Seandainya bisa dihitung berapa tetesan air mata yang mengalir akibat sesak dan lelahnya mengajar, sungguh tak terhitung butuh berapa lembar sapu tangan untuk menyekanya...
Seandainya lelah dan penat karena harus berbicara seharian atau berdiri berjam-jam di depan pasang mata yang tak acuh, bisa dituliskan dalam sebuah bilangan, maka tak akan pernah ditemukan bilangan yang bisa mewakilinya...
***
Tak ternilai,
Begitulah harga Bapak Ibu yang sesungguhnya.
***
Hari guru ini momentum yang membuat banyak orang mengingat jasa gurunya, namun tak banyak pula yang menyempatkan untuk mengapresiasinya.
Tak diapresiasi bukan tak berarti,
Tak diapresiasi bukan tak ada arti.
Setangkai bunga palsu yang dibungkus rapi bertuliskan 'selamat hari guru' yang diberikan malu malu oleh seorang siswa, mungkin menghangatkan hati Bapak Ibu.
Tapi tak menerimanya pun, tak lantas mengikis jasa Bapak Ibu.
Sekotak kue bertabur keju dan krim, yang dihaturkan oleh siswa siswa dengan riuh, mungkin menyenangkan untuk dinikmati.
Tapi tak mendapatkannya pun, tak akan melemahkan pijakan Bapak Ibu.
Sepotong cokelat manis berpita yang diletakan diam diam di meja Bapak Ibu, tentu membuat senyuman manis kita turut mengembang. Tapi tak menemukannya di meja pun tak akan bisa meredupkan kebahagiaan kita bukan?
Banyaknya hadiah yang diterima, atau tak menerima sama sekali, bukanlah tolak ukur istimewanya Bapak Ibu sebagai guru.
Bukankah langit tak perlu pengakuan siapapun untuk mengisyaratkan ia tinggi?
Bukankah lautan tak perlu pengakuan siapapun bahwa ia begitu luas dan dalam?
Bukankah matahari tak perlu pengakuan siapapun bahwa ia terik dan bersinar?
Bapak Ibu itu baik, dan semua tau itu!
Bapak Ibu itu mengagumkan, dan semua bisa melihat itu.
Bapak Ibu itu hebat, dan semua percaya itu.
***
Asas Black itu menarik, Bapak Ibu!
Tentang kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diterima.
Bahwa semua kebaikan yang kita lepaskan, kita bagikan, kita berikan, sama dengan kebaikan yang akan kita terima. Malah bisa jadi lebih banyak yang kita terima!
Semua keringat, air mata, dan lelah Bapak Ibu kelak pasti akan kembali pada Bapak Ibu dengan sempurna.
Bisa kembali dalam bentuk salju yang menyenangkan.
Bisa kembali dalam bentuk hujan yang menyegarkan.
Atau kembali dalam bentuk embun yang menentramkan.
Mungkin tidak kembali saat ini, mungkin akan kembali di surga nanti.
Apresiasi itu beragam, tak melulu bisa diungkapkan dalam bentuk setangkai mawar, sebatang cokelat, atau sebuah kue tart.
Apresiasi itu bisa saja hadir dalam senyum siswa, sapaan, tatapan mata ramah mereka, diamnya mereka, perhatian tak kasat mata, atau doa baik yang mereka panjatkan dalam keheningan.
Tak semua apresiasi mereka mampu mereka wujudkan di hadapan Bapak Ibu, bahkan tak jarang saking besarnya nilai kita bagi mereka, mereka tidak mampu mengekspresikannya.
***
Akhir kata, Selamat Hari Guru!
Terpujilah wahai Engkau, Ibu Bapak Guru...
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku..
Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu...
Engkau adalah pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa💜
Comments
Post a Comment