Assalamu’alaikum! ^-^
Malam ini blogging ditemani
segelas susu dan sebungkus oreo.
Oh iya! Ada yang pernah nonton film India “My Name is Khan?” Iya itu loh
yang pemainnya si ganteng Sharukh Khan. Sudah? Pernah? Kalau sudah,
alhamdulillah, langsung lanjutin bacanya. Tapi kalau belum, nonton dulu, biar
paham ini isi postingannya ke arah mana.
Oke, jadi postingan kali ini ada hubungannya dengan film tersebut. Tentang Islam, tentang ummat Islam di negara berpenduduk mayoritas nonmuslim.
Oke, jadi postingan kali ini ada hubungannya dengan film tersebut. Tentang Islam, tentang ummat Islam di negara berpenduduk mayoritas nonmuslim.
Ketika menonton film tersebut, kita diperlihatkan suatu kondisi, suatu
keadaan dimana Islam menjadi semacam fobia. Melihat bagaimana ummat Islam
bertahan disana. Jadi tokoh utama yang diperankan oleh si Raja Bollywood, Khan
mencoba bertahan dalam status keagamaannya paska serangan WTC. Apakah memang
se-trouble itu?
Ya. Begitulah adanya.
Ya. Begitulah adanya.
Mungkin kita pada awalnya beranggapan bahwa film itu hanya fiktif saja, karangan, tidak sepenuhnya benar. Saya rasa anggapan itu sah-sah saja, karena kita lahir dan menghabiskan sisa hidup di Indonesia, yang katanya negara mayoritas Muslim. Sehingga mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, kita lebih sering ketemu sama saudara seiman kita. Maka ketika melihat film itu, kita masih merasa baik-baik saja. Nah, kalau sampai detik ini Anda masih merasa seperti itu. Saya rasa Anda diijinkan untuk mulai merasa khawatir. Kenapa? Karena Anda yang mengaku Muslim, ternyata masih belum melihat dunia Islam yang seutuhnya.
Islam di Indonesia dan Islam di negara bukan Indonesia.
Mari kita mengunjungi Palestina terlebih dulu. Tau Palestina? Kalau
tidak tau, hanya ada dua kemungkinan, Anda sibuk banget, atau Anda jarang nonton tipi dan berselancar di dunia maya.
Palestina adalah sebuah negara Muslim yang saat ini sedang mati-matian
mempertahankan akidah dan tanahnya. Konflik antara Palestina dan Israel saya
rasa tidak akan pernah usai. Salah satu alasannya mungkin simpel saja, karena Israel
takut dengan Palestina. Betapa tidak, anak-anak Palestina yang masih belia merupakan
penghapal Al Quran yang handal. Bayangkan, baru anak-anak saja sudah sehebat
itu, bagaimana nanti? Itulah yang dipikirkan mereka. Perempuan-perempuan
Palestina lebih luar biasa. Mengapa? Karena mereka bisa mendidik anak
secemerlang itu. Maka, atas dasar itulah, banyak anak dan perempuan Palestina
menjadi sasaran teror Israel.
Disana, pemandangan anak-anak menangis sudah biasa. Mereka menangis
karena kehilangan saudara mereka, karena kehilangan bapak ibu mereka yang tewas
diserang Israel. Hari ini masih makan malam bersama bapak ibu, besok siang,
bapak ibunya tewas dipelukannya sendiri.
Di Indonesia, anak-anak pun menangis. Menangis karena diputusin
pacarnya, diselingkuhi, dicueki gebetannya, melihat mantan punya pacar baru,
dan sebagainya dan sebagainya, atau karena tidak dibelikan gadget yang sedang in misal aipon, ya mungkin juga begitu.
Sama kan? Sama-sama menangis. Tapi dengan alasan yang jauh sekali
berbeda.
Kunjungan kedua, mari ke negara Amerika. Negara adidaya, negara maju,
negara besar, dan negara yang menjadi kiblat fashion anak muda saat ini. Amerika memang sangat terkenal. Tidak hanya
jadi kiblat fashion saya kira, semua hal kini
merujuk ke negara ini. Mulai dari makanan, gaya hidup, pandangan hidup, film,
musik, dan masih banyak lagi.
