Skip to main content

Teruntuk Bapak Ibu Wali Murid

Bismillah

Assalamu'alaikum. Teruntuk bapak/ibu orang tua wali murid di seluruh penjuru negri.

Belakangan sering sekali saya mendengar keluhan orang tua yang anaknya sekolah online. Masalah kuota, sinyal, tugas yang menumpuk dsb.
Saya tidak bisa menjawab semua keluhan itu, hanya bisa berdehem. Bukan karena tidak mampu menjawab, hanya merasa tidak berada pada situasi dan kondisi yang tepat untuk menjawab. Lagipula, sesekali mengeluh tak apalah. Daripada dipendam terus.

Tapi akhirnya, saking banyaknya keluhan...
Mungkin kali ini saya harus buka suara, sebagai seorang guru.
Bagaimana kita sebaiknya bijak menyikapi sekolah online dan semua permasalahan yang ikut di belakangnya.

Dear bapak ibu yang terhormat.
Kita sama sama berada dalam masa pandemi covid19 yang tak jua usai. Banyak dari kita yang terkena imbasnya. Terutama perekonomian yang selalu saja senstif kalau dibicarakan. Pengeluaran yang tak pernah imbang sampai kapanpun dengan pendapatan kita. Entah apakah rasa syukur dan qonaah yang tergerus dari hati kita, atau memang tuntutan dari lingkungan yang makin menghimpit.

Seolah punya rumah dan tanah saat ini saja, sudah dianggap kaya.

Saya tau, beberapa dari bapak ibu, bahkan ada yang tak mampu membayar listrik atau membeli lauk pauk yang layak bagi keluarganya saat ini. Belum berhenti sampai disitu, malah tagihan BPJS yang naik turun juga ikut ikutan mengetuk pintu rumah. Mendaftar BPJS yang dimaksud ingin meringankan beban kalau suatu hari nanti jatuh sakit, justru menjadikan keadaan tambah berat.
Mengurus urusan seperti ini saja sudah pasti membuat bapak ibu pusing, apalagi sekarang sekolah menuntut anak anak harus punya gadget dan kuota. Kok tega ya?

Karena tak mampu menyampaikan aspirasi kepada penguasa, bapak ibu mengadu pada guru di sekolah. Gurunya tidak bisa menjawab apa apa, malah diam saja dan memunculkan tanda tanya baru. 
Lelah sekali bukan?

Dear bapak ibu, ijinkan saya menyampaikan apa yang terjadi saat ini.

Tak usah kita bahas benua, negara, atau ibu kota. Bahas kota kecil kita saja, Sampit ini. Kota ini, zona merah bapak ibu. Artinya apa? Artinya kita harus sangat waspada terhadap penyebaran virus covid19 atau corona. Virus itu kasat mata, tidak nampak. Tapi ada. Jangan karena tidak terlihat lalu dianggap tidak ada. Allah saja tidak bisa kita lihat, tapi ada. Kan?
Seperti yang sudah khatam kita pahami, virus ini mudah sekali penyebarannya. Apalagi dalam kerumunan, satu saja bersin dan tidak pakai masker, partikel bibit penyakitnya sudah kemana mana terbawa angin. Batuk pilek biasa saja mudah sekali menjangkiti, apalagi covid19. Taruhannya apa bapak ibu? Nyawa.

Orang dewasa saja kalau sedang tidak fit, bisa tumbang. Apalagi anak anak?
Orang dewasa saja sering ceroboh, tidak pakai masker apalagi cuci tangan, bagaimana anak anak?

Apakah bapak ibu rela membiarkan anak bapak ibu bersekolah, berkumpul bersama teman teman sebayanya, yang kita tidak tau apakah ada yang sedang sakit atau bagaimana.
Apakah hati bapak ibu tenang?

Kalau harus membandingkan, bukankah mengalah mengisikan paket data untuk belajar online di rumah jauuuuuhhhhh lebih sepele ketimbang mengeluarkan biaya berobat bagi anak bapak ibu misalkan mereka jadi jatuh sakit karena harus belajar di sekolah?
Iya kalau hanya uang berobat saja yang harus kita keluarkan, bagaimana dengan perasaan campur aduk yang kita rasakan tatkala buah hati kita terindikasi covid19?

Pasti ketika itu kita berpikir, ternyata membelikan anak kuota internet jauh lebih sederhana daripada harus sakit begini.
Ya apa iya?

