Every teacher have a different teaching style
Kan?
Aku berharap tidak ada lagi guru atau bahkan orang awam yang mengkritisi bagaimana cara guru mengajar.
Mengkritisi dengan cara yang tidak bijak, maksudku.
"Saya tidak setuju dengan cara bapak A mengajar, menurut saya ..." Komentar salah satu guru dengan sombongnya.
"Saya tidak suka dengan ibu B mengajar, ibu B itu beliau biasanya menerapkan metode lama yang sudah tidak sesuai dengan metode saat ini ..." Kritik seorang guru di hadapan rekan rekannya.
Atau bahkan, "Kenapa guru C ini ngajar kok nggak becus, masa beliau ..." Seorang awam berceloteh dikerumuni tetangga tetangganya.
Subhanallah.
Kritik boleh, tapi ditujukan hanya untuk membangun, bukan menjatuhkan. Bedanya tipis sekali, kadang niat seseorang ingin membangun karakter orang lain, tapi setan bisa saja membisikan hal tidak baik sehingga ada kesombongan yang terselip dibalik kritik tersebut. Apalagi kalau mengkritik di khalayak ramai. Mudah sekali tertiup debu kesombongan dan keangkuhan.
Memang paling melelahkan mendengar omongan manusia. Tidak ada habis habisnya. Kita salah dihina, kita benar pun dicari kesalahannya.
Kenapa sih manusia suka sekali mencari kesalahan orang lain? Kenapa tidak mencari pahala saja?
Oh, karena sudah berpahala sepertinya.
Dan kenapa manusia manusia congkak itu tidak ada berhentinya merendahkan orang lain dan merasa begitu hebat?
Setiap guru punya cara terbaiknya dalam mengajar. Seorang guru agama dan guru matematika pasti punya cara yang tidak sama. Lah bagaimana sama? Kalau materi pelajarannya saja jauh berbeda?
Agama yang sarat akan cerita, dan matematika yang isinya rumus maupun hitungan.
Dan aku juga yakin, tiap guru telah melalui trial errornya di kelas. Semisal metode diskusi kurang efektif, maka guru akan menggunakan metode ceramah, kalau akhirnya kurang baik juga, maka guru akan mencari metode berikutnya, mungkin praktikum. Namun bila ketiganya kurang maksimal juga, guru akan mencoba metode lain. Begitu seterusnya sampai mereka menemukan metode yang paling sesuai. Dan mereka sendirilah yang paliiiing tau, mana yang terbaik bagi mereka dan kelas.
Guru A dan guru B, sekalipun mereka mengajar pelajaran yang sama, mereka tetap memiliki metode yang berbeda dalam mengajar. Itu hak istimewa mereka. Dan kalaupun mereka mengajar dengan metode yang sama juga tidak masalah.
Masalahnya adalah... terletak pada netijen yang sibuk mengomentari apapun. Subhanallah. :') ditahan aja coba lisannya pak bu.
Ketimbang mengomentari cara mengajar orang lain, mending introspeksi diri. Apakah diri ini sudah layak menjadi teladan yang digugu dan ditiru? Kalau belum, yasudah, sibukkan diri untuk terus melakukan perbaikan. Kalau sudah, ya terus belajar agar profesional. Kan gitu ya logikanya?
Orang orang yang kurang kerjaan dan merasa sok hebat, memang suka sekali ikut campur dan melampaui batas privasi orang lain. Mereka kira dengan berargumen seperti itu, mereka terlihat hebat? Keren? Sama sekali tidak. Malah terpampang jeleknya secara nyata.
Kadang aku menemukan juga, para orang awam yang tidak tau bagaimana dunia pendidikan saat ini ikut andil merasa paling tau bagaimana sebaiknya seorang guru bersikap. Ya Allah, apakah anda anda yang begitu mahir bicara itu paham, apa yang terjadi di kelas? Apakah anda kira dunia belajar anda dulu dan saat ini masih sama? Apakah anda tau berapa guru yang sudah menjadi korban kekerasan siswanya sendiri? Apakah anda tau isi kepala siswa masa kini? Tidakkah akal anda sebaiknya digunakan untuk berpikir dan mencerna kondisi pendidikan saat ini?
Stop talking nonsense please.
Anda anda yang mencemooh guru guru sebegitu dahsyatnya, sebaiknya coba merenung sejenak. Kenapa guru harus disalahkan apabila siswanya nakal? Sementara guru hanya menghabiskan beberapa jam bersama mereka, dan orang tua seharusnya yang punya lebih banyak waktu. Kenapa kalau siswa tidak naik kelas, guru dianggap gagal? Padahal siswa belajar tidak hanya di sekolah saja, tapi juga belajar di rumah? Dan kenapa, guru harus menjadi korban atas tindakan anarkis siswa, ketika justru guru-lah yang berusaha memperbaiki sikap siswanya yang kelewat batas?
Apakah sudah sebanding tanggung jawab yang anda embankan kepada guru dengan penghasilan yang mereka peroleh? Miris.
Pada akhirnya, aku hanya ingin meminta, jadilah lembut dan perasa.
