Nasihat, ceramah, motivasi, dan semua perkataan perkataan dari pihak lain, baru bisa menembus diri kita saat kita memang sedang berada dalam posisi tersebut.
Misal, sedang bahagia, tapi mendengar ceramah tentang "kesedihan", ya lebih sering lewat begitu saja kan ceramahnya?
Karena kita tidak sedang di posisi itu.
***
Tadi pagi, dapat rekomendasi video Ustadz Adi Hidayat tentang konsep rejeki dari yutub.
Langsung nyes. Mengangguk angguk takjim. Sambil mau nangis. Hehe.
Ibunda Siti Hajar bersama anaknya, Nabi Ismail yang baru lahir, dibawa oleh Nabi Ibrahim ke sebuah lembah tandus. Kemudian ditinggalkan begitu saja. Siti Hajar bertanya pada suaminya, "apakah ini perintah Allah?", Nabi Ibrahim mengiyakan. Siti Hajar lalu menjawab, "kalau begitu, Allah tidak akan menyianyiakan hambaNya".
Hingga peristiwa yang diabadikan dalam rangkaian ibadah Haji itu terjadi.
Nabi Ismail menangis, kehausan dan kelaparan. Sementara air susu ibunya sudah kering. Lalu Ibundanya mencari pertolongan, mencari kesana kemari. Berlari dari bukit Safa, ke bukit Marwah. Sebuah pencarian yang sangat melelahkan.
Sampai akhirnya Allah turunkan pertolongannya dengan mendatangkan mata air Zam zam di dekat bayinya Ismail.
***
Sebuah konsep pencarian rejeki yang luar biasa.
Lembah tandus dan gersang, tidak ada tanaman ataupun sumber air. Padahal bisa saja Siti Hajar marah atau mengeluh kala itu. Kenapa Allah meminta Nabi Ibrahim menelantarkan ia dan bayinya disitu? Di antara banyaknya tempat lebih teduh, di antara banyaknya perkampungan, kenapa lembah tak berpenghuni malah menjadi tujuan mereka?
Namun, Siti Hajar tidak mengeluh, tidak jua mempertanyakan kepada Allah. Satu satunya hal yang ia lakukan ketika bayinya menangis adalah BERUSAHA mencari rejeki. Beliau tidak berpangku tangan dan berdoa saja, beliau lari, LARI, bahkan dalam jarak yang tidak dekat.
Konsep rejeki yang beliau ajarkan pada kita adalah USAHA, ikhtiar.
Bukan tanpa sebab beliau lari bolak balik Safa ke Marwah. Karena ketika Siti Hajar berada di Safa, ia seperti melihat oase di Marwah, itulah alasan ia menuju Marwah. Dan ketika ia di Marwah, ia seperti melihat oase di Safa, maka ia kembali menuju Safa.
Konsep kedua, HUSNUDZON pada Allah dan MEMAKSIMALKAN IKHTIAR.
Bisa saja ketika itu Siti Hajar mengurungkan niat karena merasa apa yang ia lihat hanya fatamorgana, kemudian beliau tidak kemana mana.
Bisa saja kala itu, beliau berpangku tangan dan berprasangka buruk pada Allah. Menyalahkan keadaan, mengutuk, berkeluh kesah, marah, dan putus asa.
Bukankah sebagai manusia, itu hal yang cukup manusiawi?
Bagaimana kita takut mencoba sesuatu karena merasa itu hal yang mustahil.
Bagaimana kita menyalahkan Allah atas serangkaian takdir yang tidak sejalan dengan usaha kita.
Perasaan campur aduk antara marah dan putus asa karena gagal.
Bagaimana kita mengurungkan niat sebab kita melihat tidak ada peluang di depan mata.
Atau perasaan kecewa karena seolah doa kita tidak diijabah Allah padahal kita sudah maksimal dalam beribadah.
Tapi, perasaan kalut itu semua bisa ditumpaskan dengan pedang tajam dan hebat bernama TAWAKAL.