Dan yang perlu bapak ibu pahami, sekolah bukanlah instansi yang berdiri sendiri. Membuat peraturan sendiri atau kebijakan sendiri.
Sekolah itu bapak ibu, di bawah naungan dinas pendidikan, yang segala arahan, aturan, dan kebijakan berasal dari menteri pendidikan. Bahkan perkara seragam guru PNS dan nonPNS saja, kami para guru harus nurut dan patuh, padahal sangat diskriminatif, apalagi urusan belajar di sekolah atau di rumah.
Kami ini mengikuti perintah atasan saja bapak ibu. Tidak berani membuat keputusan.

Apakah sinyal internet sudah menjangkau rumah bapak ibu, 
apakah bapak ibu punya uang untuk membelikan kuota,
apakah gadget anak bapak ibu mumpuni untuk belajar,
apakah belajar online ini efektif, dan hal hal seperti itu, kami para guru bisa apa?
Kami mau saja memecahkan semua masalah bapak ibu terkait belajar online ini, tapi bagaimana caranya?

Kalau bapak ibu mengeluhkan uang beli pulsa jadi membengkak selangit, kami para guru juga merasakannya.
Lah kan gurunya digaji?
Ya kami guru guru kan juga perlu makan dan kebutuhan lain, bahkan banyak dari guru itu yang jadi tulang punggung keluarga. Gaji mereka juga untuk keberlangsungan hidup satu keluarga.

Lagipula berapa sih gaji guru? Apalagi guru yang nonPNS alias kontrak provinsi atau honor lepas?
Berapa sih gaji mereka?
Sungguh kami bukan minta belas kasihan dan tidak bersyukur, tapi memang ini fakta yang tidak terbantahkan. Jadi kalau bapak ibu keberatan, kami pun merasakannya. Hanya bedanya, kami diam saja tidak mengeluhkan pada orang tua wali murid.

Masalah lainnya muncul.
Tugas yang menumpuk dan keriwehan bapak ibu menemani anak anaknya belajar.

Saat ini, yang belajar online tidak hanya mahasiswa di bangku kuliah atau anak SMK saja. Bahkan anak TK dan SD saja juga harus belajar online. Akhirnya orang tua ikut menemani anaknya.
Repotnya ya? 
Belum masak, mencuci, sekarang istilah madrasah al ula juga terwujud, alias ibu adalah guru bagi anak anaknya di rumah.

Pagi pagi sambil menyuapi anak, sambil menonton gurunya mengajar melalui internet. Sulitnya bukan main.

Nah bapak ibu yang anaknya sudah SMK, tidak perlu merasakan itu. Benar?

Wah kalau anaknya masih kecil kecil dan usia sekolah, tidak terbayangkan lelahnya.

Belum lagi kalau ternyata bapak ibunya gagap teknologi, tidak paham. Memegang HP saja hanya bisa buat buka WA. Tiba tiba sekarang dituntut mengakses Zoom, Google Meet dan lain lain. Alamak. Mending anaknya tidak perlu di sekolahkan saja kalau begini, ujung ujungnya orang tua juga yang mengajari!

Ya silakan saja hehe, begitulah kiranya jawaban saya kalau bapak ibu berkata demikian di hadapan saya.

Itu kan sudut pandang orang tua wali murid. Bagaimana nasib guru yang sudah tua dan sama gagap teknologinya?
Bapak ibu pernah tidak memikirkan hal ini?
Tidak usah yang tua, saya yang kelahiran 90an saja harus belajar ekstra agar bisa.
Jadi, kalau bapak ibu merasa kerepotan terhadap kemajuan teknologi saat ini, begitulah kami para guru juga berlari mengejar agar tidak tertinggal. 

Kami, harus belajar duluan, harus lebih bisa, harus menguasai lebih mahir, kenapa? Karena kami guru!
Kami yang menjumpai kesulitannya lebih dulu. Kalau merepotkan sekali, kami akan cari alternatif lain yang memudahkan anak anak untuk belajar.
Semua aplikasi atau metode belajar online yang akhirnya digunakan anak anak, itu sudah melalui proses seleksi dari kami. Jadi tidak adalah istilah menyulitkan anak didik. Jangan termakan isu ya bapak ibu.

Untuk apa juga kami menyulitkan?
:)

Maka bapak ibu, atas semua yang terjadi saat ini, mari kita sama sama berlapang dada.
Dan lihat sisi baiknya.

Anak anak tidak perlu keluar rumah, hanya perlu duduk manis di kamar atau ruang keluarga, sudah bisa sekolah.
Bapak ibu kan juga tidak perlu repot memantau anaknya kalau mereka berkeliaran di luar.

Anak anak tidak perlu keluar uang jajan, mereka sudah bisa makan di rumah seharian. Nah uang jajannya kan bisa bapak ibu tabung guna membeli paket internet. Sama saja to?
Anggap sehariii paling minim anaknya dibekali 5-10ribu perak. Sebulan bisa ditabung 100-200ribu. Sementara paket internet 100ribu saja sudah bisa untuk sebulan. Lah bukannya jadi lebih hemat?

