Aku keluar dari ruang ujian, buru buru mengecek HPku... Scroll mencari berapa nilai untuk IPA.
Ah. Ternyata passing grade (batas minimum) nya 285!
Kurang 80 poin.
Kepalaku langsung berdenyut. Pusing.
Aku pulang dengan pikiran mengambang kemana mana...
Sesampai di rumah aku terkekeh memberitahukan ke ibuku, kalau aku nggak lulus...kemudian aku masuk kamar, minum obat, tidur.
Nggak nangis, karena semua berjalan begitu saja. Hehe
***
Hari pengumuman tiba. Sesuai dugaan, karena sejak awal nggak memenuhi passing grade, ya nggak lulus lah!
Fufufu
Nggak nangis ketika itu, karena sudah bisa menebak.
Tapi kayaknya dalam ritual berdoa atau melamunku, aku nangis. Hihi
Yang bikin aku agak lega adalah... Posisi formasiku jelas masih kosong. Masih ada harap.
***
Sampailah di babak berikutnya, tes tahap II.
Bagi yang belum lulus kemarin, masih bisa ikut tes berikutnya, tapiiii bersaing dengan banyak peserta dari daerah dan sekolah lain.
Lebih berat tentunya.
***
Alhamdulillah biidznillah, bisa memilih formasiku sendiri, kimia.
Aku optimis!
Sejak aku selesai menginput pendaftaran untuk yang kedua kali, aku mulai belajar. Aku mencari banyak soal olimpiade, belajar mengerjakan, menghitung tanpa kalkulator, mencari referensi penyelesaian dsb.
Aku mengingat tingkat kesulitan soal di tes tahap I, yap memang HOTS (high order thinking skill), nah lo. Masa guru nggak bisa ngerjain?
Malu dong.
Jadi aku bener bener berusaha agar bisa ngerjain soalnya.
Ketika belajar nggak ada proses jatuh sakit seperti sebelumnya. Tapi proses nangis iya. Hehe
Tiap belajar, nangis. Capek dikit nangis. Pas istirahat sebentar, nangis, nggak boleh istirahat ayo belajar lagi! Batinku. Aku pun bangun dan belajar lagi.
Awal belajar, aku perlu waktu satu jam buat menyelesaikan satu nomor soal. Huf
Hari kedua ketiga masih sama.
Begitu terus. Tapi nggak boleh menyerah :)
***
Akhirnya jadwal tes keluar.
Sebelum tes, harus swab lagi.
Aku berangkat bareng temenku, motoran berdua, sembari kegerimisan.
Sampai disana... Masih pagi pagi buta, duduk mendengarkan arahan dari panitianya. Mataku sudah berkabut, berkaca kaca. Nangis. Takut gagal. Trauma sama tes sebelumnya.
Aku nangissss mulu. Untung pakai kaca mata.
Aku membayangkan kalau hasilnya nggak sesuai harapan, apakah aku akan pingsan? Padahal sebelumnya aku nggak pernah pingsan...
Mungkinkah hari ini aku akan mencatat sejarah hidupku dalam per-pingsan-an?
Huf
Serius loh, nggak becanda :)
***
Kenapa kok lebay sih sampai tes seperti ini nangis bahkan khawatir pingsan?
Karena... Kalau aku gagal... Aku kehilangan pekerjaan!
Posisiku di sekolah berpeluang diganti oleh orang lain.
Usiaku sudah nggak muda, susah nyari pekerjaan.
Aku juga nggak punya banyak keahlian untuk kerja disana sini.
Aku tulang punggung keluarga! Kalau aku nggak kerja, nggak ada uang, siapa yang cari uang? :'(
Kalau cuman aku yang lapar, fine. Masih bisa ditahan. Kalau keluargaku?
Bapak ibu ringkih banget, udah lanjut usia, sering sakit, adekku masih sekolah, banyak tanggungan...
Jadi sudah paham kan kenapa aku se-underpressured itu?
***
Masuklah aku ke ruangan tes yang wau adem banget. Sudahlah di luar syahdu, di dalam beku.
Aku makan permen, karena nggak boleh bawa air minum. Meng-tega.
Aku mulai mengerjakan tes sosio kultural dan wawancara.
Sambil sesekali menggosok tanganku, kedinginan.
Nanti menggosok fresh care di punggung tangan, biar tetap strong. :p
Menit kesekian puluh, tibalah soal kemampuan teknis yang mencekam. (Jadi tiap tes ada urutannya, tes sosio kultural kurang lebih 25 menit -seingatku-, tes wawancara 10 menit, tes kemampuan teknis terakhir, 120 menit untuk 100 soal).
Satu soal, bingung, tapi cukup familiar dengan soalnya.
Soal berikutnya mulai bisa dikerjakan... Soal berikut berikutnya pun sama.
Aku bersemangat, banyak soal yang bisa ku kerjakan, tiap soal ku jatah harus selesai dalam waktu paling banter 2 menit, tapi kalau aku yakin aku bisa menjawab benar, aku kasih toleransi sampai 6 menit.
Mending makai 6 menit tapi benar, daripada 2 menit tapi salah kan?
Waktu sangat mepet. Aku masih bisa menyelesaikan beberapa nomor soal dengan insya Allah yakin benar, tapi waktunya nggak ramah. Akhirnya aku berusaha pakai metode bismillah-mikir cepat-shalawat-pilih jawaban. Hehehe
Habis semua space di dua kertas coretanku. Mestinya sehelai bonus kertas tadi nggak ku bagi ke tetangga sebelah (awalnya aku ditawari tiga kertas sama panitia, tapi aku takut satunya mubadzir, jadi ku hibahkan ke peserta lain).
Sampailah di momen mengakhiri tes. Nggak ada waktu tersisa untuk berpikir. Hanya puluhan detik saja yang semakin berkurang, semakin menyiksa.
Yasudah bismillah. Aku sudah berusaha, sudah berdoa, sudah pula minta restu orang tuaku. Yang terjadi, terjadilah..asal nggak pingsan. Aku riuh dalam hati.
Klik. Akhiri tes.
Hm.
Nilai teknis 305.
Heh?
Lulus :(
Masya Allah. Bersyukur.
Teknis kimia ini passing gradenya lebih tinggi lima poin ketimbang IPA kemarin, batasnya 290.
Biidznillah, aku melampaui!
Keluar dari situ aku lega. Bersyukur terus.
Tapi hatiku nggak bisa segembira itu, teman teman yang lain banyak yang belum lulus. Aku bergembira dalam hati :')
***
Yap. Segini saja ceritanya. Jariku masih tremor abis menulis tangan surat lamaran kerja. Salah tiga empat kali. Kekekeke...
Dalam beberapa hari kedepan, aku akan sibuk melengkapi berkasku ya. Terima kasih masih setia membaca cerita hidupku yang hip hip hura hura ini.
Salam sayang,
Dari aku yang insya Allah menjadi ASN dan menjadi kebanggaan bapak ibuku💙
Comments
Post a Comment