Hari ini aku berdiri di hadapan banyak pasang mata siswaku, sambil menggenggam puluhan lembar kertas soal.
Minggu lalu kami mengadakan PTS menggunakan aplikasi yang diakses dengan HP. Jaman semakin canggih, bahkan menjawab soal seperti ini saja diharuskan menggunakan teknologi. Ku akui memang lebih mudah menggunakan teknologi ini, tak payah kami mengoreksi jawaban satu satu dengan sebelumnya melubangi LJK pakai obat nyamuk.
Walau katanya Lembar Jawaban Komputer, tetap saja mengoreksinya manual.
Tapi begitulah~
Itu beberapa tahun silam.
Meski kami tak bau asap obat nyamuk lagi, nyatanya teknologi selalu punya celah untuk dikeluhkan.
Anak anak lebih suka berlelah lelah mempelajari tips dan trik untuk curang, ketimbang tips dan trik menjawab soal dengan mudah.
Kalau guru punya 1001 cara untuk meminimalisir kecurangan, siswa juga punya 1001 cara menyiasati agar bisa curang.
Apakah kecurangan senikmat itu?
Hingga mereka lebih suka berkubang di dalamnya?
Hari ini aku mengulang PTS itu.
Satu jam mereka berusaha mengerjakannya dengan susah payah. Aku bersyukur.
Lalu aku berdiri di depan, berdehem sebentar, untuk selanjutnya menyampaikan petuahku.
"Ibu harap kalian bisa mengerjakan tiap ulangan seperti hari ini.
Kalian sibuk dengan diri kalian sendiri. Berusaha begitu keras."
"Satu jam ini, rasanya bahkan kurang. Kalian sampai meminta tambahan waktu.
Tapi kenapa tiap PTS sebelumnya kalian baru 15 menit saja sudah selesai? Apakah kalian sembarangan saja menjawab? Apakah kalian meremehkan PTS itu? Atau kalian curang?"
"Ketika kemarin ibu melihat nilai hasil PTS itu, perasaan ibu jauh dari kata bangga. Rasanya sakit sekali dan sedih. Sebab ibu melihat banyak kecurangan dalam sederet angka yang berjejer rapi."
"Nilai PTS ini, hanya hitam di atas putih. Sepele sekali. Tidak cukup penting. Tapi kalian begitu mati-matian mendapatkan nilai dengan menghalalkan segala cara, sampai kalian berani berbuat curang."
"Hal sekecil ini saja, kalian berbuat seperti itu. Bagaimana dengan rasa lapar yang membuat kalian hilang akal sehat? Atau rasa sakit yang membuat kalian putus asa?"
"Kenapa ibu sampai harus berlelah-lelah mengadakan PTS ulang? Sampai memindahkan tempat duduk kalian? Mengatur sedemikian rupa? Kenapa setiap ulangan, bapak ibu guru pengawas sampai harus berkeliling mengawasi kalian satu satu?
Mestinya tidak begitu. Mestinya kami hanya perlu duduk manis dan membiarkan kalian mengerjakan ulangan dengan baik, sebab kalian jujur.
Sehingga kami tidak perlu khawatir.
Tapi kenyataannya kan tidak?"
"Ah ternyata, harga kejujuran itu sangat mahal, hingga sebagian siswa ibu tidak mampu membelinya."
"Ibu harap, ini kali terakhir kalian seperti ini"
"Jadilah orang yang jujur. Walau jalan itu sepi. Meskipun sepi, itu tetap jalan kebenaran."
"Jalan kejujuran itu sepi. Hanya segelintir orang yang menempuhnya. Walau sepi, jangan pernah takut. Ibu akan berada di jalan itu, menemani kalian."
- satu hari di bulan september 2025.
Komentar
Posting Komentar