Langsung ke konten utama

Too Good to be True 1

Assalamualaikum

Weekend. Tiba tiba pengen nulis di blog pakai laptop :)
Backsound-nya Dealova, suara merdu Once jadi bikin mood nulis semakin nambah. Hehe
Plus air putih segelas dan buah naga yang tinggal seperempat.

***

Selama 27 tahun hidupku dan semua lika-likunya yang selalu bisa disyukuri, aku menemukan serangkaian kejadian yang too good to be true dan ingatan itu masih membekas jelas. Entah karena belum bisa mengikhlaskan kejadian itu sebagai untaian kenangan manis, atau karena kejadian itu seperti barusan terjadi kemarin saja.

Baru ku sadari bahwa aku belum pernah menuliskan detailnya di blog, hebat juga pertahanan ego-ku untuk tidak berbagi rahasia itu.
Tapi karena sudah lama sekali berselang, tidak bisakah ku tuliskan disini?
Sepertinya 'orang ketiga tunggal' yang akan kita bicarakan pun tidak akan melipir kesini lagi, jadi peluang dia tau bahwa ia sedang dibicarakan pun menyentuh angka nol.

Fyi, tidak semua hal yang terjadi dalam hidupku, aku bagikan disini, biar bagaimanapun manusia selalu penuh rahasia dan tanda tanya. Jadi, tidak ada alasan khusus kenapa beberapa hal kemudian aku ceritakan.

***

Hari itu, kamis siang. Suatu siang yang terbilang terik dan sibuk.
Tekadku bulat kalau aku sudah berkutat di depan laptop. Setidaknya satu to do lists-ku wajib selesai kalau aku sudah berhadapan dengan laptop.

Di sela-sela kesibukan itu, selalu ada jeda.
Dan jedanya cukup menyita perhatianku juga ternyata. Layarku tidak selalu menarik dibanding apa yang ada di belakangnya.

Seorang pemuda dibalik pintu, dalam pakaian biru mudanya sedang berbincang dengan beberapa pemuda lain. Entah harus mengatakan fortunately atau unfortunately, pemuda itu berada dalam jarak pandangku. Sehingga aku cukup lama memandanginya dari tempat dudukku.
Hari itu adalah hari dia akan pergi dari tempat ini, aku sempat bergumam dalam hati... "Ingin rasanya mengabadikan diri ini dengan pemuda itu dalam sebuah foto". Sebuah hal yang mungkin sepele bagi banyak orang, bukan? 'foto bersama', tidak akan sesulit mengerjakan ujian nasional matematika.

Aku segera mengalihkan pandanganku, karena keinginanku terlalu tinggi. Malaikat saja mungkin menimbang-nimbang untuk mengamini. Kau tau alasan kenapa keinginan itu tidak sepele bagiku?
Karena aku mengenakan warna pakaian yang tidak sama dengan pemuda itu, pakaianku berwarna merah-hitam, sementara ia mengenakan pakaian biru muda :)
Diantara semua jarak, sekalipun jarak salib-tasbih, tidak ada yang lebih jauh jaraknya selain warna pakaian ini. Andai dia mengetahuinya

Aku mengetik sesuatu lagi di laptop. Memandangi layar lekat-lekat, seolah menyadarkanku bahwa inilah tempat aku seharusnya berada. Bukan disana, dibalik pintu.

Sungguh tidak perlu waktu lama untuk Tuhan mengejutkanku pada skenarioNya.

Aku menangkap sekelebat bayangan biru mendekat dari sudut mataku, yang setelah aku mendongak, pemuda itu telah berdiri di depanku.
Kehadirannya dalam jarak yang cukup dekat ini saja sudah membuat aku canggung, tapi aku tidak menyadari kejadian yang akan terjadi berikutnya ternyata lebih mengejutkan lagi. Pemuda itu menanyakan atau mungkin meminta aku untuk foto bersamanya.

Aku kehilangan kesadaran dan kemampuan bicaraku selama beberapa detik.

Bagaimana bisa seorang pemuda di hadapanku ini telah berhasil membuatku membeku?

Pemuda yang tadinya berjarak sangat jauh, kini ada di samping kiriku, tersenyum ke arah kamera. Memperlihatkan wajah pemalu dan lesung pipinya yang menyebalkan.
Aku terlalu terkejut dengan semuanya, aku hanya ingin buru-buru kembali, menenangkan gugupku.

Pemuda itu kurasa juga sama gugupnya, kami hanya dua orang yang sama-sama berusaha menyembunyikan gugup. Pemuda itu meminta satu foto lagi, aku setengah hati menyanggupinya, maksudku kenapa harus satu foto lagi, seribu juga tidak masalah padahal.

