Langsung ke konten utama

Pintu Surgaku

Banyak jalan menuju Surga, pintu-pintunya terbentang di hadapan.
Pilih mana yang kamu mampu, yang kamu bisa.
Kita bisa memilih lewat pintu mana saja, tapi terkadang kita pun tidak berdaya.

Ada pintu sedekah, ada pintu tahajud, pintu puasa, dan... pintu birrul walidain.

Ya, pintu berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu.

***

Birrul walidain? Pada masa kecilku, ku maknai sebagai tugas yang mudah.
Tapi setelah dewasa seperti saat itu, aku baru menyadari tugas ini ternyata berat.

Aku di masa lalu, bahkan dengan gagah beraninya meminta pada Allah, "Ya Allah jadikan aku tulang punggung keluarga! Aku tidak mau bapak ibuku kelelahan dan bekerja hingga di usia senja mereka."
Ku pikir, aku tidak mungkin tega menelantarkan mereka, tidak apa aku bekerja banting tulang demi mereka.

Tapi lagi lagi tidak semudah itu...

***

Ujian kehidupan hadir, di momen yang paling getir.
Aku bahkan mulai mengoreksi doaku, aku kira aku salah dalam meminta.
Aku diuji dengan sebuah apresiasi. Aku sudah habis-habisan bekerja dan menghasilkan nafkah, lalu aku diuji dengan kepahitan apresiasi yang tak ku dapatkan.

Belum lagi kalau ternyata nafkah yang ku beri tak pernah cukup.
Atau hati orang tuaku yang terlampau sensitif hingga tak mau menerima nafkahku lagi.

***

Semakin kesini, semakin bertambah usiaku, semakin menua pula orang tuaku.
Semakin banyak wawasanku, semakin keras juga ego orang tuaku.

Aku tak lagi bisa duduk manis bercakap lama, aku menyepi, menjauh dari orang tuaku sendiri.
Semakin lama waktu yang ku habiskan bersama mereka, yang ada hanya adu pendapat.
Aku si sok tau, dan orang tuaku yang merasa selalu paling benar.

Dan, semakin kesini pula, tak bisa ku pungkiri semakin melemah juga pola pikir mereka, ditambah aku yang selama ini merasa menjadi anak dengan luka pengasuhan.
Sebuah kombinasi fantastis untuk semakin merenggang.

Aku berusaha mencari jalan tengah.
Kesana kemari.
Selama ini pola pikirku terus mencari solusi, mencari jalan keluar.

Tapi ternyata malam ini, hatiku terasa terkoyak lebih dalam di luka yang paling menyakitkan di relung hatiku.

***

Ustadz Hanan Attaki mengatakan, "Tidak disebut berbakti kalau belum diuji. Justru disebut berbakti ketika kondisinya berat."

Berbakti itu bukan bersikap baik dengan orang tua yang selalu hangat dan pengertian.
Justru sebaliknya. Berbakti itu ketika diuji dengan orang tua yang tidak hangat, atau kondisi orang tua yang tidak ideal (ku sebut tidak ideal saja, walau pengertian ideal pada tiap orang tidak sama).

Ada anak yang orang tuanya sakit, sehingga kondisinya memprihatinkan dan harus merawat mereka. Maka inilah kondisi tidak ideal yang menjadi ladang berbakti sekaligus pintu surga si anak.

Pun sama halnya denganku, yang memiliki rumah yang tidak hangat.
Walau, kehangatan tiap rumah pun tidak selalu sama, walau bisa saja hanya aku yang merasa tidak hangat, sementara orang tuaku tidak begitu.
Kalau selama ini aku coba mencari titik temu dan berusaha mendamaikan, ternyata yang semestinya berdamai lebih dulu adalah aku.

***

Lagi lagi perspektif.

Ustadz Hanan alih alih memikirkan solusi agar aku dan orang tuaku bisa kembali berbincang lebih lama tanpa ada adu argumen, justru hanya menyiratkan bahwa ya disitulah letak berbaktinya, kita diuji dengan kondisi seperti ini agar kita bisa berbakti.

Aku harus bisa menurunkan egoku.
Bukan karena aku benar, bukan karena aku berilmu, bukan karena aku anak, sesimpel karena mereka pintu surgaku saja.

***

Aku harap tulisan ini bisa menjadi penyejuk bagi hati kecilmu yang babak belur karena orang tua.
Aku tau tidak mudah, tapi aku harap kita bisa belajar berdamai dan ridho pada semua ketentuanNya.

Kita dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga kita, tentu bukan tanpa alasan.
Orang tua kita pun bukan sembarang orang yang lalu lalang di hidup kita, mereka adalah orang-orang baik yang dengannya kita hadir yang menetap di hidup kita.

