Aku coba menuliskan ini dengan keminiman ilmuku, keterbatasan, dan kekuranganku.
Kapan kapan aku akan tuliskan lagi dengan pemahaman yang lebih baik, setelah diskusi dengan orang lain yang lebih berpengalaman, pandai, dan bijaksana.
***
Manusia seperti kita, menjalani hidup untuk yang pertama kalinya.
Menjadi seorang anak, untuk yang pertama kalinya, menjadi orang tua, untuk yang pertama kalinya.
Menjalani semua peran dan mengambil tanggung jawab untuk yang pertama kalinya.
Wajar jika salah, keliru, dan gagal.
Semua hal sungguh dilakukan untuk yang pertama kalinya.
***
Anak kecil yang terjatuh, biasanya merespon rasa sakitnya dengan tangisan.
Tapi orang dewasa yang terjatuh, tidak lagi menangis.
Anak kecil yang berkelahi dengan teman temannya, seringkali saling memukul atau mencubit.
Tapi orang dewasa yang berkelahi, lebih sering memilih saling diam kemudian menjauh.
Anak kecil yang melihat pesawat terbang di langit, akan berteriak hebok memanggil.
Tapi orang dewasa yang melihat pesawat melintas, hanya diam menyaksikan.
Fase fase hidup manusia memiliki respon yang berbeda beda.
Sama halnya dengan orang dewasa yang tidak lagi menangis ketika terjatuh, aku berharap aku tidak perlu lagi menangis ketika terjatuh.
Seorang yang bijak pun, pasti pernah melakukan kesalahan, melakukan hal hal yang tidak bijak.
Semua orang tentu saja melalui fase itu.
Seperti saat ada yang mengganggu kita, mengusik, memfitnah dan serangkaian kedzaliman lainnya.
Maka respon kita tidak jauh jauh dari perasaan marah, menangis, kecewa, berusaha melawan, berusaha mengklarifikasi, dan serangkaian emosi lainnya.
Dan itu adalah bentuk pertahanan diri terbaik kita saat itu.
Tapi bisa jadi seiring dengan berjalannya waktu, respon kita tidak sama lagi.
Mungkin kita tidak lagi marah, menangis, atau kecewa, mungkin kita lebih bersikap bodo amat.
Who knows?
Seorang penyabar, bisa saja dulunya adalah seseorang yang temperamen.
Seorang penulis handal, tentu di awali dengan penulis yang amatiran dan berulang kali melakukan kesalahan pengetikan.
Apakah semua seperti itu?
Ku rasa iya.
Atau mungkin ada juga yang tidak, karena dia dididik dengan lingkungan yang berbeda.
Faktornya banyak dan beragam. Satu hal yang pasti adalah selama kita hidup, proses belajar selalu ada.
Besi yang dipahat dan dibentuk sempurna pun, melalui serangkaian tempaan yang tidak kenal lelah.
Besi yang sempurna juga berasal dari sebongkah logam tanpa bentuk.
***
Hatiku terluka dengan perlakuan orang lain terhadapku. Tidak terhitung berapa banyak ketulusan yang sudah ku lakukan, tapi dengan satu dua kesalahanku, aku dihakimi habis habisan.
Manusiawi kalau aku merasa kecewa dan sakit hati.
Kenapa aku diperlakukan seolah olah aku ini si paling jahat?
Bukankah wajar saja aku berbuat salah? Toh kesalahanku tidak fatal.
Sampai kemudian ya, aku merasa sudahlah, percuma menjelaskan apapun, ternyata belajar untuk diam dan memaafkan memang penting dilakukan.
Sayangnya belajarnya masih belum rampung, malah terus terusan dikasih ujian. Bagaimana aku tidak babak belur?
Suatu hari nanti aku akan ada di fase itu...fase kalem. Fase saat ada orang usil mengusikku, aku tetap tenang dan tidak terganggu.
Aku tetap bijak menyikapinya, aku tetap memilih diam dan berharap pahala dari Allah.
Aku tau ini tidak mudah. Untuk mencapai itu, pasti banyak sekali hal hal yang akan menimpa aku. Tapi aku percaya, aku akan segera berada di fase itu.
Aku ingin fokus menjalani hidupku untuk mendapatkan ridho Allah.
Jangan pernah berhenti belajar, termasuk belajar bijaksana.
Tahun demi tahun, waktu demi waktu aku dan kita semua tentu berubah, berubah dari segi fisik dan mental. Pelan-pelan mengubah diri kita, menjadi sesuatu yang jelas menurut kita lebih baik.
Aku doakan semoga perubahan itu membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan.
Aku doakan semoga perubahan itu rampung hingga kita kembali padaNya.
:)
Komentar
Posting Komentar