Akhirnya aku bisa kembali ke tempat dudukku, mengatur napas, sambil mengantongi beberapa foto yang sangat berharga. Huhu. Bersikap seperti biasa, perintah otakku, tapi rupanya aku terlalu gugup untuk diam seribu bahasa. Teman-temanku agak sedikit mengganggu dengan fakta yang aku tidak mampu mengelak. Ingin rasanya secantik Raline Shah saat itu juga.

Setelah sampai rumah, foto itu ku post di sosial media, hanya dengan caption emoji love merah. Apalagi? Satu emoji itu sudah sangat jujur dan apa adanya!
Tidak perlu dibumbui deretan kata manis, fotonya saja sudah cukup menjadi candu.

Tapi perasaan insecure-ku selalu hadir menyadarkanku, bahwa aku tidak cukup baik untuk menjadi pusat perhatian.
Kenapa ya pemuda itu meminta foto bersama?
Bagaimana perasaan pemuda lainnnya yang ku paksa menemani foto itu?
Apakah mereka merasa tidak nyaman?
Apakah harusnya tadi ku tolak saja?
Hm...pasti mereka berusaha menghargai kehadiranku saja...
Bukankah mereka tidak menyukaiku?
Bagaimana kalau mereka tadi hanya tersenyum formalitas di depan kamera saja?
Pasti hanya aku satu-satunya yang bahagia dengan foto tadi, sampai ku unggah di sosmed.
Pasti mereka tidak memerlukan foto itu.
Itulah segelintir pertanyaan dan prasangka yang lalu lalang di kepala seseorang yang tidak mencintai dirinya sendiri :')

Karena aku merasa tidak secantik dan sesempurna itu untuk diperlakukan sebaik ini.

***

Esok harinya, tanpa sengaja aku berpapasan dengan pemuda tadi.
Setelah sebelumnya, ada seseorang yang menyampaikan padaku bahwa satu dari pemuda yang ada dalam foto menulis sebuah caption manis. Hatiku agak terharu, tapi otakku mengatakan 'sudahlah jangan diambil hati, nanti kamu kelewat bahagia'.

Pemuda tadi hanya tersenyum manis, tidak mengelak saat temanku menggodanya. Dan salah satu temanku yang lain, mengajak pemuda manis ini untuk foto juga bersamanya. Temanku iri karena telah melewatkan momen kemarin.

Kalau ketika itu aku boleh menyampaikan perasaanku padanya, sebenarnya aku hanya ingin mengatakan, "Terima kasih ya, karena tidak membenciku. Sampaikan rasa terima kasihku juga untuk pemuda lainnya yang duduk rapi bersama kita kemarin"
Hanya itu :)
Hanya itu yang membuatku bahagia, bahkan bahagia sampai beberapa tahun setelah hal itu berlalu.

Kalian tidak perlu menyukaiku, hanya dengan tidak membenciku saja sudah cukup.
(Aku - 2018)

***

tbc...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Win Some and Lose Some

"That's how it is. You win some you lose some. That's how the world works. I don't have any regrets at all" Suga BTS said after their concert. Sederhananya kurang lebih, untuk mendapatkan sesuatu kita harus siap kehilangan yang lain. Aku merenung sebentar. Maksudku, ku pikir aku yang tidak bisa mengatur waktuku disini. Atau...aku yang salah dalam melangkah. Nyatanya, ini semua hanyalah sebuah hukum alam yang sulit tertampik. Aku sering merasa bersalah meninggalkan rumah dari pagi sampai sore, kemudian di kamar sepanjang malam dan baru keluar kalau lapar. Rasa rasanya, aku tidak mampu kalau harus sekadar bercengkrama selepas maghrib di ruang tivi. Karena kantuk dan penat yang sangat rindu kasur. Apalagi kalau harus bekerja lagi  di rumah, seperti memasak, menyapu dan sebagainya. Di kantor semua energiku terkuras habis, tidak hanya di badan, di pikiran juga, pun di hati juga. Jadi pulang ke rumah, aku hanya ingin mengistirahatkan semua dan kemb...

