Menyukaimu semenyenangkan itu.
Bagaimana aku melihatmu di tempat kerjamu, lantas aku terburu buru pulang untuk berganti pakaian yang rapi, dan kesana seolah olah aku tidak tau ada kamu.
Bagaimana aku langsung hilang arah, dan tidak berkutik, padahal kamu ada di samping kiriku, dekat sekali, sampai aku bisa mengukur jarak tinggi badan kita.
Bagaimana aku menyesali tidak memiliki keberanian untuk menyapamu, padahal seulas senyum saja ku rasa cukup.
Bagaimana aku selalu meluangkan waktu untuk melewati ke tempat tempat yang biasa kamu kunjungi, walau aku jadi makin menjauh dari rumahku.
Bagaimana aku selalu mempertanyakan tentang diriku sendiri saat memikirkanmu.
Aku tau suka ini mungkin tidak akan berbalas.
Namaku saja kamu tidak tau.
Mungkin?
Bahkan mencari tau namamu saja perlu waktu satu dua bulan. Itu karena aku tertarik.
Tapi kamu?
Sayangnya, aku tidak tau caranya berhenti menyukaimu.
Seandainya aku tau, aku pasti belajar berhenti.
Sebab semakin aku menyukaimu, semakin aku jatuh terperosok ke dalam lembah harapan semu.
Beberapa manusia ragu menyatakan perasaannya sehingga kehilangan kesempatan, beberapa justru kehilangan saat berani menyatakan.
Entahlah. Aku benci keduanya.
Ijinkan aku mengagumimu saja, dari tempatku berdiri.
Menatapmu dalam diam.
Tidak ada harapan apapun yang ku panjatkan, karena manusia bodoh sepertiku, tidak tau mana yang menjadi takdir baikku.
Biarlah Tuhan yang menunjukkan bagaimana baiknya.
Jika bisa memilih tak bertemumu pasti, itu yang ku pilih.
Jika bisa ku hindari garis interaksi, itu yang ku pilih.
Dan jika dia memang bisa untukku sini dekat dan dekatlah...
Dan jika, dia memang bukan untukku tolong, reda dan redalah...
Reda dan redalah, atau...mendekatlah?
Tulus - Interaksi
Komentar
Posting Komentar