Skip to main content

Masa Kejayaan yang Perlahan Redup

Pagi itu hiruk pikuk kelas lebih nyaring dari hari biasa. Pasalnya hari ini hari pembagian rapor yang menegangkan. Beberapa siswa bahkan nekat duduk manis di area ruang guru, demi mencuri dengar informasi lebih dulu.

Kemudian waktu yang ditunggu-tunggu tiba, suara speaker menggema sampai sudut sudut sekolah, mengumpulkan kerumunan putih abu abu di lapangan dalam sekejap mata.
Semua masih bisik bisik ramai, hingga bapak kepala sekolah berdehem di mikrofon, menyampaikan sambutan.

Seluruh keramaian tadi sirna, semua hening mendengarkan dengan seksama.

Tak berapa lama, pengumuman itu mengudara.
Juara kelas yang diagung-agungkan.
Gegap gempitanya, seremonialnya, juga konflik iri-dengkinya. Hehe

Begitulah kesenangan anak sekolah teladan, saling berbangga dengan prestasinya. Membanggakan juara kelas, juara menyanyi, juara menari, juara kebersihan kelas, juara basket, juara debat, atau juara 17an sekalipun. Sorak sorai bahagianya terbawa sampai esok hari.
Kehidupan sekolah yang hanya sekali dirasakan oleh setiap orang, kompetisi tak kasat mata yang sengitnya menyaingi kejuaraan Piala Dunia.
Bahkan kompetisi rebutan pacar juga turut ramai dilakukan segelintir siswa yang tak mampu bersaing dalam juara kelas. 

***

Kini setelah beberapa tahun berlalu, tidak ada setitik pun rasa yang tersisa.
Teman-teman kerja pun tak berminat mengulik masa lalu orang lain, semua tertekan dengan pencapaian karirnya.
Apakah kita dulu juara kelas, apakah kita dulu berhasil mendepak kakak kelas selingkuhan pacar kita sekalipun, apakah kita dulu berhasil menyabet medali emas di kejuaraan renang, teman kerja tidak ada yang mau tau.

Waktu bergulir begitu cepat, sampai kita terseret terlalu jauh kedepan. Padahal hati kita masih tertinggal di belakang.

***

Masa-masa kejayaan yang menyenangkan itu memudar.

Sekarang siswa juara kelas ataupun siswa yang setia duduk di peringkat terbawah saling memperebutkan kursi ASN dalam sistem lowongan kerja yang sama. Semua mengundi peruntungannya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mapan. Menariknya, sistem seolah tak mau peduli apakah kalian dulunya peringkat satu atau peringkat seratus.

Cerita mengenai konflik di kelas semasa sekolah dulu hanya menarik dibahas dalam tongkrongan teman main satu sekolah, tak akan sama menariknya bila diangkat dalam rapat kantor. Lagian siapa juga yang mau mendengar cerita roman picisan anak SMA? Atau cerita kehebatan kita tawuran dengan sekolah musuh? 

***

Kembang sekolah yang cantik parasnya, kini menjalani hidup sebagaimana mestinya.
Kalau dulu para teman prianya saling beradu mengungkapkan perhatian dan cinta, kini satu persatu mundur.

Dulu berangkat sekolah dijemput si Anto, pulang diantar si Budi, ekskul bareng si Irwan, malam minggu nongkrong sama si Adi.
Kini? Pulang-pergi-nongkrong sama diri sendiri.

***

Pemain basket yang seminggu tiga kali berlatih di sekolah.
Tak ada keluh yang meluncur karena dia bahagia menjalaninya.
Nanti satu waktu ia ikut bertanding di sekolah tetangga. Lapangan kala itu begitu padat sorak sorai penonton dan dukungan dari pujaan hatinya. Bertambah gembira karena tim nya menang kala itu. 
Sesekali ia harus membolos jam pelajaran karena harus bertanding di luar kota. Menyenangkan bukan?
Belum lagi kalau mendapat curi curi pandang dari anak anak perempuan yang mengidolakannya.

Tak ada lagi cerita itu saat ini, pemain basket itu asyik menghabiskan semangkuk nasi rawon di warteg. Perutnya membuncit, agak sulit duduk lesehan. Masih jam ishoma, ia mengakhiri dengan satu isapan rokok sambil ikut menimbrung guyonan bapak bapak buruh angkut yang beristirahat tak jauh darinya.
Cerita masa sekolah yang begitu menarik untuk dikenang, nyatanya tak pernah terlintas lagi di kepala. Pemain basket itu telah menjadi pegawai swasta perusahaan sawit di kotanya. Padahal dulu dalam presentasi kuliah, ia yang paling getol berkoar koar dampak negatif dari bisnis sawit yang mengancam kelestarian alam. Tapi tak apa batinnya, toh masih banyak organisasi yang akan melestarikan alam di luaran sana.

***

Anak aktif yang badannya tegap nan legam dulu adalah anak yang tak mengenal lelah. Pagi pagi buta sudah ada di sekolah, sebelum ke kelas, mampir dulu ke sekretariat, mencatat hal hal yang tak perlu dicatat. Istirahat sekolah, ngacir mengumpulkan anggota ekskul untuk rapat. Pulang sekolah ganti baju shalat dzuhur lalu pergi lagi ke sekolah. Entah apa yang diurus, sibuk sekali teman kita ini.

Ketika masa orientasi sekolah, banyak mendapat surat cinta dari juniornya, pun hadiah yang bejibun. Dapat salam dari adek kelas, satu waktu dapat salam juga dari kakak kelas.