***
Dan istri seorang Nabi, yang memiliki kedudukan di sisi Allah, Siti Hajar tidak terbersit sedikit pun prasangka dan rasa lelah itu. Beliau percaya pada Allah, bahwa Allah tidak akan membiarkan hambaNya menderita.
Maka selain berdoa, Siti Hajar memaksimalkan ikhtiarnya dalam mencari rejeki Allah, dan tetap berprasangka baik pada Allah.
Padahal kalaulah kita memikirkan secara logis, keadaan Siti Hajar saat itu bisa terbilang nihil dan mustahil untuk mendapatkan pertolongan. Peluang atau harapan untuk mendapatkan sumber air atau makanan pun nol besar.
Tapi tak menyurutkan langkah beliau untuk ikhtiar.
Hingga mukjizat itu hadir menjawab semua usaha yang beliau lakukan tanpa henti.
Mukjizat itu hadir untuk membalas perasaan ridho dan prasangka baik yang dimiliki oleh Ibunda Siti Hajar pada takdir yang ia alami.
***
Bukankah keadaan kita jauh lebih baik daripada Siti Hajar?
Peluang kita tidak nol. Bahkan angka satu pun setidaknya jauh lebih berarti daripada angka nol yang tidak bisa dibagi dengan apa apa.
Lantas kenapa kita sudah berputus asa?
***
Andai... Andai kita tau bagaimana Allah menggariskan hidup kita, pastilah kita menangis sebab Allah begitu sayang pada kita.
Allah SELALU memberikan takdir yang baik, bahkan untuk seorang pendosa sekalipun.
Tinggal bagaimana kita melihat dari sudut pandang husnudzon saja.
Hari ini Allah beri kita sakit dan rasa lelah. Padahal karena itu, Allah ingin menghapus dosa kita. Bukankah semestinya kita bersyukur?
Tapi kita sering mengedepankan keluh kesah dan playing victim, merasa Allah tidak sayang, merasa menjadi yang paliiiiing susah hidupnya.
Hari ini Allah tegur kita dengan hilangnya uang atau barang, padahal dibalik peristiwa itu Allah ingin mengingatkan kita agar tidak terlena pada kefanaan dunia. Padahal Allah tidak mau kita sibuk mengumpulkan harta benda yang tidak berkah sampai lupa menjalankan ibadah. Namun, kita setelah ditegur justru ingkar. Marah dan menyalahkan keadaan. Putus asa lalu enggan berdoa.
***
Konsep rejeki juga telah dengan gamblang dituliskan dalam lirik sederhana lagu Cicak di Dinding.
Cicak cicak di dinding.
Diam diam merayap.
Datang seekor nyamuk, hap. Lalu ditangkap.
Cicak hanya bisa merayap. M e r a y a p.
Dan menariknya, makanan cicak adalah nyamuk yang terbang.
Tapi yang datang adalah si nyamuk, datang seekor nyamuk. Kemudian hap! Lalu ditangkap. Karena rejeki itu datang, cicak tidak lantas berdiam diri. Ia menangkap.
Begitulah rejeki. Sejatinya rejeki itu seperti ajal. Ia lah yang datang menghampiri kita sesuai porsinya. Dan tugas kita adalah menangkapnya alias ikhtiar untuk menjemputnya.
Sebagaimana ibunda Siti Hajar yang berikhtiar menjemput pertolongan Allah, begitu juga lah mestinya kita meneladani konsep ikhtiar ini.
Sekalipun, kita merasa mustahil dan buntu, sesungguhnya doa bisa mendobrak semua logika terbatas kita.
Iringi semua ikhtiar kita dengan bermunjat pada Allah. Bersama Allah semua akan baik baik saja.
Untuk melesatkan busur panah, ia haruslah ditarik jauh ke belakang.
Bisa jadi, posisi kita saat ini sedang ditarik ke belakang untuk bisa melesat tepat ke sasaran di depan.
Bersabar. Maksimalkan ikhtiar. Tawakal.
Ps: bismillah lulus pppk tahap 2💜
Comments
Post a Comment