Walaupun banyak ingatan yang pilu dan nelangsa di Jekan Raya, namun ada sedikit perasaan rindu.
Bukan untuk mengulang lika liku 4 tahun yang haru biru, hanya ingin menelusuri tiap titik yang pernah terjamah dulu.
Ingin kesana, bersama seorang teman baik.
Membuka cerita yang pernah menarik.
Singgah di semua tempat yang hanya menyisakan banyak hal hal baik.
Seperti kafenya, rumah makannya, tokonya, maupun tempat belajarnya.
Walau lega telah pergi darisana, sepintas rindu hadir tak mau lepas.
Kadang menangis mengingat semuanya. Tangis bahagia, tangis penyesalan, tangis luka...
Kadang membenci banyak orang, membenci banyak jalan hidup, membenci diri sendiri...
Kadang pula bersyukur, suatu hal yang tak mungkin, menjadi mungkin bila Allah berkehendak...
Kadang berterimakasih yang tak henti, atas semua yang sudah terjadi.
Bahkan kata terima kasih pun tak cukup untuk membalas semua kebaikan yang ku terima kala itu...
Jekan Raya.
Dua kata yang membuat pikiranku melayang ratusan kilometer kesana.
Jalan besarnya, jejeran ruko kiri kanan, rumah sakit, toko bahan alat kimia, tukang jahit yang terselip di sudut, pasar, gerobak nasi kuning, ruang baca prodi, koridor fakultas, jejeran loket rektorat, ruang tempat mengurus beasiswa, perpustakaan, gajebo, ruang pak Damsyik, rumah pak Suandi dan Birong-nya, lab hijau kimia, tempat penyimpanan bahan, lemari asam, dan semuanya...
Kosku, dan jendela yang menghadap ke langit.
Waktu subuhnya, waktu pagi, siang, sore, atau malam.
Terisak mengingat semuanya.
Sebuah kecamatan yang aku telah kenali beberapa tahun seorang diri.
Tempat aku selalu menitikan air mata. Menyimpan banyak duka dalam diam.
Jekan Raya.
Berharap lain kali hanya tawa yang ku ingat dari perjalanan kemarin ini. Lupakan semua air matanya.
Ubahlah masa ini, perbaiki andai bisa, yang lalu biarlah tertutup menjadi kenangan. Harus kuat dan hebat.
Comments
Post a Comment