Langsung ke konten utama

Si Senior Pengawas ANBK

Bismillahirrahmanirrahim
Hai :)
Aku hadir lagi menyapa kalian semua di tahun 2024 ini.
Sepersekian tahun setelah 2016 yang lalu aku jadi pengawas silang, sekarang aku ditakdirkan menjadi pengawas silang kembali.

Karirku yang berubah haluan, membawaku mengawas di sekolah yang berbeda.
Dulu aku mengajar di SMA, sekarang di SMK. Walau beda huruf terakhirnya, tapi tetap beda juga.

Setelah 8 tahun, tentu banyak hal yang berubah.
Tahun berganti, kurikulum berganti, banyak kebijakan berganti pula.

Dulu sekolah melaksanakan Ujian Nasional menggunakan kertas dan pensil 2B, yang effort sekali untuk menghitami tiap jawaban, bahkan warna hitamnya juga tidak boleh terlalu tebal atau tipis.
Sampai berkeringat dingin rasanya menghitami tiap jawaban.
Kalau ada 40 soal, maka 40 kali menghitami.
Belum lagi harus menghitami tiap huruf nama, kelas, tanggal. Duh.
Aku punya 21 huruf di tiga kata namaku, artinya aku juga harus menghitami 21 kali.
Tidak lupa menggunakan alas kaca, agar LJKnya tidak robek karena terlalu bersemangat menghitami tiap huruf.

Beberapa tahun kemudian, kita tidak lagi menggunakan metode seperti itu.
Ujiannya berganti menjadi UNBK, ujian nasional berbasis komputer.
Anak anak tidak perlu sampai pingsan menghitami LJK, hanya perlu membaca dari layar dan ketik ketik menggunakan mouse.

Dan selama awal karirku di SMK, aku diberi amanah untuk menjadi panitia ujian, sehingga aku hanya lari lari sepanjang hari di sekolahku menjalankan tugas.
Tak lagi keluar sekolah.
Lagipula, seniorku banyak sekali, jadi mereka lah yang diberi tugas untuk menjadi pengawas silang di luar sekolah.

***

2024 kini aku sedang duduk manis di sebuah ruangan ber AC. Menekuri tiap wajah anak anak yang mengerjakan soal ANBK. Iya, ANBK atau asesmen nasional berbasis komputer.

Tak ada lagi ujian yang akan membebani anak. Begitulah kata menteri pendidikan yang baru. Membuat terobosan yang out of the box.
Sebenarnya aku tak masalah dengan ide idenya. Tapi aku berharap beliau bisa lebih bijak meninjau pendidikan Indonesia sampai ke pelosok tidak terjamah di sudut negeri ini.
Tempat yang tidak memiliki akses listrik, apalagi internet.
Aku harap bukan hanya ide ide baru yang beliau prioritaskan, tapi pemerataan pendidikan, kebaikan moral anak, dan kesejahteraan guru-lah yang beliau utamakan.

Tapi mari lupakan saja keruwetan itu.
Sekarang kita balik ke ruangan hijau kecil ini lagi.

Selasa, kali keduaku duduk manis mengawas.
Setelah hari minggu kemarin aku melakukan pawai 17an yang membuat badanku remuk redam.
Benar benar tidak ada waktu istirahat.

Di depanku ada air mineral dan teh kotak kecil yang berembun.
Ada cerminku juga, ada tisu juga.

Sunyi sekali. Tidak ada suara. Hanya bunyi mouse yang di-klik bersambungan tak henti.
Sesekali ku tengok, anak anak tertidur bertumpuan tangan di mejanya.
Maklum, ruangannya dingin dan hening. Aku pun seandainya boleh, akan merebahkan kepalaku yang berat ini juga.

Kelas di kiri kanan agak sedikit berisik. Khas sekolah pada umumnya.
Tak apa. Memang sekolah mestinya begitu. Berisik. Riuh rendah.

Aku kini menggunakan seragam PDH khaki.
Sudah tak akan salah kostum lagi.
Lagipula aku sudah bisa dibilang senior, sudah ASN juga.
Karirku masya Allah jauh berbeda dibanding saat aku di 2016 yang lalu.
Tapi semuanya aku syukuri. Aku yang dulu maupun aku yang saat ini :)

Hari ini hari kedua dan terakhir jadi pengawas silang.
Aku kesini bersama temanku, ibu Halimah. Si junior kelahiran tahun 1999, sudah menikah, sudah ASN. Badannya kecil mirip aku. Kerudungnya juga mirip aku. Alhamdulillah visi misi agamanya mirip aku. Aku belajar banyak darinya.