Nah bagaimana kehidupan Islam di Amerika? Disini Islam masih bisa
bernapas, iya masih bisa.
Tapi, Anda yang pakai cadar dan jenggotan, harap hati-hati. Karena mereka akan merasa asing, sinis, dan tidak suka pada kehadiran Anda. Islam dicap sebagai teroris disini. Ada beberapa bagian dalam film “My Name is Khan” yang memperlihatkan ummat Islam disana menutupi identitas mereka agar bisa hidup nyaman di Amerika. Ada adegan dimana adik ipar Khan yang menggunakan hijab diteror, sehingga ia memutuskan untuk melepas hijabnya. Sang suami mengatakan, ‘untuk sementara kamu tidak perlu menggunakan ini (hijab), Allah mengerti, namun mereka tidak mau mengerti’.
Wah, apakah seperti itu memang? ya, lagi-lagi memang begitulah adanya.
Tapi, Anda yang pakai cadar dan jenggotan, harap hati-hati. Karena mereka akan merasa asing, sinis, dan tidak suka pada kehadiran Anda. Islam dicap sebagai teroris disini. Ada beberapa bagian dalam film “My Name is Khan” yang memperlihatkan ummat Islam disana menutupi identitas mereka agar bisa hidup nyaman di Amerika. Ada adegan dimana adik ipar Khan yang menggunakan hijab diteror, sehingga ia memutuskan untuk melepas hijabnya. Sang suami mengatakan, ‘untuk sementara kamu tidak perlu menggunakan ini (hijab), Allah mengerti, namun mereka tidak mau mengerti’.
Wah, apakah seperti itu memang? ya, lagi-lagi memang begitulah adanya.
Sebenarnya tidak hanya di Amerika, semua negara yang mayoritas nonmuslim
akan ‘mengistimewakan’ Anda yang muslim. Disini, identitas Anda mahal sekali
harganya. Di suatu wilayah di Prancis, perempuannya harus membayar pajak atas
hijab yang mereka kenakan. Lantas apakah kemudian mereka memilih untuk melepas
hijabnya? Tidak. Justru mereka lebih memilih membayar pajak ketimbang
menggadaikan prinsip hidupnya. Ada pula perempuan yang kesulitan mendapatkan
pekerjaan lantaran hijabnya, referensi serunya, silakan tonton “99 Cahaya di
Langit Eropa”. Banyak pula yang kehilangan pekerjaannya karena pakai hijab. Di
beberapa negara lain, anak-anak perempuan dilarang memakai hijab di sekolahnya.
Biar sama, dalihnya.
Hal yang sama berlaku di beberapa bandara internasional, mereka akan memeriksa Anda bila Anda pakai hijab.
Di Jepang, untuk pakai hijab saja, Anda harus beli hijabnya dari luar Jepang. Karena di Jepang, sulit sekali mencari khimar.
Hal yang sama berlaku di beberapa bandara internasional, mereka akan memeriksa Anda bila Anda pakai hijab.
Di Jepang, untuk pakai hijab saja, Anda harus beli hijabnya dari luar Jepang. Karena di Jepang, sulit sekali mencari khimar.
See? Memakai hijab
saja sebegitu besar konsekuensinya, padahal cuma
pakai hijab.
Nah, yang di Indonesia bagaimana? Kita perempuan tidak harus bayar
pajak, tidak harus merogoh kocek dalam-dalam untuk pakai hijab. Kebebasan? Sudah
diberikan seluas-luasnya. Malahan di Aceh, Anda wajib pakai hijab. Kalau tidak
pakai hijab, Anda akan ditangkap satpol pp.
Sekolah? Banyak sekolah berbau Islam disini, yang artinya pakai hijab
tidak akan dilarang, justru diwajibkan. Kalaupun Anda sekolah di sekolah umum,
pakai hijab sah-sah saja. Tapi kenyataannya, tidak banyak yang hanya pakai
hijab di sekolah saja, dan di luar tanpa merasa malu, mengurai rambutnya. Di negara
lain, anak kecil saja kekeuh tidak
mau ketika gurunya meminta dia melepas hijabnya, tapi disini?
Pekerjaan?