Ketahuilah lisanmu bisa membunuh seseorang. Berhentilah mencampuri urusan orang lain dan arogan. Hiduplah dengan baik. Jadilah baik.
"Saya tidak setuju dengan cara bapak A mengajar, menurut saya ..." Komentar salah satu guru dengan sombongnya.
"Saya tidak suka dengan ibu B mengajar, ibu B itu beliau biasanya menerapkan metode lama yang sudah tidak sesuai dengan metode saat ini ..." Kritik seorang guru di hadapan rekan rekannya.
Atau bahkan, "Kenapa guru C ini ngajar kok nggak becus, masa beliau ..." Seorang awam berceloteh dikerumuni tetangga tetangganya.
Subhanallah.
Kritik boleh, tapi ditujukan hanya untuk membangun, bukan menjatuhkan. Bedanya tipis sekali, kadang niat seseorang ingin membangun karakter orang lain, tapi setan bisa saja membisikan hal tidak baik sehingga ada kesombongan yang terselip dibalik kritik tersebut. Apalagi kalau mengkritik di khalayak ramai. Mudah sekali tertiup debu kesombongan dan keangkuhan.
Memang paling melelahkan mendengar omongan manusia. Tidak ada habis habisnya. Kita salah dihina, kita benar pun dicari kesalahannya.
Kenapa sih manusia suka sekali mencari kesalahan orang lain? Kenapa tidak mencari pahala saja?
Oh, karena sudah berpahala sepertinya.
Dan kenapa manusia manusia congkak itu tidak ada berhentinya merendahkan orang lain dan merasa begitu hebat?
Setiap guru punya cara terbaiknya dalam mengajar. Seorang guru agama dan guru matematika pasti punya cara yang tidak sama. Lah bagaimana sama? Kalau materi pelajarannya saja jauh berbeda?
Agama yang sarat akan cerita, dan matematika yang isinya rumus maupun hitungan.
Dan aku juga yakin, tiap guru telah melalui trial errornya di kelas. Semisal metode diskusi kurang efektif, maka guru akan menggunakan metode ceramah, kalau akhirnya kurang baik juga, maka guru akan mencari metode berikutnya, mungkin praktikum. Namun bila ketiganya kurang maksimal juga, guru akan mencoba metode lain. Begitu seterusnya sampai mereka menemukan metode yang paling sesuai. Dan mereka sendirilah yang paliiiing tau, mana yang terbaik bagi mereka dan kelas.
Guru A dan guru B, sekalipun mereka mengajar pelajaran yang sama, mereka tetap memiliki metode yang berbeda dalam mengajar. Itu hak istimewa mereka. Dan kalaupun mereka mengajar dengan metode yang sama juga tidak masalah.
Masalahnya adalah... terletak pada netijen yang sibuk mengomentari apapun. Subhanallah. :') ditahan aja coba lisannya pak bu.
Ketimbang mengomentari cara mengajar orang lain, mending introspeksi diri. Apakah diri ini sudah layak menjadi teladan yang digugu dan ditiru? Kalau belum, yasudah, sibukkan diri untuk terus melakukan perbaikan. Kalau sudah, ya terus belajar agar profesional. Kan gitu ya logikanya?
Orang orang yang kurang kerjaan dan merasa sok hebat, memang suka sekali ikut campur dan melampaui batas privasi orang lain. Mereka kira dengan berargumen seperti itu, mereka terlihat hebat? Keren? Sama sekali tidak. Malah terpampang jeleknya secara nyata.
Kadang aku menemukan juga, para orang awam yang tidak tau bagaimana dunia pendidikan saat ini ikut andil merasa paling tau bagaimana sebaiknya seorang guru bersikap. Ya Allah, apakah anda anda yang begitu mahir bicara itu paham, apa yang terjadi di kelas? Apakah anda kira dunia belajar anda dulu dan saat ini masih sama? Apakah anda tau berapa guru yang sudah menjadi korban kekerasan siswanya sendiri? Apakah anda tau isi kepala siswa masa kini? Tidakkah akal anda sebaiknya digunakan untuk berpikir dan mencerna kondisi pendidikan saat ini?
Stop talking nonsense please.
Anda anda yang mencemooh guru guru sebegitu dahsyatnya, sebaiknya coba merenung sejenak. Kenapa guru harus disalahkan apabila siswanya nakal? Sementara guru hanya menghabiskan beberapa jam bersama mereka, dan orang tua seharusnya yang punya lebih banyak waktu. Kenapa kalau siswa tidak naik kelas, guru dianggap gagal? Padahal siswa belajar tidak hanya di sekolah saja, tapi juga belajar di rumah? Dan kenapa, guru harus menjadi korban atas tindakan anarkis siswa, ketika justru guru-lah yang berusaha memperbaiki sikap siswanya yang kelewat batas?
Apakah sudah sebanding tanggung jawab yang anda embankan kepada guru dengan penghasilan yang mereka peroleh? Miris.
Pada akhirnya, aku hanya ingin meminta, jadilah lembut dan perasa.
Ketahuilah lisanmu bisa membunuh seseorang. Berhentilah mencampuri urusan orang lain dan arogan. Hiduplah dengan baik. Jadilah baik.
Komentar
Posting Komentar