Mungkin ini saja cerita yang bisa aku bagikan.
Semoga di kemudian hari aku bisa berbagi banyak cerita kembali.
Bukan hanya membagikan rasa sakit dan sedihku saja :)
Ihihihi

Salam hangat dari aku, si senior yang sedang menahan pipis :')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kos Putri 165

  Assalamu'alaikum, Blogger...   Tidak terasa sudah 3 tahun saya tinggal di kota cantik ini. Menjadi pendatang memang bukan h al yang mudah, karena selain kita harus bisa beradaptasi, kita juga harus bisa menemukan tempat tinggal yang cocok dan nyaman. Selama ini saya sudah 3 kali pindah kos-kosan. Mulai dari di daerah Yos Sudarso, Pangeran Samudera, dan yang terakhir di Borneo. Alhamdulillah, sekarang saya sudah menemukan kos yang sesuai dengan keinginan saya. Nah, dengan segala kerendahan hati saya :D Hari ini saya akan berbagi pengalaman selama berada di kos saya ini, yaitu Kost Putri 165. Yuk disimak!

Surat Terbuka untuk Kelas XII 2018

Demi menulis apa yang sedang menyesaki kepala, sampai rela meninggalkan soal ulangan yang padahal dikejar deadline. Bismillahirrahmanirrahim... Jadi, malam ini, Nak. Postingan ini ditujukan untuk kalian anak-anak ibu yang lucu dan menggemaskan (pada akhirnya kalian menjadi lucu dan menggemaskan bagi ibu). To be honest , jarang sekali momen paska perpisahan itu baper ya, sampai-sampai tertuang di blog ini. Tapi mungkin dua tahun cukup lah sebagai pertimbangan kenapa kalian agak berkesan hingga akhirnya ibu rela menuliskan surat ini disini.

Happy Graduation Kelas XII 2019

Ditujukan untuk anak anak baik yang berhati lapang dan berpikiran terbuka. Bagi yang hatinya sempit, pikirannya tertutup, emosian, sebaiknya tidak perlu membaca❤ hihi Bismillahirrahmanirrahim... Assalamualaikum... Memenuhi janji nulis tadi. Let me say this first ya, "Selamat perpisahan anak-anak!" Alhamdulillah hari kemarin nggak ada yang nangis. Semuanya happy. Semuanya cantik cantik dan ganteng ganteng as always. Sebenarnya cuman mau nulis "sorry and thank you" aja sih ini. Hehe. Sebelumnya juga ibu minta maaf, karena tulisan ini ditujukan untuk anak anak seangkatan, ibu nggak bisa kalau harus menuliskan nama kalian satu satu dan mengulasnya. Gimana ibu bisa nulis ulasan buat 199 anak? Too much ya, Nak. Bisa nangis jari jari ibu. Anyway. Ya, akhirnya kita sampai di hari ini. Ibu bahagia untuk kesempatan yang sudah Allah berikan pada ibu. Ibu bisa mengantarkan kalian sampai disini. Selesai sudah tanggung jawab ibu. Untuk beberap

Semua Aku Dirayakan💜

Terkadang hal sepele untuk kita, bisa sangat berharga bagi yang lain. Ditulis di hari jumat, sehari sebelum hari guru. Hari yang ku takuti :') Hari guru menjadi sakral untukku setelah aku jadi guru, 7 tahun yang lalu. Sejak itu, tiap bait lagu hymne guru selalu bermakna. Merayakan hari guru seyogyanya bukanlah kewajiban siswaku, tapi entah kenapa aku terluka bila mereka tak merayakannya bersamaku. Aku benci perasaanku ini. Aku minta maaf telah membebani mereka. Dan teman sejawatku pun begitu. Mereka bilang, "anak anak tidak perlu kasih hadiah, eh tapi kalau tidak dikasih kok sedih juga. Lihat yang lain dikasih, kok aku tidak". Begitulah hati guru, fragile nan rapuh.  Sebenarnya bukan kadonya yang membuat hari guru spesial, tapi melihat usaha mereka merayakan hari guru, membuatku terkesan. Anak anak boleh mengatakan, "ibu maaf tidak membelikan kado, kami sayang ibu, selamat hari guru", itu pun tak apa. Aku menyukainya. Anak anak boleh hanya mengucapkan, boleh mem

Cerita Ramadhan

Minggu terakhir kerja... Setelah ini libur hari raya. Ah. Akhirnya terlalui juga masa masa ramadhan sambil bekerja. Setiap pagi berangkat dengan menggigil kedinginan. Perut begah, melilit, dan tidak nyaman. Tapi karena terus dijalani, ternyata dua minggu sudah berlalu. Dan kini memasuki minggu ketiga. *** Ramadhan ini selalu menyisakan gurat kesedihan dan banyak harapan. Kesedihan tersebab tidak maksimal menjalani ramadhan, dan harapan agar bertemu ramadhan berikutnya. Aku merasa aman di bulan ini, seolah bulan ini punya magis yang bisa menguatkan setiap keimanan manusia, menjadi tameng bagi hati hati yang rapuh, dan menjadi penyembuh bagi luka yang ada. Namun selama menjalani ramadhan, ternyata tidak mudah juga. Harus bergelut dengan rasa tidak nyaman karena maag, rasa mual dan sakit perut. Hingga untuk mendirikan shalat dhuha saja selalu banyak alasan. Atau kantuk yang tidak tertahankan ketika bangun sahur, lagi lagi mencari alasan untuk tidak shalat tahajud. Pikiran yang dipenuhi in