Beberapa pekerjaan di Indonesia yang atasannya mungkin lupa (atau tidak tau) rejekinya dia darimana, memang akan meminta para bawahannya untuk berpenampilan menarik. Rok mini, baju ketat. Dan Anda yang berhijab pun akan diminta melepas hijab kalau mau kerja disana. Tapi itu pilihan. Karena di luar sana pekerjaan yang baik masih banyak. Tapi kadang, kita justru lebih memilih menanggalkan hijab kita dan ‘berpenampilan menarik’.
Beberapa pekerjaan di Indonesia yang atasannya mungkin lupa (atau tidak tau) rejekinya dia darimana, memang akan meminta para bawahannya untuk berpenampilan menarik. Rok mini, baju ketat. Dan Anda yang berhijab pun akan diminta melepas hijab kalau mau kerja disana. Tapi itu pilihan. Karena di luar sana pekerjaan yang baik masih banyak. Tapi kadang, kita justru lebih memilih menanggalkan hijab kita dan ‘berpenampilan menarik’.
Di Indonesia, toko hijab melimpah ruah. Dijual, dijajakan seperti kacang
goreng. Harganya? Jangan tanya. Yang diskon, 20ribuan buanyak. Memang saya
akui, hampir semua perempuan muslim di Indonesia punya, tapi beberapa hanya
disimpan di lemari, dipakai nanti pas lebaran atau maulid Nabi. Jadi Islamnya
pas lebaran dan maulid Nabi aja? :D
Lihat perbedaannya? Bandingkan!
Muslim di negara ini dan negara lain. Sungguh memilukan bukan?
Muslim di Indonesia terlalu dimanjakan dengan ‘mayoritas’nya. Merasa baik-baik
saja. Padahal di negara yang minoritas, saudara kita seiman, begitu berjuang
mempertahankan agamanya. Urusan perut saja mereka bingung, toko khusus menjual
bahan makanan halal sangat minim, tapi apakah mereka lantas makan yang haram? Tidak.
Dan kita? Makanan minuman halal betebaran di setiap mata memandang, tapi
sebagian malah memilih mabuk-mabukan minum khamr.
Ini serius, Kawan.
Kita sedang kebingungan identitas kita. Kemana Islam kita?
Islam di Indonesia memang tidak dihabisi seperti di Palestina, tapi kita
dihabisi dengan bobroknya ilmu agama
kita sendiri.
Berapa banyak Muslim tapi tidak paham Islam? Berapa banyak yang mengaku cinta Allah, cinta Rasul, tapi tidak mengenal Allah-nya, tidak mengenal Rasul-nya?
Berapa banyak yang tersesat dari agamanya sendiri? Berapa banyak yang ketika ditanya kenapa ia shalat, zakat, puasa, tapi bingung dengan alasannya?
Berapa banyak yang mengaku khatam Al Quran, tapi tidak paham kandungan kitabnya sendiri?
Berapa banyak yang mengambil hukum Allah secara prasmanan, diambil yang disuka saja?
Berapa banyak Muslim tapi tidak paham Islam? Berapa banyak yang mengaku cinta Allah, cinta Rasul, tapi tidak mengenal Allah-nya, tidak mengenal Rasul-nya?
Berapa banyak yang tersesat dari agamanya sendiri? Berapa banyak yang ketika ditanya kenapa ia shalat, zakat, puasa, tapi bingung dengan alasannya?
Berapa banyak yang mengaku khatam Al Quran, tapi tidak paham kandungan kitabnya sendiri?
Berapa banyak yang mengambil hukum Allah secara prasmanan, diambil yang disuka saja?
Bagaimana cara menjauhkan ummat Islam di Indonesia? Mudah!
Food, Fun, Fashion.
Kita dilenakan dengan makanan. Makanan minuman haram, makanan halal
namun tidak thoyyib? Akhirnya makanan dan minuman itu membuat kita sakit, tidak
sehat, tidak semangat. Merusak diri sendiri. Tidak perlu lah dibom, cukup
disuguhi makanan minuman tidak sehat saja, nanti akan mati sendiri, mungkin
begitu kasarnya.
Kesenangan. Generasi penerus bangsa, generasi yang digadang-gadang
sebagai generasi emas, cemerlang, adik-adik kita, kemana mereka saat ini? Para tentara
Islam yang diharapkan akan menegakkan agama Allah, tentara Islam yang hidup
matinya untuk Allah. Kemana mereka? Mereka sedang asyik bersenang-senang, Kawan.