Himdeureo

Jalan ini sulit, Apakah akan terasa mudah jika melaluinya bersamamu? Aku sekarang tidak mahir membuat tulisan panjang lebar lagi, mungkin karena aku tidak punya objek dalam tulisan ini. Tak ku tujukan pada siapapun, tak ku sematkan untuk siapapun. Tulisan tulisan tak bertuan. Miliki saja bila kau ingin. *** Aku ada disini. Dalam ratusan tulisan yang bisa kau baca tiap hari. Kau bisa mampir jika ingin. Kau bisa membacanya jika rindu. Seolah aku sedang bercakap di depanmu. Kau bisa membawaku dalam semua kegiatanmu. Saat kau menunggu antrian, saat kau sedang bosan, saat kau akan tidur. Aku selalu ada. Tapi bagiku, kau tidak ada dimanapun. Kau tidak bisa ku temukan dalam apapun. Kau tidak akan pernah hadir walau ku cari bertahun tahun. *** Aku membencimu, sebanyak aku ingin melupakanmu.

Aku Bersyukur

Hari ini aku mengajar. Menjelaskan dengan suara lantang dan tangan yang ku masukkan di saku. Oh ayolah. Jangan kaku begitu. Jangan kamu bilang aku sombong karena gesture ini. Tangan yang dimasukkan ke saku...memang seenak itu! Rasanya letih sekali kalau harus kamu kritik hal itu. Di sela mengajar, Anak anak kelas lain lewat sambil menoleh ke kelasku, bergantian memberikan senyum untukku, atau melambai padaku. Pun ketika aku berjalan di koridor, sapaan, tawa, malu malunya mereka, hal remeh yang ternyata menyenangkan untuk dirasakan :) Semoga semua perlakuan itu tulus dari hati. Dengan begitu, hatiku juga bisa nyaman menerimanya. :) Terima kasih ya Allah. Aku bersyukur.

Menciptakan Keberanian

Tahapan dalam hidup kadang memang seunik itu. Dan sungguh hidup bukanlah sebuah perlombaan. Setiap manusia memiliki garis waktunya masing masing. Aku menemukan banyak sisi lain dari diriku di tiap garis usiaku, dan itu berbeda dari teman sebayaku. Misalnya aku hari ini, di usia 30 tahunku, aku banyak berani melakukan sesuatu yang dulunya aku merasa malu untuk melakukannya. Hari ini aku senam pramuka bersama teman kantorku, Sekadar informasi, aku dulu tidak suka senam. Karena malu melakukan gerakan senam di hadapan banyak pasang mata yang memandang. Tapi kini, aku suka senam (yang gerakan dan musiknya memang sopan ya). Aku bersemangat melakukannya. Setelah senam, aku merasa free untuk melakukan kegiatan lainnya, aku membawa tali keluar kantor. Ternyata banyak temanku tertarik dan ingin mencoba. Aku akhirnya bermain bersama sama. Aku suka memberanikan diri bermain tali dan mengakui ketidakmampuanku dalam bermain. Dan itu tak apa, kami bersenang senang! Setelah main tali, aku memainkan ru...

Kapsul Waktu Part 1 (Teknologi)

Membicarakan masa lalu memang seseru itu. Anak anak kelahiran tahun 90an pasti sangat relate. Tapi tidak banyak yang bisa berlama-lama membicarakan masa lalu lagi saat ini, waktu semakin menghimpit, beban semakin berat di pundak, banyak pekerjaan yang mencapai tenggat. Padahal seandainya mau meluangkan waktu, aku yakin waktu yang dibutuhkan untuk mengupas masa lalu tak akan pernah sebentar. Mari kita bercakap-cakap masa lalu yang luar biasa itu disini saja, sebab kini kita sudah kehilangan banyak kesempatan. Kali ini temanya teknologi, tapi mungkin tidak runut ceritanya, aku minta maaf dulu :D Dan semoga ada kesempatan berikutnya untuk kita membicarakan tema lainnya. *** Aku punya sebuah kotak kardus kecil di lemari, isinya adalah beberapa kenangan di waktu sekolah dulu. Saat aku menyimpannya, aku tak punya maksud apa-apa selain terlalu sayang untuk membuang benda tersebut. Tapi kini aku bersyukur masih memiliki benda-benda itu, aku seperti sedang mengubur kapsul waktu. Benda-benda itu...

B E I N G G R A T E F U L

Aku begitu mencintai setiap fase hidupku. 30 desember 1993 kala itu. Aku terlahir bersama ribuan bayi mungil di luar sana.  Lahir sebagai bayi normal nan sehat. Menghirup udara yang lebih menyejukkan. Merasakan ruang yang lebih lapang. Aku menjadi jawaban yang ditunggu ibu selama sembilan bulan mengandungku. Diperdengarkan adzan sebagai tanda kepatuhan pada Rabb-ku. Diberi nama sebagai doa dan impian ayah ibu. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Setiap detik hidupku, aku dan semua manusia di belahan bumi manapun selalu dijaga malaikat. Di setiap malam kita terbaring pulas, ada doa ibu yang selalu menyelimuti. Dibesarkan dengan untaian doa doa terbaik. Dibahagiakan dengan kebesaran hati Tuhan yang Maha Baik. Diberi makan dan minum dari rejeki yang halal. Dianugerahi nikmat anggota tubuh yang sehat dan lengkap. Dilindungi dengan cinta dan harapan. Direngkuh dengan kasih dan sayang.