Anak anak aman di rumah di tengah pandemi ini, bapak ibu jadi berkurang rasa khawatirnya kan?

Anak anak sekarang belajarnya di rumah, bapak ibu jadi lebih bisa mengamati, menemani, bahkan ada juga yang membantu anaknya belajar. Bukankah ini membuat bapak ibu lebih dekat dengan anaknya?

Sementara gurunya, harus ke sekolah untuk mengajar online. Anak bapak ibu tidak perlu demikian.

:)

Covid19 ini musibah.
Siapa juga yang mau menderita karena musibah ini?
Tapi penolakkan, keluhan, amarah, bukanlah hal yang bijak untuk menyikapinya.
Masa mau marah terus?

Belajar online ini juga bukan pilihan, tapi langkah terbaik yang diputuskan atas pertimbangan matang. Kami guru juga, kalau boleh memilih lebih nyaman mengajar tatap muka sama anak anak di sekolah. Lebih mudah. Tidak perlu setiap hari menyiapkan materi bahan ajar.
Tapi mau bagaimana?
Keselamatan semua pihak menjadi prioritas. Yasudah dijalani saja.

Apakah bapak ibu kini sudah paham?

Ya beginilah kalau saya harus angkat bicara, jadi tulisan panjang lebar menyaingi koran harian Radar Sampit seperti ini. Hehe

Setidaknya saya lega, sudah menyampaikan semua ini.
Semoga bapak ibu juga sama leganya.

Tidak selamanya sudut pandang kita paling benar. Jangan merasa selalu menjadi korban atas semua kebijakan yang ada.

Yuk kita sama sama berusaha keras untuk menjalani kehidupan di tengah pandemi ini.
Tidak ada waktu mengeluh terus. Kita harus bisa menghadapinya dengan gagah berani, kan?
Jangan lupa berbenah dan berdoa agar semua masalah ini segera berakhir.

Bismillah ya.

Terima kasih bapak ibu yang telah membaca sampai tuntas.
Semoga bermanfaat.

Comments

Popular posts from this blog

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Paska Ujian Kompre

Bismillah... telah menyelesaikan ujian komprehensif selama tiga puluh menit dengan baik. You are really doing fine! :) Setelah menerjang badai di akhir desember sampai pertengahan maret, yang ternyata masih menyisakan hujan lebat hingga bulan mei kemarin, aku sungguh basah kuyup dan kedinginan. Tapi aku bertahan, bahkan dengan kekuatanku yang tidak seberapa, aku memberanikan diri ikut PPG. Masya Allah. Kalau diingat-ingat, kuasa Allah sangat besar padaku :') Perjalanan yang sangat sangat tidak mudah. Hm...sekian intronya ya. Hihi.  *** Anyway, sebelum ujian komprehensif hari ini, selasa malamnya temen temen di grup kim A ada beberapa yang bermaaf-maafan. Disitulah aku mulai sedih juga. Karena aku baru pertama kali menjalani pendidikan ini (dan ku rasa semua orang juga menjalani yang pertama dan terakhir kalinya), aku clueless untuk tau setelah ini tahapannya apa, setelah ini bagaimana, dll. Tapi sepertinya setelah ini ya kami akan pe-pe-el dan bakal masuk di kelompok yang lebih kec

Happy Graduation Kelas XII 2019

Ditujukan untuk anak anak baik yang berhati lapang dan berpikiran terbuka. Bagi yang hatinya sempit, pikirannya tertutup, emosian, sebaiknya tidak perlu membaca❤ hihi Bismillahirrahmanirrahim... Assalamualaikum... Memenuhi janji nulis tadi. Let me say this first ya, "Selamat perpisahan anak-anak!" Alhamdulillah hari kemarin nggak ada yang nangis. Semuanya happy. Semuanya cantik cantik dan ganteng ganteng as always. Sebenarnya cuman mau nulis "sorry and thank you" aja sih ini. Hehe. Sebelumnya juga ibu minta maaf, karena tulisan ini ditujukan untuk anak anak seangkatan, ibu nggak bisa kalau harus menuliskan nama kalian satu satu dan mengulasnya. Gimana ibu bisa nulis ulasan buat 199 anak? Too much ya, Nak. Bisa nangis jari jari ibu. Anyway. Ya, akhirnya kita sampai di hari ini. Ibu bahagia untuk kesempatan yang sudah Allah berikan pada ibu. Ibu bisa mengantarkan kalian sampai disini. Selesai sudah tanggung jawab ibu. Untuk beberap