Ah masa-masa indah sekolah.

Sekarang anak aktif itu sudah menjadi seorang bapak yang rambutnya kusut dan lepek setiap pulang kerja. 
Kepalanya berdenyut saat ditagih istrinya uang belanja. Berangkat kerja letih, pulang kerja sama letihnya. Tak ada lagi salam salam yang mampir dari pengagum gelapnya, adanya salam dari ketua RT menagih pungutan uang keamanan.

***

Gadis mungil yang menjadi gadis kesayangan seisi sekolah, anak bontot di kelas. Selalu dimanja dan dilindungi, namun lebih sering dijahili. Tas sekolah atau buku-buku selalu jadi bulan-bulanan, sebentar saja ditinggal, sudah raib. Tiba tiba nanti ada di atas pohon, tiba tiba ada di atas pintu. Pusing memang, tapi semua itu hanya sebatas guyonan. Belum lagi HP nya yang tak ada sekat privasi. HP nya sudah jadi HP kelas, jam kosong sudah terpasang di speaker kelas, menyetel tembang hits di jamannya.

Kini gadis mungil itu menjelma menjadi gadis biasa, senyumnya jarang terlihat, ia melangkah gontai menyusuri koridor kantor, menyapa sekenanya dengan rekan kerja yang lebih senior.
Tak ada lagi candaan riang dari teman-temannya, hanya tersisa deadline pekerjaan dan ancaman PHK di depan mata.

***

Dulu gadis populer yang setiap bulan gonta ganti pacar semasa sekolahnya, kini telah menjadi ibu rumah tangga yang keluar masuk pasar ikan. Bermodalkan daster dan kerudung lebar, kantong plastik penuh di tangan. Sudah tidak terlalu peduli dengan penampilan, sudah terlalu sibuk juga walau sekadar memoleskan lipstik merah muda kesayangannya.

***

Bagaimanakah mengartikan masa kejayaan versimu?

Sama halnya dengan atlet kebanggaan Indonesia yang menjadi headline dimana mana, yang dielu-elukan dan diberi apresiasi setinggi-tingginya, akan seperti apa nantinya?
Inilah masa kejayaan mereka, namun akan bertahan berapa lama?
Kini tiap detik hidupnya disorot dan dinanti, tapi di masa yang lain, apakah masih seperti itu?

Apakah kita perlu mempunyai masa kejayaan?
Bukankah akhirnya ketika masa kejayaan itu menghilang yang tersisa hanyalah kenangannya?
Bahkan dikenang sekalipun justru yang tersisa adalah perasaan rindu dan sedih, rindu karena ingin kembali ke masa itu, dan sedih karena hanya kita yang bisa mengenangnya.

Seolah semua pencapaian di masa sekolah yang begitu gila diperjuangkan, kini tak ada satupun yang membekas.

Apakah arti dari masa kejayaan? :)

PS: Sorry, kali ini postingan tidak menuliskan kalimat mutiara di akhir tulisannya, still don't get any conclusion


Comments

Popular posts from this blog

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Paska Ujian Kompre

Bismillah... telah menyelesaikan ujian komprehensif selama tiga puluh menit dengan baik. You are really doing fine! :) Setelah menerjang badai di akhir desember sampai pertengahan maret, yang ternyata masih menyisakan hujan lebat hingga bulan mei kemarin, aku sungguh basah kuyup dan kedinginan. Tapi aku bertahan, bahkan dengan kekuatanku yang tidak seberapa, aku memberanikan diri ikut PPG. Masya Allah. Kalau diingat-ingat, kuasa Allah sangat besar padaku :') Perjalanan yang sangat sangat tidak mudah. Hm...sekian intronya ya. Hihi.  *** Anyway, sebelum ujian komprehensif hari ini, selasa malamnya temen temen di grup kim A ada beberapa yang bermaaf-maafan. Disitulah aku mulai sedih juga. Karena aku baru pertama kali menjalani pendidikan ini (dan ku rasa semua orang juga menjalani yang pertama dan terakhir kalinya), aku clueless untuk tau setelah ini tahapannya apa, setelah ini bagaimana, dll. Tapi sepertinya setelah ini ya kami akan pe-pe-el dan bakal masuk di kelompok yang lebih kec

Happy Graduation Kelas XII 2019

Ditujukan untuk anak anak baik yang berhati lapang dan berpikiran terbuka. Bagi yang hatinya sempit, pikirannya tertutup, emosian, sebaiknya tidak perlu membaca❤ hihi Bismillahirrahmanirrahim... Assalamualaikum... Memenuhi janji nulis tadi. Let me say this first ya, "Selamat perpisahan anak-anak!" Alhamdulillah hari kemarin nggak ada yang nangis. Semuanya happy. Semuanya cantik cantik dan ganteng ganteng as always. Sebenarnya cuman mau nulis "sorry and thank you" aja sih ini. Hehe. Sebelumnya juga ibu minta maaf, karena tulisan ini ditujukan untuk anak anak seangkatan, ibu nggak bisa kalau harus menuliskan nama kalian satu satu dan mengulasnya. Gimana ibu bisa nulis ulasan buat 199 anak? Too much ya, Nak. Bisa nangis jari jari ibu. Anyway. Ya, akhirnya kita sampai di hari ini. Ibu bahagia untuk kesempatan yang sudah Allah berikan pada ibu. Ibu bisa mengantarkan kalian sampai disini. Selesai sudah tanggung jawab ibu. Untuk beberap