Mereka dijauhkan dari Islam. Mereka digiring menyukai dunia malam, dunia yang
dekat dengan zina, dekat dengan kehancuran. Mereka disuguhi sinteron dan
tayangan tidak bermoral, dimanjakan, sehingga lalai tujuan hidupnya, lalai untuk
apa ia diciptakan. Sementara anak Yahudi di belahan dunia sana, mereka dididik
dengan baik, diajari militer, diajari iptek, disuguhi makanan dan minuman
menyehatkan. Lah kita? Pendidikan sudah bisa diakses seluas-luasnya, malah
malas.
Fashion. Berapa banyak
dari kita yang nyaman melihat perempuan memakai celana pendek dan baju tanpa
lengan? Melihat rambut tergerai tertiup angin? Berapa banyak dari kita yang happy-happy saja melihat pemandangan
ini? Lantas menatap sinis perempuan yang berjubah, memakai cadar, yang tertutup
atas bawah. Malah kadang terlintas di benak kita, beranggapan perempuan
berhijab tadi teroris. Kita sedang bahaya, Kawan. Bagaimana bisa kita menilai
saudara kita sendiri teroris? Nabi bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali pula dalam keadaan
asing. Maka berbahagialah orang-orang yang terasing. (HR. Muslim)”. Kini dimata
kita, perempuan seksi hal biasa. Kenapa? Karena sudah terbiasa, sudah sering lihat, dimana-mana begitu. Kemudian kita
merasa sebal, dan menatap tajam perempuan yang hijabnya lebar, beranggapan
mereka ini fanatik Islam, kenapa begitu? Karena tidak biasa lihat yang begituan.
Maka jangan heran, nanti kita akan biasa saja melihat orang-orang kesana kemari tanpa baju sehelaipun, karena terbiasa.
Dan karena terbiasa pula, kita tetap kagum saja pada pasangan Brad Pit dan Angelina Jolie yang walaupun bertahun-tahun hanya tinggal bersama tanpa menikah, namun kita justru mengecam habis-habisan Aa Gym yang poligami.
Maka jangan heran, nanti kita akan biasa saja melihat orang-orang kesana kemari tanpa baju sehelaipun, karena terbiasa.
Dan karena terbiasa pula, kita tetap kagum saja pada pasangan Brad Pit dan Angelina Jolie yang walaupun bertahun-tahun hanya tinggal bersama tanpa menikah, namun kita justru mengecam habis-habisan Aa Gym yang poligami.
Saya punya pengalaman menarik dengan hijab lebar saya. Jadi ketika itu
sedang berkumpul bersama teman-teman baru. Kebetulan semuanya muslim. Mereka sama-sama
mahasiswa, bedanya mereka mahasiswa dari kampus Islam. Awalnya saya merasa
nyaman berkumpul bersama mereka, bagaimana tidak? wong saudara sendiri. Kemudian
perempuanya ada yang mengajak ke salah satu wisata air di dekat situ, saya
belum menjawab, tiba-tiba ada laki-laki yang nyeletuk begini pada saya “ah mana
mau dia, dia kan fanatik!” kemudian dia bergumam “jadi orang jangan fanatik
donk”. Saya seketika langsung speechless.
Saya kehabisan kata-kata. Padahal mahasiswa yang mencap saya fanatik tadi
adalah muslim. Masa pakai hijab lebar saja fanatik? Memang ada fanatik dan
tidak fanatik agama? Kalau saya fanatik,
dia apa? lihat? Betapa mereka yang mengaku muslim sekalipun, masih belum
mengenal agamanya sendiri. :’)
Well, jadi inilah sekelumit tulisan saya mengenai Islam di Indonesia dan
yang bukan di Indonesia. Saya harap tulisan ini mampu membawa perubahan yang
baik pada pembacanya. Maaf kalau ada beberapa yang salah kata, silakan bisa
berikan komentarnya berupa kritik dan saran.
Saya menulis ini sebenarnya untuk mengingatkan diri sendiri. Bukan karena
saya sudah baik, sudah sempurna. Justru saya sedang belajar, dan insya Allah
akan terus belajar.
Sekian, semoga bermanfaat :)
Comments
Post a Comment