Aku tidak akan pernah tau luka apa yang sedang kamu genggam begitu erat,
Aku tidak akan tau bagaimana kamu bisa melalui hari-harimu hingga kini,
Aku juga tidak akan tau betapa menyesakkan tangis yang berusaha kamu pendam sedemikian dalamnya,

Tapi bisakah kamu mengucapkan selamat tinggal pada luka itu?
Memilih berdamai ternyata bisa memberi harap bahwa esok hari akan jauh lebih indah.

Kamu tidak akan bisa terus membawa bebanmu, berat sekali, bagaimana kalau kamu letakkan saja, atau buang jauh jauh?
Kamu begitu manis dan kecil.
Masa depanmu masih panjang dan cerah.
Luka itu, trauma itu, ketakutanmu perihal orang tuamu, lepaskanlah, inilah saatnya.

Kamu lihat kerutan di wajah mereka, kamu rasakan genggaman tangan mereka yang kasar, tidakkah penyesalanmu akan jauh lebih menyakitkan untuk kamu terima?

Turunkan egomu, mari memaafkan perlahan-lahan.

***

ku tuliskan kenangan tentang
caraku menemukan dirimu
tentang apa yang membuatku mudah
berikan hatiku padamu

takkan habis sejuta lagu
untuk menceritakan cantikmu
kan teramat panjang puisi
tuk menyuratkan cinta ini

telah habis sudah cinta ini
tak lagi tersisa untuk dunia
kan telah ku habiskan
sisa cintaku hanya untukmu

aku pernah berpikir tentang
hidupku tanpa ada dirimu
dapatkah lebih indah dari
yang ku jalani sampai kini

aku selalu bermimpi tentang
indah hari tua bersamamu
tetap cantik rambut panjangmu
meskipun nanti tak hitam lagi

bila habis sudah waktu ini, tak lagi berpijak pada dunia
telah aku habiskan sisa hidupku hanya untukmu
dan telah habis sudah cinta ini, tak lagi tersisa untuk dunia
karena telah ku habiskan sisa cintaku hanya untukmu, untukmu, hidup dan matiku


-  Virgoun 
Surat Cinta untuk Starla 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kos Putri 165

  Assalamu'alaikum, Blogger...   Tidak terasa sudah 3 tahun saya tinggal di kota cantik ini. Menjadi pendatang memang bukan h al yang mudah, karena selain kita harus bisa beradaptasi, kita juga harus bisa menemukan tempat tinggal yang cocok dan nyaman. Selama ini saya sudah 3 kali pindah kos-kosan. Mulai dari di daerah Yos Sudarso, Pangeran Samudera, dan yang terakhir di Borneo. Alhamdulillah, sekarang saya sudah menemukan kos yang sesuai dengan keinginan saya. Nah, dengan segala kerendahan hati saya :D Hari ini saya akan berbagi pengalaman selama berada di kos saya ini, yaitu Kost Putri 165. Yuk disimak!

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.

Happy Graduation Kelas XII 2019

Ditujukan untuk anak anak baik yang berhati lapang dan berpikiran terbuka. Bagi yang hatinya sempit, pikirannya tertutup, emosian, sebaiknya tidak perlu membaca❤ hihi Bismillahirrahmanirrahim... Assalamualaikum... Memenuhi janji nulis tadi. Let me say this first ya, "Selamat perpisahan anak-anak!" Alhamdulillah hari kemarin nggak ada yang nangis. Semuanya happy. Semuanya cantik cantik dan ganteng ganteng as always. Sebenarnya cuman mau nulis "sorry and thank you" aja sih ini. Hehe. Sebelumnya juga ibu minta maaf, karena tulisan ini ditujukan untuk anak anak seangkatan, ibu nggak bisa kalau harus menuliskan nama kalian satu satu dan mengulasnya. Gimana ibu bisa nulis ulasan buat 199 anak? Too much ya, Nak. Bisa nangis jari jari ibu. Anyway. Ya, akhirnya kita sampai di hari ini. Ibu bahagia untuk kesempatan yang sudah Allah berikan pada ibu. Ibu bisa mengantarkan kalian sampai disini. Selesai sudah tanggung jawab ibu. Untuk beberap

