itu jiwa, bukan angka belaka.
Aku tidak bisa membayangkan kehilangan keluarga yang dinyatakan meninggal karena corona. Sejak dikarantina saja mereka tidak boleh dijenguk, hingga pemakamannya juga tidak boleh dihadiri. Bagaimana rasanya melepas kepergian jiwa yang berharga begitu saja?

Seolah tidak memiliki rasa empati dan perikemanusiaan, another masalah di negeri ini muncul.
Mulai dari masker yang meroket harganya, kelangkaan hand sanitizer dan produk pembersih lainnya, sembako yang diborong habis, dan kekacauan lain yang semakin menguatkan teori keegoisan manusia.

Masalah yang tak kalah anehnya ikut membebek. Tentang warga yang ramai ramai melempari batu pada jenazah positif corona dan menolak penguburan jenazah itu di lingkungan mereka.

Innalillahi.

Dua hal yang diperangi negeri ini adalah, virus corona dan kebodohan yang mendarah daging.

Di saat para petugas kesehatan yang terjun ke medan perang berjuang menyelamatkan pasien positif corona, masyarakat juga sibuk terjun ke pasar membeli baju lebaran.

Perkara rejeki pedagang dan antusiasme pembeli yang kekeuh memegang teguh erat hebat tradisi lebarannya.
Pemerintah dihadapkan pada dilema yang tidak berkesudahan.

Aku tidak mampu berkomentar lebih lanjut, rasanya hanya ada sumpah serapah saja yang siap ku lontarkan.

***

Bahkan sampai tulisan ini ku ketik, tanggal 5 Juli 2020, masih banyak korban yang berjatuhan di luar sana. Kota-kota yang diberi zona merah. Lock down yang semula dicecar tapi akhirnya diberlakukan dimana mana. Tempat cuci tangan yang menjamur di tiap pekarangan. Masyarakat yang hilir mudik mengenakan masker. Ternyata bukan karena taat, tapi lantaran takut didenda ratusan ribu. Kalau tau masyarakat akan taat karena takut denda, kenapa tidak sejak dulu diberlakukan?

Pandemi covid19 yang dalam diamnya berhasil menyusup dan meruntuhkan semua rencana manusia, pun meruntuhkan rasa takabur dalam dada.

Hanya setitik virus, runtuh pertahanan satu dunia.

To be continue...

Comments

Popular posts from this blog

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Paska Ujian Kompre

Bismillah... telah menyelesaikan ujian komprehensif selama tiga puluh menit dengan baik. You are really doing fine! :) Setelah menerjang badai di akhir desember sampai pertengahan maret, yang ternyata masih menyisakan hujan lebat hingga bulan mei kemarin, aku sungguh basah kuyup dan kedinginan. Tapi aku bertahan, bahkan dengan kekuatanku yang tidak seberapa, aku memberanikan diri ikut PPG. Masya Allah. Kalau diingat-ingat, kuasa Allah sangat besar padaku :') Perjalanan yang sangat sangat tidak mudah. Hm...sekian intronya ya. Hihi.  *** Anyway, sebelum ujian komprehensif hari ini, selasa malamnya temen temen di grup kim A ada beberapa yang bermaaf-maafan. Disitulah aku mulai sedih juga. Karena aku baru pertama kali menjalani pendidikan ini (dan ku rasa semua orang juga menjalani yang pertama dan terakhir kalinya), aku clueless untuk tau setelah ini tahapannya apa, setelah ini bagaimana, dll. Tapi sepertinya setelah ini ya kami akan pe-pe-el dan bakal masuk di kelompok yang lebih kec

Happy Graduation Kelas XII 2019

Ditujukan untuk anak anak baik yang berhati lapang dan berpikiran terbuka. Bagi yang hatinya sempit, pikirannya tertutup, emosian, sebaiknya tidak perlu membaca❤ hihi Bismillahirrahmanirrahim... Assalamualaikum... Memenuhi janji nulis tadi. Let me say this first ya, "Selamat perpisahan anak-anak!" Alhamdulillah hari kemarin nggak ada yang nangis. Semuanya happy. Semuanya cantik cantik dan ganteng ganteng as always. Sebenarnya cuman mau nulis "sorry and thank you" aja sih ini. Hehe. Sebelumnya juga ibu minta maaf, karena tulisan ini ditujukan untuk anak anak seangkatan, ibu nggak bisa kalau harus menuliskan nama kalian satu satu dan mengulasnya. Gimana ibu bisa nulis ulasan buat 199 anak? Too much ya, Nak. Bisa nangis jari jari ibu. Anyway. Ya, akhirnya kita sampai di hari ini. Ibu bahagia untuk kesempatan yang sudah Allah berikan pada ibu. Ibu bisa mengantarkan kalian sampai disini. Selesai sudah tanggung jawab ibu. Untuk beberap