Berani

Bersemangat di satu pilihan, tidak lantas membuat hati ringan. Karena seringkali muncul tanda tanya, benarkah pilihan ini? Rasa takut, khawatir, dan cemas mulai berkerumun, seperti semut yang mengerumuni gula. Seperti tahun lalu, yang mestinya aku tidak perlu ikut karnaval agustusan, tapi tiba tiba aku ingin ikut. Rasanya aneh kalau tidak ikut. Beberapa teman baik tidak bisa ikut, aku mulai merasa takut, apakah ikut karnaval adalah pilihan yang benar? Perasaan khawatir, cemas, dan takut untuk memulai sesuatu, adalah hal yang wajar dirasakan. Tapi memberanikan diri untuk terus maju adalah hal yang mestinya dilakukan. Jadi tak apa merasa tidak nyaman di awal :) Walau takut, tapi tetap maju, adalah keberanian. Kita sudah hebat. :) Kita tidak membiarkan perasaan tidak nyaman itu menguasai kita, yang lantas membuat kita mundur. *** Seperti hari ini, rasa tidak nyaman itu muncul lagi. Ah. Tapi tak apa :) Bismillah

Nasihat untuk Para Bapak

Pesan dari para ibu ibu kemarin pagi "Mukti nanti kalau cari suami harus yang berlebih ya (materi)" Ku jawab, "Yang kurang aja belum tentu dapat bu" hihi ❤❤❤ Nggak usah senegatif itu bacanya. Para ibu itu menceritakan tentang lelahnya jadi wanita karir. Mereka meninggalkan anak demi mendapatkan penghasilan. Bukan, sungguh bukan hanya karena mereka mengejar gengsi. Tapi karena penghasilan suaminya dirasa belum mencukupi. Mereka harus bekerja di luar, itu demi membantu perekonomian bersama. Wanita karir yang harus bekerja dan meninggalkan anak. Tidak sesederhana yang terlintas dibenak para bapak. :) Meninggalkan anak itu bukan perkara mudah. Apakah dengan menitipkannya ke pengasuh atau menitipkannya ke ibu mereka jadi solusi? Sejujurnya tidak. Tetap akan ada yang hilang di antara hubungan ibu-anak. Apa itu? Memori dan kedekatan emosional. Bukankah madrasah pertama itu jatuh ke tangan seorang ibu? Lantas bagaimana bisa ibunya mengaj

Jealous

I wished you the best of All this world could give And I told you when you left me There's nothing to forgive But I always thought you'd come back, tell me all you found was Heartbreak and misery It's hard for me to say, I'm jealous of the way You're happy without me

Pintu Surgaku

Banyak jalan menuju Surga, pintu-pintunya terbentang di hadapan. Pilih mana yang kamu mampu, yang kamu bisa. Kita bisa memilih lewat pintu mana saja, tapi terkadang kita pun tidak berdaya. Ada pintu sedekah, ada pintu tahajud, pintu puasa, dan... pintu birrul walidain . Ya, pintu berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu. *** Birrul walidain?  Pada masa kecilku, ku maknai sebagai tugas yang mudah. Tapi setelah dewasa seperti saat itu, aku baru menyadari tugas ini ternyata berat. Aku di masa lalu, bahkan dengan gagah beraninya meminta pada Allah, "Ya Allah jadikan aku tulang punggung keluarga! Aku tidak mau bapak ibuku kelelahan dan bekerja hingga di usia senja mereka." Ku pikir, aku tidak mungkin tega menelantarkan mereka, tidak apa aku bekerja banting tulang demi mereka. Tapi lagi lagi tidak semudah itu... *** Ujian kehidupan hadir, di momen yang paling getir. Aku bahkan mulai mengoreksi doaku, aku kira aku salah dalam meminta. Aku diuji dengan sebuah apresiasi. Aku suda

Butterfly Era

Liat di IG tentang tulisan butterfly era di usia yang ketiga puluh membawaku dalam sekejap berada di tahun 2019 awal. Ternyata sudah lima tahun yang lalu. Butterfly era. Been there. Era dimana aku jatuh suka dengan seseorang, yang dengan kehadirannya, semua hal sederhana terasa begitu manis. Membuatku semangat menjalani hari. Membuatku senyum keGRan walau hanya membaca balasan WA. Melihat story IG atau story WA-nya.  Ah. Butterfly era. Saat aku mendadak salah tingkah. Saat rasanya usiaku kala itu (yang sebenarnya adalah 26 tahun) terseret kembali di masa aku remaja. Padahal hanya bertukar cerita via WA, tapi bahagianya bisa seharian. Apalagi saat menatapnya, yang tentu saja membuat aku kikuk. Saat dia di sampingku atau di hadapanku, ia berbicara apa saja begitu lepas, terkadang juga berbicara dengan malu malu. Semuanya tentang dia, aku suka. Aku yang sudah dewasa saat itu, jadi seperti anak SMA. Butterfly era itu benar adanya, di usia berapa saja bisa tetap dirasakan, semua tergantung