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Cerita Ramadhan

Minggu terakhir kerja... Setelah ini libur hari raya. Ah. Akhirnya terlalui juga masa masa ramadhan sambil bekerja. Setiap pagi berangkat dengan menggigil kedinginan. Perut begah, melilit, dan tidak nyaman. Tapi karena terus dijalani, ternyata dua minggu sudah berlalu. Dan kini memasuki minggu ketiga. *** Ramadhan ini selalu menyisakan gurat kesedihan dan banyak harapan. Kesedihan tersebab tidak maksimal menjalani ramadhan, dan harapan agar bertemu ramadhan berikutnya. Aku merasa aman di bulan ini, seolah bulan ini punya magis yang bisa menguatkan setiap keimanan manusia, menjadi tameng bagi hati hati yang rapuh, dan menjadi penyembuh bagi luka yang ada. Namun selama menjalani ramadhan, ternyata tidak mudah juga. Harus bergelut dengan rasa tidak nyaman karena maag, rasa mual dan sakit perut. Hingga untuk mendirikan shalat dhuha saja selalu banyak alasan. Atau kantuk yang tidak tertahankan ketika bangun sahur, lagi lagi mencari alasan untuk tidak shalat tahajud. Pikiran yang dipenuhi in

Berani

Bersemangat di satu pilihan, tidak lantas membuat hati ringan. Karena seringkali muncul tanda tanya, benarkah pilihan ini? Rasa takut, khawatir, dan cemas mulai berkerumun, seperti semut yang mengerumuni gula. Seperti tahun lalu, yang mestinya aku tidak perlu ikut karnaval agustusan, tapi tiba tiba aku ingin ikut. Rasanya aneh kalau tidak ikut. Beberapa teman baik tidak bisa ikut, aku mulai merasa takut, apakah ikut karnaval adalah pilihan yang benar? Perasaan khawatir, cemas, dan takut untuk memulai sesuatu, adalah hal yang wajar dirasakan. Tapi memberanikan diri untuk terus maju adalah hal yang mestinya dilakukan. Jadi tak apa merasa tidak nyaman di awal :) Walau takut, tapi tetap maju, adalah keberanian. Kita sudah hebat. :) Kita tidak membiarkan perasaan tidak nyaman itu menguasai kita, yang lantas membuat kita mundur. *** Seperti hari ini, rasa tidak nyaman itu muncul lagi. Ah. Tapi tak apa :) Bismillah

Nasihat untuk Para Bapak

Pesan dari para ibu ibu kemarin pagi "Mukti nanti kalau cari suami harus yang berlebih ya (materi)" Ku jawab, "Yang kurang aja belum tentu dapat bu" hihi ❤❤❤ Nggak usah senegatif itu bacanya. Para ibu itu menceritakan tentang lelahnya jadi wanita karir. Mereka meninggalkan anak demi mendapatkan penghasilan. Bukan, sungguh bukan hanya karena mereka mengejar gengsi. Tapi karena penghasilan suaminya dirasa belum mencukupi. Mereka harus bekerja di luar, itu demi membantu perekonomian bersama. Wanita karir yang harus bekerja dan meninggalkan anak. Tidak sesederhana yang terlintas dibenak para bapak. :) Meninggalkan anak itu bukan perkara mudah. Apakah dengan menitipkannya ke pengasuh atau menitipkannya ke ibu mereka jadi solusi? Sejujurnya tidak. Tetap akan ada yang hilang di antara hubungan ibu-anak. Apa itu? Memori dan kedekatan emosional. Bukankah madrasah pertama itu jatuh ke tangan seorang ibu? Lantas bagaimana bisa ibunya mengaj

Jealous

I wished you the best of All this world could give And I told you when you left me There's nothing to forgive But I always thought you'd come back, tell me all you found was Heartbreak and misery It's hard for me to say, I'm jealous of the way You're happy without me

Butterfly Era

Liat di IG tentang tulisan butterfly era di usia yang ketiga puluh membawaku dalam sekejap berada di tahun 2019 awal. Ternyata sudah lima tahun yang lalu. Butterfly era. Been there. Era dimana aku jatuh suka dengan seseorang, yang dengan kehadirannya, semua hal sederhana terasa begitu manis. Membuatku semangat menjalani hari. Membuatku senyum keGRan walau hanya membaca balasan WA. Melihat story IG atau story WA-nya.  Ah. Butterfly era. Saat aku mendadak salah tingkah. Saat rasanya usiaku kala itu (yang sebenarnya adalah 26 tahun) terseret kembali di masa aku remaja. Padahal hanya bertukar cerita via WA, tapi bahagianya bisa seharian. Apalagi saat menatapnya, yang tentu saja membuat aku kikuk. Saat dia di sampingku atau di hadapanku, ia berbicara apa saja begitu lepas, terkadang juga berbicara dengan malu malu. Semuanya tentang dia, aku suka. Aku yang sudah dewasa saat itu, jadi seperti anak SMA. Butterfly era itu benar adanya, di usia berapa saja bisa tetap dirasakan, semua tergantung