Nilai Oh Nilai~

Sedang mengerjakan erapor, rutinitas tiap akhir semester. Bagian paling berat adalah menuliskan nilai jujur ke anak anak. Sebenarnya bukan pelit nilai sih, tapi ya apa adanya aja ke anak, dan sebenarnya pun kalau harus apa adanya, nilainya gak akan sebagus itu hahaha Kayak 70 pun jauh kali, realnya gak sampe 70. Terus juga mikirin efek psikologisnya ke anak anak, kalau dikasih nilai segini, nanti gimana ya efeknya? Makin semangat atau gimana ya? Mikir juga, nilai ulangannya jujur atau curang ya? Gak bisa mentah-mentah ngambil nilai ulangannya, kudu ditelusuri juga kesehariannya gimana, aktif gak? Lengkap gak tugasnya? Sama guru lain gimana? Hehehe Jadi kalau ada yang bilang ibu pelit nilai, sini ku kasih lihat real-nya nilai, dan perhitungan matematis dan pertimbangan attitudenya juga. Maka  kamu akan tercengang dengan nilainya :P Dan fyi aja, nilai nilai itu sudah digodok dengan lama, dipikirin minimal tiga kali banget, kadang diubah karena kasihan, kadang diubah karena banyak hal...

Selamat Berpisah, Tuan

Selamat berpisah, Tuan Terima kasih karena menyempatkan singgah ke pelukan gadis malang sepertiku, Terima kasih untuk antusiasmu yang hanya sebentar, Terima kasih telah membawakan aku sebongkah harapan yang merekah, Terima kasih sebab menjadi mimpi baikku sampai sekarang. Kamu benar Tuan, kurasa ini karmaku, Karena telah menyia-nyiakanmu, Karena berbohong padamu dan pada perasaanku, Aku sedikit menyesal, Tuan. Mestinya aku mengaku. Tapi apakah itu akan mengubah hari ini? Apakah dengan kejujuranku, kamu tidak akan pergi? Aku meraba-raba, kenangan kita di masa lampau, Kamu hadir di saat aku sangat terjebak dalam kubangan gelap pikiranku, Kamu menawarkan cinta tulus nan sederhana. Lantas, semudah itu perasaanmu berubah Tuan Apakah tak ada sedikit pun rasa yang tertinggal? Aku memang gadis bodoh. Benar aku bagus dalam pelajaran, Tapi sangat bodoh dalam perasaan, Aku ingin membencimu Tuan, Tapi hatiku berontak, Penat. Selamat berpisah, Tuan Aku mengikhlaskanmu. Aku tak apa. Sudah biasa. Han...

Menelan Kekalahan

Kini aku tau, dampak yang harus ditanggung dari kalimat sederhana yang sering didengungkan, kalimat "yang penting ikut". Ternyata tidak sederhana kedengarannya. Berawal dari menggugurkan kewajiban, berakhir pada totalitas tanpa batas atas nama tanggung jawab dan idealisme. Aku diminta membimbing lomba. Aku sangat tidak tau apa apa, belum pernah ikut sama sekali. Dan kalau dipikir pikir, bukan bidangku juga. Tapi semua guru di muka bumi ini juga mengalami hal serupa. Sering lintas bidang yang dikuasai. Lulusan apa, tiba tiba mengajar apa. Ternyata hal seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari. Singkat cerita aku mengerahkan seluruh tenaga, waktu, pikiran, bahkan uangku. Tapi tak apa. Aku akan melakukan yang terbaik. Begitu juga anakku, dia harus mendapatkan bimbingan yang terbaik dari aku. Dia juga bahkan harus mendapat dukungan moral (yang aku sendiri tertatih tatih memupuk diriku) setiap waktu. Aku mempelajari dengan seksama isi juknis, aku mempelajari semua material yang k...
Mau produktif menulis, tapi makin kesini makin membuncah rasa malasku, Hati yang khawatir, cemas berkepanjangan, tiba tiba datang menyerang, Aku ingin produktif, tapi terlalu malas